Ano melempar sepatu ke pojokan lemari dan merebahkan diri sofa, kombinasi bertemu Pak Divo plus segudang pekerjaan yang diberikan via email bukanlah hal bagus. Sulit baginya untuk berkonsentrasi setelah melihat dan bertemu cowok seperti itu. Ia Menatap langit-langit sembari ditemani kehampaan, lambat laun mendorongnya untuk mengeluarkan smartphone dan menekan video call.
Suara melengking langsung mengisi kehampaan rusun. “Ano my girl!”
“Kamu lagi dimana?” tanya Ano saat melihat Devi masih dengan setelan kantor.
“Habis ngurus client getuh dah,” jawabnya sambil memijit keningnya. “Kamu sudah balik? Cerita dong tentang kantornya.”
Tanpa sadar Ano mengacak-ngacak rambut ketika bercerita. “Beneran sama sekali tidak bisa konsentrasi tadi di kantor.” Dan Devi terlihat langsung bingung, di layar smartphone, Ano pun kembali menerangkan, “tadi pas ketemu head of department langsung linglung, beneran aku tidak tahu harus ngapain?”
“Maksudnya ngeblank? Masa sih, memang kamu lagsung disuruh ngerjain apa?” tanya Devi.
Ano menggoyangkan jari telunjuk di depan layar, “bukan Dev tapi, headnya cowok dan ganteng mampus.” Spontan gambar di layar smartphonenya langsung goyang sebab, Devi nampak berlari ke sebuah pojok jalan yang terang. “Kamu ngapain sih,” heran Ano.
“Cepetan kasih tahu namanya siapa?” desak Devi sambil grasak-grusuk mengambil sebuah smartphone lainnya dari dalam tas. “Aku mau cepuin head kamu.”
Ano memaklumi semangat sahabatnya, lagipula siapa yang tidak mau dengan cowok di masa seperti ini. “Namanya Divo tapi, nama lengkapnya sebentar.” Ano mengambil tab pemberian kantor dan mengecek email dan membaca alamat email yang diterimanya tadi. ”Divo Putra Perdana.” Kemudian teriakan suara Devi terdengar sampai keluar kamar rusun, beruntung ini zaman jarang orang kalau tidak sudah pasti teriakan itu bakal mengundang massa. Ano kaget melihat Devi nampak histeris, “memangnya kenapa sih?” herannya.
“OMG! Divo!” teriak Devi.