Love Is Him

SavieL
Chapter #11

.: Lelaki Sempurna :.

Aku berjalan menuju bangunan kelas khusus sambil menggandeng tangan Rara.

Ia terlihat senang hari ini. Kelas mereka telah melewati ujian yang dibuat oleh Ivan, dan hari ini pria itu berjanji akan mengumumkan hasilnya. Meski awalnya anak-anak itu terlihat gugup, namun ketika kertas ujian sudah berada dihadapan mereka, mereka justru mengerjakannya dengan sangat tenang.

Aku dan Rara memasuki ruang kelas—terkejut ketika mendapati betapa berbedanya ruangan itu sekarang. Seseorang telah mengganti warna cat ruang kelas, memasang papan tulis baru, mengganti meja dan bangku yang sudah usang, memajang foto Presiden, wakil Presiden, burung Garuda, dan beberapa tokoh pahlawan. Ruangan ini seperti baru saja di make over.

Ivan memasuki kelas. Senyum lebar merekah di wajahnya. Ia membawa sebuah amplop coklat, dan sebuah kardus besar.

“Kalian suka ruang kelas baru kalian?” Tanyanya sambil meletakkan kardus itu di tengah ruangan.

Kami semua masih terkesima dengan apa yang terjadi pada ruang kelas ini, hingga tidak ada yang sanggup berbicara. Wajah Ivan terlihat sangat bersemangat.

“Ayo duduk di tempat kalian masing-masing, kakak punya pengumuman penting untuk kalian.” Pinta Ivan.

Satu per satu dari mereka mulai berjalan menuju meja dan bangku barunya. Anak-anak itu masih takjub, hingga tidak ada yang mampu bersuara.

“Jadi,,, kakak sudah memeriksa hasil ujian kalian, dan kakak sudah memilih 3 orang anak yang akan mewakili kelas kita untuk babak penyisihan di tingkat sekolah.” Ivan mengeluarkan lembaran kertas dari dalam amplop coklat yang ia bawa. “Ketiga anak ini, memiliki nilai 98 untuk hasil ujiannya. Kakak bangga, karena mereka telah menunjukkan usaha maksimal dalam ujian itu.” Ivan menatap mereka, satu per satu. “Perwakilan pertama kita adalah,,,” Ia membiarkan ucapannya menggantung, menanti reaksi dari para muridnya. “Siti.”

Hening sejenak, lalu terdengar tepuk tangan dan ucapan selamat pada Siti dari teman-teman sekelasnya.

“Perwakilan kita yang kedua,,,” Lagi-lagi pria itu tersenyum. “Beni.”

Murid-murid kembali bertepuk tangan dan memberi selamat pada Beni.

“Perwakilan yang ketiga,,,” Kali ini Ivan berjalan menuju meja murid-muridnya. “Rara.” Katanya, sembari berhenti di meja Rara. “Selamat ya...”

Tanpa kusadari, aku menjerit dan berlari memeluk adikku. Rara terlihat kaget mendengar ucapan Ivan. Murid lain bertepuk tangan, memberi dukungan.

Ivan membiarkan suasana itu berlangsung untuk beberapa saat, lalu ia melanjutkan kembali ucapannya. “Mereka bertiga akan menjadi perwakilan untuk kelas kita. Dengan terpilihnya mereka, bukan berarti yang lain tidak cukup pintar. Kalian melakukan banyak kesalahan, karena kurang teliti dalam mengerjakan soal yang kakak berikan. Tapi, kerja keras kalian sangat membanggakan.” Ivan kembali ke tengah ruangan. Ia berdiri tepat di samping kardus. “Tampilan baru ruangan ini, adalah hadiah dari kakak, karena kalian sudah mengerjakan ujian yang kakak berikan dengan baik dan sungguh-sungguh. Selain ruangan ini, kakak masih punya hadiah lain untuk kalian.”

Setiap mata memandang Ivan dengan penuh tanya.

Ivan menunduk dan membuka kardusnya. “Kakak sudah mendapat ijin resmi dari kepala sekolah. Mulai sekarang, kalian boleh mengenakan seragam yang sama dengan murid-murid yang belajar di bangunan utama.”

Kardus terbuka, di dalamnya aku melihat tumpukan baju seragam sekolah ini. Seperti milik Rara. Semua anak maju, menatap isi kardus itu dengan mata berkaca-kaca. Wajah mereka menyiratkan ketidak-percayaan.

Seolah tidak ingin berhenti sampai disitu, Ivan kembali menambahkan, “Kakak masih punya satu kejutan lagi untuk kalian.” Ia memamerkan gigi-giginya yang tersusun rapi.

Semua mata kembali menatapnya.

“Khusus besok, kegiatan belajar mengajar akan kakak liburkan. Kalian harus mandi yang wangi, berpakaian yang bagus, karena besok kita semua akan makan siang bersama di tempat yang sudah kakak janjikan. Nilai terendah kelas ini dari hasil ujian kemarin adalah 90. Jadi, kalian semua akan ikut makan siang bersama kakak.” Ivan menutup kejutannya dengan memberitahukan hasil ujian murid-muridnya.

Kelas diliputi keheningan. Lalu serentak anak-anak itu mendekat dan memeluk Ivan. Aku bahkan melihat beberapa di antara mereka menangis karena terharu.

Ivan...

Lagi-lagi pria itu menunjukkan betapa istimewanya dia. Ia seperti penebar kebahagian bagi orang-orang di sekelilingnya. Anak-anak itu sangat mencintainya, karena dia selalu menunjukkan betapa ia mencintai dan mempercayai mereka dengan sepenuh hati.

☆☆☆

Lihat selengkapnya