Izza masih khusyuk berdiri ditempatnya dihukum, yaitu didepan masjid. Matahari sudah mulai menampakkan dirinya dengan sempurna. Membuat peluh mengalir dipelipis Izza.
Detik berikutnya beberapa santri putra dengan almamater OSIP keluar. Ada yang langsung melengos pergi dan ada yang curi-curi pandang kepada Izza ataupun Prilia.
Izza pun mengacuhkan berbagai macam tatapan itu, begitupun Prilia yang masih memijit keningnya.
"Dek," suara bariton itu membuat Prilia menoleh, Izza juga ikut melihat interaksi antara dua manusia itu.
"Eh Kak Ilham," ucap Prilia sambil menampilkan senyuman dibibir yang sekarang menjadi pucat. Ilham adalah Kakak kandung Prilia juga Arini, yang juga merangkap sebagai ketua OSIP santri putra.
"Kamu sakit?" tanya Ilham tepat sasaran. Prilia mengangguk lemah. Memang benar sekarang pusing dikepalanya semakin menjadi juga perutnya yang terasa perih.
"Yaudah sekarang ke UKS ya?" Prilia menggeleng.
"Prilia dihukum Kak." Ilham mengerutkan keningnya. 'Dihukum?'.
"Dihukum kenapa Dek?" Ilham mengambil posisi duduk disamping Prilia sambil menatapnya lembut.
"Tadi Prilia telat Kak, terus dihukum." Prilia mengangkat wajahnya dan menatap Izza. Ilham juga menatap Izza, hingga sepersekian detik tatapan mereka berdua beradu. Dan Izza memutuskan kontak mata itu.
"Sebenarnya Izza juga telat tapi nggak dihukum karena kelas kita beda, terus Izza maksa dihukum juga, ya jadinya gitu," lanjut Prilia.
"Terus ngapain kamu disini?"
"Kepala prilia pusing Kak, jadi istirahat dulu." Ilham mengangguk paham. Lalu menatap jam tangan hitam yang melekat dipergelangan tangannya.
"Kamu dihukum sampai jam sembilan kan?" tebak Ilham, "yaudah sekarang kamu ke UKS ya, dah jam sembilan."
Prilia juga melihat jam tangan silver dipergelangan tangan, lalu mengangguk.
"Prilia ke kelas ya Kak, Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam." Prilia tersenyum lalu berdiri dan menghampiri Izza.
"Za udah jam sembilan," ujar Prilia lemah saat sudah didepan Izza.
"Ohh gitu, yaudahlah ke kelas aja." Izza menurunkan tangannya yang terasa kebas, dan berjalan beriringan bersama Prilia ke kelas.
"Eh itu tadi siapa?" tanya Izza, penyakit keponya mulai menyeruak.
"Itu tadi Kakak kandung Aku," jawab Prilia. Izza tersenyum miris.
"Gue juga punya Kakak," ucap Izza tanpa sadar. Membuat Prilia menatapnya lekat.
"Kamu tadi ngomong apa Za?" tanya Prilia memastikan. Dan Izza baru sadar akan ucapannya.
"Udah nggak usah dipikirin," tukas Izza.
Keduanya berjalan pelan karena sama-sama sudah lelah.
"Lo ke UKS aja, Gue ke kelas, lanjutin pelajaran," ujar Izza saat mereka hampir sampai di gerbang asrama Putri.
"Pelajaran?" Prilia menghentikan langkahnya membuat Izza juga berhenti. Prilia menepuk keningnya.
"Oh iya kitabnya ketinggalan diteras masjid," ringis Prilia menatap Izza merasa bersalah.
Sementara Izza menghembuskan nafas pasrah lalu berucap, "Yaudah Gue aja yang ambil, Lo lanjut ke UKS aja." Prilia mengangguk, lantas Izza berjalan kembali menuju masjid.
Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, mengingat bahwa disana ada buku tulis yang dijadikannya sebagai diary, penampung semua hal tentang dirinya juga keluh kesahnya.
Ia takut ada seseorang yang membacanya, dan ternyata dugaannya benar disana Ilham sedang membawa semua kitab dan buku tulisnya. Dengan cepat Ia berlari menuju Ilham.