Sudah lewat 8 hari sejak pertemuanku dengan Niel dan Ferdi, namun hingga saat ini aku tidak dapat melupakan percakapan kami. Setiap waktu aku bertanya dalam hati, benarkah semua yang mereka katakan? Atau mereka hanya ingin menjebak dan menggodaku?
Selama 8 hari ini pula, di saat Ivan sedang membekali murid-muridnya dengan berbagai ilmu, kuputuskan untuk terus menatap pria itu, mencoba menebak isi hatinya. Untuk membuktikan bahwa ada setitik kebenaran dari percakapanku dengan sahabat-sahabatnya. Namun dia masih Ivan yang sama. Tidak peduli padaku, cuek, dingin, dan semakin menghindariku. Benarkah yang mereka katakan? Bahwa pria itu sangat menyukaiku?
Aku sudah bertemu jutaan penggemar di sepanjang karirku, dan aku sudah melihat ribuan idola ketika bertemu dengan para penggemar-nya. Para penggemar itu selalu terlihat bersemangat, dengan mata berbinar-binar—senang, bahkan ada yang rela melakukan apapun demi dapat bertemu dengan idolanya. Lalu kenapa Ivan sangat berbeda? Kenapa dia malah ingin menjauhiku?
Lagipula, mana ada orang yang takut pada kebahagiaan?
Aku menggelengkan kepala, mencoba mengusir semua pikiran-pikiran itu. Sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal itu. Sekarang aku harus berkonsentrasi pada babak penyisihan yang akan segera dimulai.
Aku menatap Rara, Siti dan Beni. Ketiga anak itu sudah terlihat gugup sejak pagi. Ivan baru saja pergi meninggalkan mereka, untuk melaporkan diri pada panita seleksi. Aku menghampiri mereka.
“Kalian gugup?” Tanyaku, ketika sudah berada di samping mereka.
Ketiga anak itu mengangguk. Beni bahkan terlihat lebih pucat.
Aku menarik mereka ke dalam pelukanku. “Kalian sudah bekerja keras untuk hari ini. Jangan biarkan rasa gugup itu menghalangi langkah kalian.” Aku melepaskan pelukanku, dan menatap mereka satu per satu. “Kalian lihat guru kalian?”