Belum lima menit Ano duduk di mejanya, ia mendapatkan pesan dari Sisca yang semua kata-katanya menggunakan huruf kapital. Ano pun segera turun dan menemui Sisca di ruang meeting redaksi dari huruf kapital dan raut wajahnya, menyiratkan kalau ini bukan berita bagus.
“Apakah ini sesuatu yang penting?”
“Tutup pintunya,” perintah Sisca. “Aku dapat info dari kontributor, ada kluster baru di apartemen Rasuna Sahid.”
Ano langsung teringat, iring-iringan mobil tadi malam. “Tadi malam aku melihat ambulan dan beberapa mobil Kemenkes lalu ada barikade dekat Bundaran HI.”
“Pantas!” kata Sisca sambil menggebrak meja. “Alasan kenapa aku panggil kamu adalah ini.” Menunjukan rekaman beberapa orang terlihat dibawa paksa menggunakan baju hazmat di handphonenya.
“Mereka melakukan pembersihan apartemen Rasuna Sahid.”
“Tempat itu kosong sekarang,” ujar Sisca dengan nada sedikit bergetar. “Aku sudah memonitor semua berita semenjak tadi malam, tidak ada satupun yang memberitakan hal ini.” Menunjuk handphonenya lalu mengambil dan memasukan ke dalam kantung baju. “Jika kita beritakan ini, ditambah dengan sudah adanya hipotesa Dokter Winarto. Kamu bisa tebak apa yang akan terjadi?”
“Pertama, pemerintah pasti sudah mengawasi semua media, apakah First News masih bisa diakses?”
Sisca mengambil remote dan menyalakan monitor lalu membuka website firstnews.com tidak ada masalah tapi, ketika hendak membuka semua konten mengenai Dokter Winarto yang muncul adalah, page not found. “Semua sosial media kita diretas dan konten-konten Dokter Winarto dihapus,” jelasnya.
“Aku yakin orang-orang sudah merasa heran kenapa semua konten Dokter Winarto menghilang yang perlu kita lakukan adalah, menghubungi group kita di luar Indonesia dan up berita ini lewat mereka. Pemerintah tidak punya akses untuk memblok media luar. Kita mulai dari First Media Malaysia dan First Media Singapur lalu semuanya akan menyebar dengan cepat dari sana.”
“Bagaimana dengan yang kedua?”
“Kedua, adalah kekacauan tapi, itu tidak akan terjadi dengan jumlah penduduk yang sedikit. Yang ada, orang-orang akan melarikan diri lalu akan ada lockdown.”
“Kau ingat aku pernah bilang saat gelombang kedua, pemerintah sudah tahu namun diam?” tanya Sisca dan setelah melihat Ano mengangguk. “Aku merasa ini adalah hal yang sama, dengan penduduk yang tersisa harusnya mereka melakukan sesuatu bukan malah membungkam media.”
Ano bingung dengan hal ini, ia sama sekali tidak mengerti baginya pemerintah sudah menyelamatkannya, memberi rusun dan menghidupinya tapi, Ano pun sadar jika tidak ada berita ataupun informasi akan terjadi gelombang kedua. Lalu teringat kata-kata Dokter Winarto saat berada di rumahnya. “Mungkinkah pemerintah sudah tahu hipotesa Dokter Winarto bahwa, semua ini adalah cara bumi membersihkan diri. Jadi tidak ada gunanya melawan karena semua yang tersisa ada hasil seleksi alam.”
“Seleksi alam?” ulang Sisca. “Kamu pikir para bedebah yang makan gaji dari pajak kita, selamat dari gelombang kedua karena apa?” diam sesaat memberi kesempatan bagi Ano untuk menjawab namun, yang bersangkutan terlihat bingung. “Alih-alih membuat peringatan akan datang gelombang kedua, para bedebah itu sibuk membawa keluarga mereka untuk sembunyi di berbagai tempat isolasi. Mereka tidak peduli dengan kita Ano, mereka hanya menyelamatkan diri sendiri.”