Jeffrey turun kebawah dengan pakaian seragam lengkap. Ia bergerak ke arah ruang makan. Matanya menangkap Chellia sedang memasak sembari bersenandung kecil. Ia memilih duduk di salah satu kursi di ruang makan yang menghadap kearah dapur.
Ia tersenyum samar melihat dapurnya. Bukannya apa-apa. Dapurnya sejak dulu tidak pernah tersentuh sama sekali. Bahkan, jika tersentuh hanya untuk memanaskan air. Kali ini, dapurnya setiap hari disentuh oleh wanita asing.
Kehadiran wanita ini benar-benar membuat pola hidupnya sedikit berubah. Ia merasa seperti terurusi. Yang biasanya bangun pagi agak terlambat, kini lebih awal dikarenakan wanita ini terus membangunkannya dengan menyibakkan kain jendela kamarnya. Yang biasanya hanya sarapan dengan roti dan secangkir kopi, kini ia menyantap makanan yang disajikan oleh wanita itu. Cukup bagus memang, ia perlu terbiasa untuk sementara.
"Ah, kau sudah turun? Aku tak menyadarinya karena terlalu fokus memasak." ujar Chellia saat tengah membawa masakannya ke meja makan. Seperti kemarin, wanita itu menghidangkan sepiring nasi goreng untuknya. Dan ia tidak ragu lagi seperti semalam.
Ia memulai kegiatan makannya. Chellia merasa senang kala melihat Jeffrey menyantap masakannya dengan cukup lahap. Yah, setidaknya masakannya cukup mengenyangkan perut laki-laki ini.
"Kau tidak curiga masakanku ada racunnya?" tanya Chellia sambil menatap Jeffrey yang sedang melahap masakannya.
Jeffrey meliriknya, lantas kembali bertanya,"Apa wanita sepertimu berani melakukan hal semacam itu?" tanya Jeffrey membuat Chellia tertawa mendengarnya. Mata Chellia kemudian menatap heran kala melihat Jeffrey berseragam lengkap.
"Hei, bukankah hari ini libur? Mengapa kau bekerja?" tanya Chellia merasa heran. Jeffrey menyuapkan sesuap nasi kedalam mulut wanita itu,"Kau berisik sekali. Aku masih mengunyah makananku." ujar Jeffrey membuat wanita itu mengerjapkan matanya berkali-kali.
"Ada hal yang harus kulakukan. Aku ini Polisi. Seorang Polisi dibutuhkan kapan saja diperlukan. Tak memandang libur atau tidak. Sama halnya dengan seorang dokter." Timpal Jeffrey lalu kembali menyantap sarapannya.
"Lalu bagaimana dengan janjimu yang mengatakan akan berbelanja hari ini? Padahal, aku sudah semangat sekali menantikannya." ujar Chellia terdengar menuntut. Jeffrey terdiam sejenak. Ia lupa akan hal itu.
"Kita ganti lain hari." ujar Jeffrey lalu meraih segelas air putih dan meneguknya hingga tandas. Setelah itu ia bangkit dari duduknya bersiap untuk pergi keluar.
"Tetaplah dirumah. Jangan pergi kemana-mana jika kau ingin tetap hidup." ujar Jeffrey saat mereka berjalan beriringan. Chellia mengangguk paham.
"Hati-hati." ujar Chellia setelah Jeffrey memasuki mobilnya. Jeffrey mengangguk, lalu melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah.
***
Hari ini adalah hari terberat bagi Jeffrey. Bagaimana tidak ? Ia harus berjuang sendiri mencaritahu siapa Perwira Polisi yang sudah pensiun. Teman satu timnya itu tidak mempercayai ucapannya. Jadi untuk apa bekerjasama dengannya? Pertama, ia melangkahkan kakinya menuju ke ruangan atasannya. Karena ia yakin, orang-orang berusia seangkatan dengannya-lah yang mungkin menjadi korban selanjutnya.
"Selamat Pagi, Pak. Ada hal yang ingin kutanyakan kepada anda." ujar Jeffrey tanpa basa-basi. Joseph yang mendengarnya lantas mengangguk.
"Ada apa?" tanya Allan. Jeffrey menyerahkan beberapa lembar foto-foto Polisi yang sudah pensiun dari jabatannya. Allan menerimanya lalu melihatnya satu persatu.
"Dari sekian banyaknya foto yang kuberikan, apakah anda ingat siapa orang yang mungkin seangkatan dengan anda atau beberapa level usianya diatas anda yang sudah pensiun?" tanya Jeffrey saat Allan tengah melihat semua foto yang diberikannya.
"Tentu banyak. Aku tidak bisa mengingat dengan baik nama mereka satu persatu." Jawab Allan membuat Jeffrey menghela napas pelan.
"Bahkan orang-orang yang ada difoto itu?" Tanya Jeffrey lagi. Allan menghentikan kegiatannya, beralih menatap Jeffrey dengan raut wajah serius.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa kau begitu tertarik dengan polisi yang sudah pensiun?" Tanya Allan yang merasa bingung dengan sikap Jeffrey yang tidak biasa menurutnya.
"Tidak, aku hanya ingin memastikan keamanan Perwira Polisi yang sudah pensiun. Karena selama ini aku terlalu fokus dengan keamanan Polisi yang masih aktif." ujar jeffrey mencari jawaban yang cukup masuk akal. Allan terdiam sesaat, lantas mengangguk paham.
"Dari sekian lembar foto, aku hanya mengenal akrab dengan mereka." ujar Allan menyerahkan kembali enam foto dari tiga puluh foto yang diserahkan kepadanya. Jeffrey menerimanya, lalu menatap foto itu lamat-lamat.
"Komisaris Besar Herman Rutterford, Komisaris Felix Patrickson, Ajun Komisaris Daniel Fermingham, Brigjend Leonel Stantham, Inspektur Satu Johan Partisson dan terakhir," sambil menghela napas panjang,"Komisaris Philips Hornby." ujar Allan menyebutkan nama-nama yang masih terekam diingatannya.
"Bukankah Komisaris Philips Hornby sudah meninggal ?" tanya Jeffrey bingung. Allan mengangguk,"Ya. Dia sudah lama meninggal. Meninggal dalam kondisi terbunuh. Sama halnya dengan perwira polisi lainnya." ujar Allan terlihat sedikit emosional.
Jeffrey mengangguk paham,"Baiklah kalau begitu. Aku ucapkan terima kasih atas informasi anda, Pak." ujarnya lalu mengangkat tangan memberi hormat. Jeffrey barusaja hendak pergi sampai ucapan Allan menahan dirinya untuk pergi.
"Jagalah dirimu. Aku tak ingin kau menjadi salah satu korban dari pembunuh sialan itu." ujar membuat Jeffrey tersenyum tipis mendengarnya.