Love Is Him

SavieL
Chapter #7

.: Salah Jatuh Cinta :.

Sejak pertemuan di kantin kampus, hubunganku dan Oscar berkembang menjadi lebih dekat. Dan berkat kehadiran Oscar, aku mulai menyadari perasaan seperti apa yang selama ini kumiliki terhadap Ivan.

Bila diingat lagi, Ivan memang bukan tipe pria idamanku, karena aku tidak menyukai pria yang cuek dan kaku seperti dirinya. Mungkin selama ini aku hanya penasaran. Aku hanya terkesan dengan cara pikirnya dan caranya menyelesaikan masalah. Aku hanya tertarik dengan kepribadiannya. Namun bukan dia pria yang kuharapkan dalam hidupku. Melainkan pria seperti Oscar.

Ya, Oscar.

Oscar yang perhatian, Oscar yang lembut dan baik. Pria seperti itulah yang aku harapkan. Pria yang seperti papa. Aku bersyukur, karena telah dipertemukan dengannya. Kini, Oscar lebih banyak menghabiskan waktu bersamaku. Ia tidak keberatan mengantar jemput aku ke kampus, di sela-sela kesibukannya. Ia juga mau menemaniku menonton konser. Ia bahkan mengajakku menonton acara sirkus yang selama ini ingin kusaksikan.

Oscar adalah pria yang penuh kejutan dan romantis. Aku beruntung bisa mengenalnya, dan menjadi seseorang yang berjalan di sampingnya ketika memasuki kampus. Kini, kemana pun aku pergi semua mata memandang iri padaku. Aku yakin, sekarang aku adalah musuh terbesar para wanita di kampus.

Hal lain yang berubah sejak ada Oscar adalah, pikiranku tentang Ivan perlahan mulai hilang. Terkadang dia masih datang dalam mimpiku, namun tidak sesering dulu. Lama kelamaan wajahnya pun mulai samar dalam ingatanku. Sedikit demi sedikit, aku mulai melupakan pria menyebalkan itu.

“Lagi memikirkan apa?” Oscar menyadarkanku dari lamunan.

Aku menggeleng, lalu tersenyum memandangnya. Kami sedang menikmati makan siang, di sebuah restaurant yang sangat romantis. Oscar memesan tempat duduk di sisi terbaik yang dimiliki restaurant ini. Dari mejaku, aku dapat melihat pemandangan indah kota Birmingham. Rasanya sangat sempurna.

Oscar menggenggam tanganku. “Kalau ada yang mengganggu pikiran kamu, kamu bisa cerita ke aku. Aku akan bantu kamu, sebisaku, asal kamu bahagia.” Kulihat binar kesungguhan terpancar di matanya.

Pria ini... Aku tidak pernah tau apa yang harus kulakukan bila didekatnya. Dia selalu memikirkan kebahagiaanku, dan terkadang mengabaikan kebahagiaannya sendiri. Aku merasa bersalah padanya, karena memikirkan pria lain saat sedang bersamanya. Memikirkan pria yang bahkan tidak begitu penting lagi untukku.

“Aku baik-baik saja. Terima kasih karena selalu bisa membuatku merasa tenang.” Ucapku, tersenyum. Aku ingin dia tau bahwa kini aku sangat bahagia. Aku bahagia bila ada dia di dekatku. Aku bahkan tidak bisa menemukan alasan untuk bersedih ketika sedang bersamanya.

Oscar tersenyum. “Aku pasti pria yang sangat beruntung, karena bisa mengenal gadis sepertimu.” Ia melepaskan genggamannya, dan bersandar di sofa. “Kamu tau, aku pertama kali melihat kamu, di acara penerimaan mahasiswa baru. Waktu itu, kamu bernyanyi mewakili angkatan kamu. Dan sejak saat itu, aku ingin sekali mengenal kamu. Aku ingin tau semua hal tentang kamu. Aku jatuh cinta sama kamu.”

Wajahku memanas, dan rasa canggung memenuhi diriku. Aku sudah mendengar pujian itu berulang kali, namun tetap saja terasa berbeda ketika pujian itu berasal dari Oscar.

“Kenapa aku? Maksudku, untuk ukuran pria sepertimu, kamu pasti bisa mendapatkan wanita manapun yang kamu inginkan. Memangnya kamu tidak merasa malu jalan sama aku?” Tanyaku, ragu-ragu.

Oscar menggeleng, lalu tertawa. “Untuk apa aku merasa malu? Aku berjalan bersama wanita cantik yang memiliki suara yang sangat indah. Sungguh, aku sama sekali tidak punya alasan untuk merasa malu.” Ia memujiku.

Pujian itu memang terdengar sangat berlebihan, namun tetap saja wajahku semakin memerah mendengarnya.

Oscar tertawa. “Oh iya, Luna. Minggu depan, tepat di hari terakhir kuliah, aku mengadakan pesta di kediamanku. Kamu datang yah ke pestaku.” Kata Oscar kemudian.

