Love In The Time Of Pandemic

waliyadi
Chapter #10

Bab 10

Ano menghabiskan berjam-jam untuk memilah-milih ratusan akun influncers, di zaman seperti ini ternyata tidak mudah mencari seseorang yang dikenal tapi, punya kredibilitas dan image bersahabat demi campaign #menemani. Rata-rata influncer makro tidak pas sebab, konten mereka sama sekali tidak terlihat seperti orang yang kesepian dan ditambah sarat harus seorang KOL. Sementara Pak Divo membuat estimasi budget dari rancangan campaign Ano, mereka sharing Trello akses sehingga masing-masing tahu progress

Mail chat Pak Divo meminta Ano untuk masuk ke ruanganya dan Ano pun bergegas masuk tidak lupa membawa laptopnya. Pak Divo nampak serius memperhatikan macbooknya dan ia kembali memakai kemeja slimfit dengan lengan tergulung. Ano menelan ludah dan mengingat kalau ia sudah memakai pheromone block, menyakini dirinya sudah terbiasa. 

“Bagaimana dengan list influencernya?” tanya Pak Divo tanpa melihat ke Ano.

“Saya sudah mendapatkan beberapa orang dengan image yang pas namun, masih cukup sulit mencari KOL yang pas,” jawab Ano.

 Pak Divo mengangguk. ”Ok dan apakah 10 influencer cukup?”

“Setidaknya butuh 20 influencer dan 10 KOL agar campaign ini berjalan sebagaimana mestinya. 20 influencer dengan image yang pas bisa membuat viralitas hashtag dan konten tapi, untuk engaging audience to conversation hanya KOL yang bisa melakukan itu,” jelas Ano.

Pak Divo menutup macbooknya seraya bertanya. “KOL seperti apa yang kita butuhkan?”

“Seseorang yang related dengan keadaan saat ini dan mempunyai public thrust karena, kita adalah media company,” jelas Ano.

Pak Divo menyilangkan kakinya dan merebahkan tubuh di kursi. “Orang related dan dipercaya semua orang?” ulang Pak Divo.

Ano langsung mengangguk. “Orang-orang yang related dengan gelombang kedua namun, dikenal ahli dibidangnya seperti dokter, virologi dan peneliti.”

Jari Pak Divo mengusap dagu dan keningnya berkerut. “Seseorang sepertimu Ano tapi, ia harus dikenal banyak orang dan punya kredibilitas.” Pak Divo memejamkan matanya kemudian, “Aku mau kamu list semua publik figur kategori mom and family lalu dokter dan pemerhati sosial yang kehilangan keluarganya ketika gelombang kedua. Mereka adalah KOL kita, related dan punya kredibilitas untuk membawa pesan campaign kita.”

“Baik Pak,” sahut Ano seraya menambah catatan to-do note laptopnya.  

“Untuk saat ini itu saja dan info saya kalau sudah ada listnya.”

“Siap Pak Divo,” balas Ano kemudian keluar ruangan dan kembali ke mejanya. Mencari influencer bukanlah perkara sulit sebab, mereka mudah ditemukan dengan hanya berbekal jumlah follower namun, mencari KOL dengan kriteria tertentu adalah hal yang sulit. Memangnya berapa influencer dan KOL yang masih hidup saat ini? Sekalipun instagram Ano mengikuti 1K orang lebih, butuh satu sampai dua hari agar feednya mampu menampilkan konten baru. Saat dirinya tengah sibuk berselancar di dunia maya, sebuah pesan masuk.

“Ano nanti 15 menit sebelum balik ketemu di toilet yah?” 

Mata Ano memicing, mengamati pesan dari Tanti. Ia mencoba memahami untuk apa? Harus hadir di toilet 15 menit sebelum jam pulang. ”Buat apa Tan?”

“Buat ganti baju sama dandan, jangan lupa hari ini kita ke roof top buat nonton futsal kalau, pas jam balik pasti rame toilet dipake semua perempuan sini,” jelas Tanti.

Seketika Ano sadar kalau ia sudah mendapatkan seat untuk menonton futsal hari ini, pandangannya beralih pada tas yang berisi dress simple. Ia tidak tahu harus pakai apa ke pertandingan futsal, seingatnya tidak pernah orang melihat futsal dengan party dress dan berdandan. “Ok Tanti, bentar lagi turun nih.” Balasnya.

Lihat selengkapnya