Di suatu pagi yang kelabu. Entah apa yang merasuki pikiranku pagi ini, di tengah kabut yang menggantung di benakku, aku memutuskan satu hal ; mengakhiri hubunganku dengan Sagara Haddi.
Tanpa ragu, aku meraih ponsel dan membuka aplikasi pesan singkat. Namanya segera kutemukan – Neel Surya. Seseorang yang akhir-akhir ini kembali hadir dalam hidupku, dan untuk alasan yang entah bagaimana, membuat segalanya terasa lebih hangat.
Al Meera : Neel, bisakah kamu menemaniku?
Tidak butuh waktu lama, Neel menjawab bahwa dia akan datang. Sebenarnya, aku merasa tidak enak – seolah menjadikannya pelarian atau boneka beruang besar tempat aku menumpahkan kesedihan. Tapi aku juga tahu, aku berhak bahagia.
Saat Neel kembali ke Bandung dan muncul lagi dalam hidupku, ada kehangatan yang berbeda, bukan seperti yang pernah kurasakan bersama Sagara – yang membakar dan menggebu – melainkan hangat yang lebih lembut, lebih tenang. Seperti sinar mentari pagi yang menyentuh kulit perlahan. Duniaku yang sebelumnya kusam, kini terasa sedikit lebih tenang.
Sagara Haddi adalah bagian dari mimpi indah, yang kemudian berubah menjadi mimpi buruk – gelap dan menyesatkan. Sementara Neel, menawarkan tawa dan rasa aman.
Kami bertemu di Kreetenbrood – tempat semuanya bermula. Kali ini, aku berharap, juga menjadi tempat semuanya berakhir.
Aku datang lebih awal. Saat Sagara datang, aku menyapanya, “Sagara”.
Dia tersenyum, terlihat ceria. Belum tahu maksud dari pertemuan ini. Kami bicara ringan, bertukar kabar, seolah dua orang asing yang pernah saling mencintai.
Lalu aku mulai membuka pembicaraan. “Sagara, ada yang ingin aku katakan. Sudah lama aku ingin mengatakannya, tapi selalu terasa begitu sulit.”
Dia menggenggam tanganku, dan berkata dengan lirih, “Aku mencintaimu, Al Meera.”
Separuh diriku masih tergila-gila adanya, tapi separuh lainnya – yang harus sadar diri – tahu ini saatnya pergi.
“You stole my line.” Kataku dengan senyum getir.
“Maaf.” Balasnya pelan sambil tersenyum.
“Aku juga mencintaimu…” aku terdiam sejenak, menarik napas panjang, lalu melanjutkan, “Tapi…”
Sagara memotong, “Tapi?”
“Tapi, karena aku mencintaimu, aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Aku belum siap, tidak, aku tidak mau menanggung semua konsekuensinya. Bahkan kalaupun aku melanjutkan hubungan ini, aku melakukannya untukmu, bukan untukku.”
“Aku tidak mengerti, Al. hubungan ini bukan hanya tentang aku, tapi tentang kita berdua.”
“Aku tahu. Dan aku percaya banyak hal indah bisa kita jalani bersama, tapi lagi-lagi…” ucapku sambil menghela napas.
“Kita bisa cari jalan keluarnya.” sangahnya.