Ada empat kertas di hadapan Ano dan tertulis pasal-pasal dalam kontrak. Ia punya 20 menit untuk membacanya. Sungguh tega memang kapitalisme sampai memberi sarat sebegini banyak dalam bekerja, padahal belum tentu bisa dapat karyawan di zaman silent time ini. Ano pun, mencoba membaca dari pasal ke pasal dengan perlahan namun, terhenti di pasal 57 yang berbunyi.
Pasal 57
a.Karyawan yang terinfeksi wajib melakukan isolasi selama 14 hari dan tetap berkewajiban untuk menyelesaikan semua tugas secara daring.
b.Serta masa isolasi tetap dihitung sebagai jam kantor biasa.
Tanpa ragu langsung saja Ano tanda tangani keempat kontrak kerja di hadapannya. “Beres, yang penting bisa gajian,” ucapnya dengan penuh keyakinan lalu melirik ke luar ruangan mencari HRD.
Gerak-gerik mencurigakanya nampak berbuah sebab, HRD yang melihat langsung datang masuk ke ruangan. Ia mengambil kontrak kerja dan memastikan semuanya sudah di tanda tangan. “Ada yang ingin ditanyakan?” pada Ano.
“Makasih, saya sudah mengerti semuanya,” balasnya. Padahal dalam hati Ano berkata, “tentu tidak! Baca pasalnya saja cuma sampai nomor 57.
Mendengarnya, HRD pun tersenyum kemudian mengajak Ano untuk berkeliling kantor. “Baiklah kalau begitu ikut saya.”
***
Mereka melewati beberapa cubicle dimana semua orang terlihat sibuk dengan smart screen sementara bunyi ketikan keyboard jelas terdengar menguasai devisi ini.
“Ini redaksi, dimana semua berita yang muncul di berbagai feed sosial media, portal berita sampai televisi akan disaring. Ingat moto kita, fast and reliable news tidak ada hoax yang bisa lolos dari sini,” tekan HRD tersebut, kemudian menarik seorang perempuan berkacamata yang berusia sekitar 30an dari cubiclenya. “Sisca, perkenalkan recruitment baru kita.” Ia mempersilahkan Sisca untuk menyalami Ano.
“Rosano tapi, panggil saja Ano.” Sambil menjabat tangan Sisca.
“Divisi apa?” balas Sisca.
“Public relation di bawah digital marketing .”
Sisca melihat dari kaki sampai ke rambut lantas berkata “Pantas dan welcome to the club, semoga betah.” Ia kemudian mendekat dan berbisik, “tapi, kalau devisi selain redaksi sih seperti bakal betah-betah saja.”
***
Selanjutnya mereka pindah satu lantai ke atas, orang-orang di sini berpakaian amat sangat rapi dan mereka terlihat santai. Yang menarik perhatian Ano adalah, dua perempuan yang sedang minum kopi sambil memperhatikan handphone. Mereka mengenakan board intrecciato leather Bottega Veneta, sepatu itu sudah ada di keranjang akun Pret a Porter Ano selama bertahun-tahun tanpa bisa di checkout.
“Bu Miles ada anak baru,” panggil si HRD.
Seorang perempuan jangkung berdiri dari balik meja dan menghampiri. Ia mengenakan kemeja cream yang dipadukan dengan blazer shade blue dan short skirt, lagi-lagi yang menarik perhatian mata Ano adalah, penampakan marcela 85 Jimmy Choo yang menghentak setiap kali dia melangkah. “Miles, head of marketing department, ” katanya dengan amat sangat anggun.
Ano langsung membalas, “Rosano public relation.”
Bu Miles menunjuk kemeja Ano. “Nice, I love your white chiffon shirt. Kita nanti bakalan sering kerjasama.” Dan menjulurkan tanganya.
“Siap Bu,” kata Ano. Ia sadar perempuan ini high maintenance sebab, saat berjabat tangan, kulit Bu Miles terasa bagai kain sutra dan kukunya berkilauan seperti berlian.
***