Ada sekitar sebelas campaign yang pernah dilakukan perusahaan ini, selama dua tahun ke belakang. Dengan amat hati-hati Ano memperhatikan semua variabel di reportnya, memilah-milih mana yang paling cocok untuk tahun ini. Sesekali matanya melirik ke arah jam,memastikan ia masih punya banyak waktu untuk mendapatkan campaign yang pas sebelum Pak Divo datang. Sesungguhnya Ano pun tidak tahu apakah, ia akan bertatap muka lagi dengan Pak Divo atau meeting online.
Berbagai kalkulasi dilakukan oleh Ano, mengamati setiap hasil campaign. Sampai perhatiannya tertuju pada #menemani sebuah kata yang sederhana namun, mengena untuk situasi seperti saat ini. Ia melihat variable lain seperti, traffic dan engagement, sayangnya campaign #menemani tidak begitu kencang. Intuisi Ano mengatakan campaign #menemani adalah yang paling pas sementara, data-data yang tersedia menunjukan tidak. Otaknya mulai berpikir keras, terhadap variabel yang terpampang di hadapannya, memecah celah-celah kecil penyebab kegagalan campaign ini.
Perhatiannya teralihkan saat pintu lift terbuka dan Pak Divo berjalan memasuki ruangannya. Saat itu juga hati Ano mulai berdegup kencang, ia mengambil napas panjang menenangkan dirinya. Kemudian bergegas mengambil pheromone block dari tasnya dan mengoleskan ulang sebanyak mungkin ke kening dan leher. “Ingat love addiction hanya terjadi kalau tidak biasa,” gumamnya.
Sebuah mail chat masuk dan Pak Divo mempersilahkan Ano untuk ke ruangannya. Ano mengantungi satu buah pheromones block di saku depan. Ia menyemangati dirinya dengan berkata, “kamu pasti bisa Ano!”
***
Seperti biasa Pak Divo duduk di kursinya namun, kali ini ia memakai jaket kulit yang justru malah menambah pesonanya. Ano dengan hati-hati menaruh laptop dan duduk berhadapan, ia tidak pernah melihat Pak Divo berbalut jaket kulit dan sekalipun terlihat keren, efeknya jauh berbeda dari pada kemeja slimfit dengan tiga kancing terbuka, ini lebih aman baginya.
“Jadi bagaimana Ano?” tanya Pak Divo.
“Iya Pak, saya sudah menemukan campaign yang pas,” jawab Ano pelan.
Pak Divo tersenyum lepas. “Bukan maksudnya apakah ini sudah aman bagimu?” Pak Divo menunjuk stylenya pagi ini.
Ano sedikit tersipu saat mendengarnya, tidak menyangka Pak Divo sampai rela berganti style hanya demi dia. “So far aman Pak, cuma nambah keren saja sedikit,” jawabnya.
Sekali lagi, Pak Divo tersenyum. “Terima kasih dan kamu boleh present sekarang.”
“Baik Pak, jadi campaign yang saya pilih adalah #menemani. Kenapa saya memilih campaign ini? Pertama menurut saya kata ‘menemani’ relevan dengan situasi dan kondisi sekarang dan terdengar amat sangat familiar,” jelas Ano.
Kepala Pak Divo mengangguk saat mendengar penjelasan Ano. “Lalu kenapa dulu campaign ini tidak berhasil?”
“Pertama, campaign ini di blast pada Febuari 2022 yakni, masa pembersihan dimana semua orang masih membangun hidup mereka dari gelombang kedua. Lalu communication funnelnya pun salah, banyak konten yang tidak relevan dengan keadaan membangun kehidupan pasca gelombang dua,” jelas Ano sambil sesekali melihat Pak Divo yang nampaknya sedang mencerna semua penjelasanya. Sampai saat ini Ano tidak merasakan apapun, entah karena pheromone block atau memang jaket kulit itu. Terus terang saat ini Pak Divo terlihat seperti macan kampus, berandalan bermotor yang menjadi idola setiap fakultas. Ia melanjutkan menjelaskan rencananya, “untuk tahun ini, saya punya rencana mengcover campaign ini menjadi #menemani dimana semua berita dan konten kita akan jadi teman yang menemani orang-orang yang kesepian.”
Mata Pak Divo memicing kemudian diikuti dengan sebuah senyuman. “Saya suka itu, menjadikan brand kita bagian dari kehidupan orang-orang di masa ini, kamu brilian Ano.” Lalu memberi tepuk tangan. "Untuk seorang fresh graduate skillmu luar biasa, kau mengerti reach, engagement, key opinion leaders."
“Terima kasih banyak Pak,” balasnya Ano dengan malu dan menyembunyikan wajahnya di balik layar laptop. "Tidak banyak yang bisa dilakukan di zaman silent time ini. Dari pada berdiam diri saja, saya memutuskan untuk mempelajari digital marketing secara otodidak." Ia pun bersyukur sampai saat ini tidak terjadi apapun, semuanya bisa dijelaskan dengan baik.
Pak Divo terlihat seperti berpikir, mempertimbangkan apakah Ano sudah cukup kuat untuk didekati. “Saya mau kita bekerja dari dekat, setiap langkah dan strategi campaign ini saya mau kita lakukan bersama.”
“Siap,” kata Ano.