"Siapa, Chellia?" suara Jeffrey terdengar membuat mereka menormalkan raut wajah masing-masing.
"Entahlah, aku juga tidak mengenalnya." ujar Chellia walau matanya sesekali melirik orang itu. Mendengar hal itu, Jeffrey melangkah mendekati mereka. Lantas tersenyum.
"George! Kau datang diwaktu yang tepat." ujar Jeffrey lalu mempersilahkan orang itu yang tak lain adalah George -- untuk masuk.
"Kau berhutang jawaban atas keberadaan seorang wanita di rumahmu." ujar George pelan membuat Jeffrey spontan tertawa.
"Tenang saja. Apapun pertanyaanmu akan kujawab. Tapi setelah aku mengisi perutku terlebih dahulu." ujar Jeffrey lalu kembali bersuara.
"Ah, apa kau sudah makan? Aku harap kau belum makan." Tanya Jeffrey saat mereka melangkah bersama menuju ke ruang makan.
"Tentu saja belum. Aku baru pulang dari kantor jam 6 tadi. Kau tahu benar, tugasku cukup menumpuk di kantor." ujar George membuat Jeffrey termangut mengerti.
Mereka lalu duduk bersebelahan. Chellia yang mengekori mereka dari belakang duduk dihadapan Jeffrey. Chellia menyajikan masakannya, lalu mengangsurkannya secara bergantian. Mereka menyantap hidangan didepannya dengan tenang.
Akhirnya mereka sudah siap menyantap makanan yang dimasak oleh Chellia. Chellia pamit untuk ke dapur membereskan piring-piring kotor.
Jeffrey mengajak George keruang tamu. George menatap Jeffrey lurus-lurus yang kini tampak santai meraih remote tv dan menghidupkan tv.
"Siapa wanita itu? Mengapa aku merasa wanita itu sangat asing di mataku? Kau temukan dimana?" tanya George bertubi-tubi. Jeffrey mendengus menahan tawa mendengarnya. Sesuai dengan perkiraannya, temannya satu ini tidak bisa berhenti bertanya.
"Namanya Chellia Hornby. Memang asing dimatamu. Karena aku juga baru mengenalnya dua hari yang lalu. Aku menemukannya ditengah jalan saat aku mengendarai mobilku." ujar Jeffrey menjawab pertanyaan George yang bertubi-tubi.
"Mengapa kau mengizinkannya tinggal di rumahmu?" tanya George lagi. Jeffrey terdiam, terlihat seolah berpikir.
"Awalnya aku juga berpikir untuk menyewakan tempat tinggal untuknya. Tetapi setelah kupikir-pikir lagi, tak ada salahnya dia tinggal disini. Dia juga mengurusku cukup baik." jawab Jeffrey membuat George mengangguk paham.
"Kau tak mencurigainya? Maksudku, zaman sekarang orang tidak bisa dilihat dari luarnya saja. Orang-orang sekarang banyak menipu." ujar George membuat Jeffrey menepuk-nepuk pelan pipi George.
"Apa menurutmu wanita sepertinya bisa melakukannya?" tanya Jeffrey berbalik.
George melihat kearah Chellia yang sedang mencuci piring. "Jika dilihat-lihat, wanita itu cantik juga." ujar George lalu menatap Jeffrey dengan mata menyipit.
"Kau mengizinkannya tinggal dirumahmu bukan karena dia cantik, 'kan?" tanya George membuat Jeffrey spontan tertawa.
"Pertanyaan macam apa itu? Yang benar saja. Aku hanya berbaik hati menolongnya." jawab Jeffrey sambil menggelengkan kepala. ia merasa tak habis pikir dengan pertanyaan yang diajukan temannya itu untuknya.
"Kau tahu jelas, perempuan dan laki-laki yang tidak ada ikatan tidak bisa tinggal dalam satu rumah yang sama." ujar George terdengar seperti mengingatkannya. Jeffrey menatap serius George yang kini juga menatapnya serius.
"Aku bukan lelaki brengsek. Kau tahu jelas itu." Balas Jeffrey membuat George akhirnya termangut-mangut mengerti.
"Apa tidak ada bir dirumahmu yang besar ini? Bibirku begitu sangat ingin menyecapnya." Tanya George yang langsung mendapat pukulan dari Jeffrey. George meringis memegang bahunya.
"Berhentilah merusak organ dalammu dengan meminum minuman seperti itu." Jeffrey membuat George memutar bola matanya kesal.
"Kau tahu jelas aku bukan peminum sepertimu. Merokok saja tidak, apalagi minum-minum seperti itu." ujar Jeffrey yang hanya dihadiahi tatapan sinis dari George.
"Baik, Pak Inspektur." ujar George terdengar kesal. Jeffrey bersikap acuh. Toh, ucapannya tidak salah. Jeffrey melirik kearah jam dinding yang menggantung. Jam 9 malam.
"Ini sudah malam. Kau tidak berniat pergi dari rumahku?" ujar Jeffrey dengan tak berperasaannya. George tertegun mendengarnya lantas menunjuk dirinya sendiri.
"Kau mengusirku? Teman terbaikmu?" Tanya George memastikan. Jeffrey mengangguk mantap,"Rumahku bukan tempat untuk bersantai. Jadi, segera pergilah." ujar Jeffrey santai tanpa memperdulikan raut wajah George yang kesal mendengarnya.
"Sialan kau. Awas saja jika suatu saat kau datang kerumahku, aku akan mengusirmu segera." ujar George dengan kesalnya. Jeffrey hanya tersenyum miring.
"Perlu aku ingatkan kepadamu, bahwa aku tidak pernah datang kerumahmu jika bukan kau yang mengajak." ujar Jeffrey santai. George menggertakkan giginya merasa geram dengan temannya ini.
George bangkit dari duduknya."Baiklah, aku pergi sekarang. Lagipula, rumahku tempat bersantai terbaik untukku." ujar George dengan nada sombong. Jeffrey hanya tersenyum menanggapinya.
George melangkah keluar dari rumah Jeffrey. Jeffrey mengekorinya dari belakang.
"Berhati-hatilah. Jangan sampai aku melihatmu terbaring di Rumah Sakit besok." ujar Jeffrey yang langsung dihadiahi dengan 'Jari tengah' oleh George. Jeffrey spontan terbahak.