“Sejak tinggal di Toronipa, kau terlihat berbeda.” Nada mengejek itu jelas terdengar dari suara Jeffry. Andrew menepis tangan Jeffry sebelum tangan itu sempat meninju bahunya dari belakang. Serangan kekanak-kanakan, sangat bergaya Jeffry.
Selain menjadi asisten fotografer, Jeffry juga sahabat terbaik Andrew. Sifatnya yang ceria seakan mengimbangi keseriusan Andrew. Saking bertolak belakangnya sifat mereka, beberapa klien bahkan menyebut mereka yin dan yang. Jeffry menjadi sisi terang. Sedang Andrew menjadi sisi gelapnya.
Masih usil, Jeffry memanjangkan kepala untuk mengintip apa yang dilihat Andrew di laptop. Beberapa kali Jeffry berdecak saat melihat sosok seorang gadis dalam foto-foto Andrew. Gadis itu memang cantik. Namun mengingat betapa banyaknya foto gadis itu, Jeffry tak yakin apakah Andrew hanya menganggap Sang Gadis sebagai sekadar sebuah obyek foto.
“Siapa dia?”
“Namanya Purnama,” Andrew menjawab acuh tak acuh.
Jeffry mengambil kripik kentang dari kaleng di dekat Andrew lalu memakannya, “Dia fotogenik,” Jeffry berkata dengan mulut penuh.
“Aku juga berpikir begitu.”
Jeffry kembali mendecakkan lidah, “Fotonya bagus karena kau yang memotretnya. Kau adalah Andrew Wong yang sudah mendapatkan pengakuan dalam dunia fotografi Hong Kong. Banyak model senang bekerja sama denganmu, meski kau sangat keras kepala dan pemilih.”
“Omong kosong,” senyuman misterius itu kini hadir di wajah Andrew, “Mereka semua yang terlalu membesar-besarkan.”
Jeffry tertawa, “Setidaknya kau memiliki hal yang membuatmu senang. Memiliki bakat dan hobi itu bukan hal yang salah, bukan?”
“Aku hanya melakukan hal yang aku sukai,” Andrew akhirnya tersenyum, “Fotografi adalah satu-satunya penghiburku. Setidaknya sampai kini.”
Jeffry tahu kepedihan Andrew di dalam ucapan itu. Bertahun-tahun dalam pasang surut pertemanan membuat mereka saling mengenal cukup dalam. Andrew tahu semua masalah Jeffry. Begitupun Jeffry tahu semua kisah masa lalu Andrew yang kelam. Termasuk sejarah keluarga Wong yang tak jauh-jauh dari bisnis perjudian, narkoba, dan senjata tajam.
Ibu Andrew—Sandra menikah dengan salah satu ketua triad terbesar di Hong Kong. Hanya beberapa orang yang tahu, Wong Fu-kuan bersedia menerima Andrew karena satu pengkhianatan fatal.
Jeffry juga akhirnya terseret dalam kekuasaan Wong Fu-kuan. Hubungannya dengan Andrew membuat Wong Fu Kuan menjadikan Jeffry sebagai pengawas Andrew. Kali ini pun, Jeffry diperintahkan untuk segera membawa Andrew kembali ke Hong Kong.
“Bagaimana menurutmu, Jeff?” rupanya, perhatian Andrew saat itu masih terarah pada gadis di dalam foto, “Aku menyukainya. Dia fotogenik dan sederhana.”
Andrew menopangkan kedua tangan di bawah dagu, masih memperhatikan Purnama, “Aku ingin membawanya ke Hong Kong.”
“Astaga, Andrew!” Jeffry kontan melotot, “Sadarlah! Kau bisa menemukan gadis seperti ini di mana pun!” Jeffry berkata, lebih kepada takut kepada kemarahan Wong Fu Kuan. Apa yang akan tuan itu katakan jika Andrew terlambat pulang hanya karena seorang gadis?
“Dia berbeda, Jeff. Cantik, kan? Padahal gadis ini buta. Tapi dia bisa membuat sebuah foto menjadi indah.”
“Kau gila!”
“Aku akan mengajaknya ke Singapura, atau Amerika untuk menyembuhkannya,” Andrew berkata tenang.
“Apakah ini pelampiasan karena kau kecewa dengan ayahmu?” Mata Jeffry menyipit curiga, “Seharusnya saat itu aku langsung mengajakmu pulang. Bukan menuruti keinginanmu, kalau perlu ke ujung dunia itu.”
“Aku senang disini.”