“Aduh, gimana yah?” Tanyaku, lebih ke diri sendiri. Aku bingung. Sejujurnya aku harus berkemas, karena satu hari setelah hari terakhir kuliah aku langsung kembali ke Indonesia.

“Ayolah, Luna. Kamu kan mau pulang ke Indonesia selama liburan. Kita akan lama tidak bertemu. Memangnya kamu tidak merasa kehilangan?” Oscar terlihat bersungguh-sungguh.

“Bukan begitu.” Aku cepat-cepat membantah pikirannya. Mana mungkin aku tidak merindukannya, setelah semua yang ia lakukan untukku? Setelah semua perasaan bahagia yang telah lama hilang itu, kembali lagi. “Kalau masalah rindu, aku pasti merindukan kamu.” Ucapku malu-malu. “Tapi aku takut tidak bisa berada di pesta kamu sepanjang malam.” Aku mengutarakan pikiranku.

“Datang sebentar juga tidak masalah, buat aku yang penting kamu datang. Pesta itu tidak ada artinya tanpa kamu.” Oscar menatapku dengan tatapan yang mampu melelehkan hatiku. “Lagipula aku punya sesuatu untuk kamu. Aku ingin menjadikannya sebagai kejutan, supaya kamu tetap ingat sama aku, selama kamu di Indonesia.” Oscar terkesan tidak mau menyerah dengan mudah, sebelum aku menerima ajakannya. Bahkan aku mendengar nada memohon dalam suaranya.

Aku memikirkan situasiku. Aku bahkan memikirkan kemungkinan terburuk, dan apa yang harus aku lakukan jika aku benar-benar ketinggalan pesawat ke Indonesia. Oscar pria yang sangat baik, dan aku tidak mampu menolak permintaannya. Dia pasti sedih bila aku menolaknya. Selama ini dia selalu mendahulukan aku melebihi dirinya. Mana mungkin aku bisa menyakiti pria ini.

“Ya sudah kalau begitu, aku akan datang ke pesta kamu. Tapi aku tidak bisa lama-lama disana. Bagaimana?” Aku menerima ajakannya, dengan syarat itu.

Mata Oscar berbinar senang. “Iya, tidak masalah kalau itu keinginan kamu, yang penting kamu datang, buat aku itu sudah cukup.” Oscar meraih tanganku, dan menciumnya.

Oscar.

Seperti itulah dia. Di dekatnya, aku merasa diperlakukan layaknya seorang putri. Aku tidak bisa menyakiti hatinya. Bahkan memikirkan untuk menyakitinya pun, aku tidak bisa. Aku meyakinkan diriku, bahwa aku pasti bisa mengatur waktu dengan baik. Aku bisa datang ke pesta Oscar, dan take off sesuai dengan jadwal yang sudah aku rencanakan. Ya, aku akan baik-baik saja.

Aku menatap pria yang duduk dihadapanku itu. Dia terlihat sangat senang. Aku bahkan bisa merasakan kebahagiaan mengitari meja kami. Aku tersenyum.

Terima kasih Oscar, karena selalu memperlakukanku dengan sangat istimewa.

☆☆☆

Aku tiba di rumah Oscar pukul 7 malam. Aku sengaja pulang lebih cepat dari kampus untuk mengemasi barang-barang yang akan kubawa ke Indonesia, jadi aku tidak perlu memikirkan apapun saat sedang bersama Oscar. Aku menarik napas panjang, begitu tiba di kompleks perumahan elit milik pria itu. Aku masih menimbang apakah keputusanku datang sudah tepat atau tidak.

Rumah Oscar sangat besar, dan ramai. Aku bahkan bisa mendengar dentuman musik, dari ujung jalan. Tidak heran, mengingat popularitas dan akses yang Oscar miliki. Aku yakin, seisi kampus pasti hadir di pesta ini. Sebenarnya dalam hati aku berharap bisa melewati hari ini hanya berdua dengannya. Entah itu memandangi bintang, atau makan malam romantis. Bukan dengan pesta sebesar ini. Jujur, aku tidak terlalu suka dengan pestanya, karena tidak banyak yang kukenal di kampus. Selain itu, kedua sahabatku pun tidak bisa datang karena mereka punya acara lain yang lebih mendesak.

Namun karena Oscar sangat mengharapkan kedatanganku, maka aku memutuskan untuk memberanikan diri.

Oscar berdiri di depan pintu ketika aku mendekat, ia sedang bicara dengan beberapa pria tampan yang kukenali sebagai anggota dari tim football kampus. Ketika melihat kedatanganku, Oscar tersenyum lebar. Ia meninggalkan teman-temannya, dan menghampiriku.

“Selamat datang, tuan putri.” Oscar membungkuk layaknya seorang pelayan. “Aku sudah menunggumu.” Ia meraih tanganku, lalu menciumnya.

Aku tersipu malu. “Kamu jangan begitu dong, aku malu. Semua orang sedang melihat ke arah kita.”

Oscar tersenyum manis. “Aku tidak peduli. Terima kasih sudah mau datang.” Katanya, menatapku lembut.

“Aku kan sudah janji.” Aku mengingatkan.

Lihat selengkapnya