Love In The Ocean

Ayu S Sarah
Chapter #6

Hantu Kota

Sagara seperti hantu, sosoknya terus-menerus muncul dalam pikiranku, ada dorongan dalam diriku yang begitu mengebu ingin mencarinya. Dan akhirnya hantu itu menampakan wujudnya.

Bukan hari yang buruk. Hari tanpa awan kelabu di penghujung bulan November, di tengah ramainya taman dari kejauhan seorang laki-laki tersenyum akrab ke arahku. Seraya makin mendekat, raut wajahnya semakin jelas.

“Sagara.” Panggilku hampir berteriak, bibir ini mengembangkan senyum, melihatnya mengapa membuat hatiku berbunga.

Dia tertawa, pasti karena tingkah lakuku. “Al Meera.” Panggilnya.

“Sagara, yang benar saja.” Pikirku, kenapa bisa bertemu dengannya di tempat yang tidak pernah terpikirkan olehku dari sekian banyak tempat. “Untung saja kamu tidak meneriakiku, haha…” ujarku mengingat-ingat obrolan kita di pesannya, yang akan meneriakan namaku kalau bertemu lagi denganku.

Dia kembali tertawa. “Sedang apa kamu di sini?” tanyanya.

Hari ini aku sengaja memutuskan mengambil jatah cuti yang masih tersisa banyak, aku merasa perlu mengisi baterai sosialku[1]. Terkadang menjadi seorang introvert, jumlah energi lebih cepat habis kalau terlalu sok asyik menghabiskan waktunya dengan banyak orang seperti di kantor, kelelahan mental dan emosional sampai-sampai berpikir terbebani oleh interaksi sosial di dunia yang terlalu berisik ini. Pada saat seperti ini, aku hanya ingin melakukan aktivitas sendirian, apapun kegiatannya.

Oleh karena itu, secara acak aku memilih tempat ini karena ada bangku tamannya. Sagara lagi-lagi tertawa mendegar alasanku bisa tersesat sampai berakhir di taman ini.

“Kamu tersesat cukup jauh.” Ucapnya.

“Tidak juga.” Kataku.

Rasa penasaranku muncul, sedang apa dia di sini, tapi sebelum aku mencoba mencari tahu, dia dengan sukarela menjelaskannya. “Aku tinggal dekat sini. Kamu lihat rumah yang ada di ujung jalan itu.” Tunjuknya, mataku tidak lepas dari sosoknya. “Nah, tidak jauh dari sana, lewati tiga rumah, di situ aku tinggal.” Sambungnya dan mulai mengambil posisi setengah duduk menghadap ke arahku.

Sagara memandangiku, matanya menemui mataku, menatap tajam, seolah sedang mencari-cari makna dari sebuah pertemuan yang kembali terjadi secara kebetulan. Saat kuperhatikan sepasang jernih bola matanya, aku tersadar, ternyata warma matanya bukan hitam, melainkan coklat. 

“Oh…” kataku. Aku mencoba memperbaiki posisi dudukku, terlalu canggung membuatnya setengah duduk agar bisa saling berhadapan. Aku bergeser, dia menyadarinya dan akhirnya duduk di sampingku, posisinya miring tetap menghadap ke arahku.

“Jadi apa kegiatanmu?” tanyanya.

“Aku butuh udara segar, tempat untuk melamun, mencari ilham haha… aku teringat pernah lewat jalan ini, jadi kuputuskan untuk berhenti di sini, ternyata asyik juga.” Jelasku.

“Kamu lucu sekali.” Cetusnya sambil tersemyum.

“Apa yang lucu dariku?” pikirku.

Btw, kenapa kamu butuh udara segar?” tanyanya lagi.

Aku menghadap depan dan mendesah perlahan. “Entahlah. Aku sedang merasa bingung mau diapakan hidupku ini.” Jawabku.

“Apa kamu selalu mengutarakan yang ada di pikiranmu?” tanyanya lagi.

“Tidak kepada setiap orang.” Jawabku melesat begitu saja tanpa pikir panjang. Tunggu, sambil mempertanyakan apa artinya Sagara bukan sembarang orang, sampai aku bisa dengan mudah mengungkapkan pernyataan berbau pribadi.

Rasa penasaranku kembali muncul. “Pernahkah kamu merasakan hal sama sepertiku?”

“Terkadang aku bingung, tapi mungkin tidak pernah sebingung yang kamu rasakan, selebihnya aku tidak melanjutkan memikirkannya, hahaha…” katanya sambil tertawa terbahak-bahak.

“Terkadang memang perlu sesantai itu.” Tukasku.

“Apa kamu tertarik jika aku mengajakku ke daerah atas kota?” tanyanya.

“Hah? Kapan?” 

“Sekarang.” Katanya.

Lihat selengkapnya