Erickson melangkah melewati khalayak yang tengah mengobrol di meja sebuah lounge elit yang masih ramai meski waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia tak menyadari para wanita di sana yang melirik ke arahnya dengan tatapan kagum dan tersipu sejak ia menampakkan dirinya. Bagaimana tidak, ia bak seorang model yang tengah berjalan di atas panggung runway. Tubuh yang tinggi, pupil yang berwarna biru membuat orang yang menatap seakan tengah melihat langit indah di hari yang cerah, pahatan hidung yang terbentuk sempurna serta kulitnya yang putih memberikan impresi yang elegan pada dirinya. Dengan setelan jas pas badan berwarna hitam yang terpasang rapi di tubuhnya menambah kesan mencolok diantara banyaknya manusia yang berada di sana.
Tak butuh waktu lama untuknya sampai di ruang VIP yang menjadi tujuannya sejak awal. Ia segera dihadapkan dengan dua pria yang tengah bergurau di sana. Bersama dengan dua botol wine tergeletak di meja yang isinya telah habis tak bersisa entah sejak kapan.
Mereka serempak menoleh saat Erickson membuka pintu. Salah satu pria bernama Rino berdiri menghampiri Erickson lalu merangkulnya dengan ramah. Bau wine dalam sekejap memenuhi indera penciuman Erickson. Padahal janji temu mereka benar jam sembilan, namun menengok dua botol wine yang telah punah isinya, sepertinya mereka berdua sudah di sini lama sebelum dirinya.
"Bukankah kita harus membahas pekerjaan? Tapi kalian malah mabuk?" Erickson menyingkirkan tangan Rino dan memandangnya malas.
"Ayolah, kami tidak mabuk. Kami hanya bersantai sambil menunggumu datang." Pria satunya menyangkal.
Rino menyeka sisa wine yang berada di sudut bibirnya. "Arza, kau panggil mereka." Ia kemudian menarik Erickson untuk duduk di sebelahnya.
Arza memanggil beberapa wanita untuk masuk ke dalam ruangan mereka. Erickson menghela napas —tak suka dengan keadaan ini—. Banyak hal yang lebih penting baginya saat ini, namun kedua pria di depannya yang merupakan anak dari teman bisnis ayahnya itu juga merupakan investornya. Tak mungkin ia menunda event perusahaannya hanya karena kelakuan kedua pria itu. Meski mereka tampak seperti anak manja yang nakal tapi mereka juga punya andil dalam pekerjaannya.
Satu per satu wanita masuk ke ruangan. Alis Erickson bertaut. Muak melihat para wanita di depannya yang berpakaian minim itu memiliki sikap yang sama, mencoba sebaik mungkin terlihat menggairahkan. Pemandangan itu sudah menjadi tontonannya hampir setiap hari.