Love In The Time Of Pandemic

waliyadi
Chapter #21

Bab 21

“Itu Bahrun, dia memang suka dangdut,” kata Dokter Winarto sambil membawa nampan. “Silahkan diminum.” Tunjuknya pada dua buah gelas berisi teh manis yang baru saja ditaruhnya, kemudian kembali duduk dengan tersilang.

Ano dan Divo kembali ke kursi, masing-masing mencicipi teh manis panas yang malah menambah gerah suasana. Kedua saling melirik, mengisyaratkan untuk segera bertanya mengenai apapun yang mereka lihat. 

“Maaf Dok, ada apa dengan Bahrun yah?” tanya Ano sambil terus memegang gelasnya.

Dokter Winarto terlihat amat santai sekalipun raut cemas jelas sekali menghiasi wajah Ano. “Bahrun itu survivor gelombang kedua, saya yang angkat bola matanya karena sudah rusak kena virus.”

“Tapi, saya juga survivor gelombang kedua Dok.”

Dokter Winarto menunjuk Ano dengan kacamatanya. “Tentu saja kamu survivor yang diselamatkan oleh pemerintah bukan! Sementara, orang-orang yang terinfeksi dibiarkan bertahan sendiri dan orang-orang yang berada di pinggiran Jakarta seperti ini, mau bertahan bagaimana caranya? Pergi ke Pukesmas? Tentu tidak, mereka bertahan dengan seadanya dan Bahrun adalah hasilnya.”

“Termasuk anak kecil yang tadi kami lihat di warung perempatan gang?” 

“Betul sekali anak muda,” puji Dokter pada Divo. “Ada banyak penduduk Kali Anyar selamat namun, dengan efek samping. Itu sebabnya pemerintah pasang police line di setiap pintu gang, supaya tidak ada orang yang masuk dan melihat mereka,” tegasnya.

Ano menaruh gelasnya yang sudah setengah kosong sebab, mendengar penjelasan Dokter Winarto butuh sesuatu untuk menenangkan diri sekalipun itu teh manis panas di hari yang panas. “Kenapa pemerintah mau menutupi orang-orang ini?”

“Pertanyaan yang bagus nona Rosa semenjak melihat kamu di bawah tadi, saya sudah yakin nona Rosa ini orang yang cerdas. Kenapa pemerintah mau menutupi Bahrun dan teman-temannya?” ulang Dokter Winarto. “Coba kamu pikirkan apa yang akan terjadi kalau, dunia tahu ada orang-orang ini?”

Ano dan Divo kembali saling lirik, keduanya berharap salah satu dari mereka bisa menjawab pertanyaan Dokter dengan tepat. Namun, keduanya malah memberikan gelengan kepala.

Dokter Winarto langsung menunjukan jari telunjuk. “Satu, semua orang panik dan chaos akan terjadi lalu orang-orang yang tersisa akan pergi kota Jakarta. Kedua, seluruh dunia akan memberikan travel warning kalau sampai tahu efek virus varian lokal ini, dari manusia sampai barang-barang dilarang masuk maupun keluar dan ekonomi akan kolaps. Terakhir, pemerintah tak akan punya resources untuk melawan gelombang yang akan datang, yakni gelombang-----.”

“Tunggu,” potong Divo, ”masih akan ada gelombang ke tiga?”

Lihat selengkapnya