“ Kenapa sih kalo sama lu, kita selalu kekunci disuatu tempat?” kata gue seraya mengingat beberapa hari yang lalu, kami terkunci diruang ganti yang sempit.
“ Don’t worry, pasti ada yang nyariin kita” kata Dee seraya duduk disebelah gue.
“ Hmm.. seengganya kali ini, kita nggak kekurangan oksigen” kata gue senyum.
Gue dan Dee memandang dan menikmati langit sore. Suasana disini sangat tenang. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah kami berdua. Gue berdoa semoga kami nggak cepat-cepat ditemukan. Saat ini, gue ngerasa gue bersama Dee yang gue kenal, yang hangat sama gue. Perlahan kilauan lampu-lampu kota mulai menyala.
“ Bagus ya” kata gue memecah keheningan.
“ Hmm..” jawab Dee yang juga tenggelam dalam suasana ini.
“ Gue nyaman kalo bareng lu Jen.. situasi apapun, gue rasa gue bisa lewatin kalo bareng lu..” kata Dee lagi.
Gue menatap Dee. Dee yang sedang menatap langit pun memandang gue.
“ Ini yang gue rasakan.. kalo kata cinta terlalu bias buat lu, maka gue pake istilah lu.. nyaman.. Gue serakah ya? ” tanya Dee ke gue.
Gue tertunduk dan terdiam. Gerimis kecil mulai turun. Duuh, dada dan punggung gue mulai sakit lagi. Keringat dingin mulai keluar lagi. Meriang nih kayaknya gue. Ahh.. seandainya gue mati sekarang disini, apakah gue rela? Bisa mati di pelukan Dee, mungkin gue mati bahagia.
“ Dari awal gue kenal Eve, dia harus selalu nomor satu. Dia harus selalu jadi pusat perhatian. Eve bahkan cemburu sama Mama gue. Karena Mama bisa memiliki gue dan Papanya. Gue pernah pacaran 3 tahun sama Eve. Dia bisa bikin gue terbuka, tertawa, mau bersaing dan ngeliat hidup gue dengan lebih serius. Eve orang yang selalu jujur sama gue.. In some ways.. dia mirip lu Jen... “ Dee menghela nafas panjang.
No, Dee.. gue bukan orang jujur. Gue udah bohongin lu. Gue nggak bilang, kalo gue dan Bu Anna sekongkol. Gue nggak bilang kalo setelah 1 bulan, gue akan ninggalin lu demi uang 100 juta. Kalopun gue mau terusin, gue nggak mungkin bisa ngelawan putri direktur yang mau pegang Dee. Dee udah terjebak dengan pembaharuan kontrak itu.
“ Waktu Papa Eve meninggal, gue putusin dia, walau sebenernya gue nggak mau. Mana mungkin Eve pacaran sama anak pembunuh Papanya? Dia sempet benci gue dan Mama gue. Eve nggak mau damai dan milih buat masukin Mama ke Penjara. Kalo boleh jujur, gue lega saat Mama masuk penjara. Dari dulu, Mama adalah orang yang ambisius. Gue mesin penghasil uang buat Mama. Mama selalu push gue untuk melakukan banyak hal. Mama nggak peduli apakah gue suka, gue mau, gue sehat, gue sakit.“ Dee memandang langit, gue tau matanya berkaca-kaca.
“ Anak-anak normal, pulang sekolah bisa main dan punya banyak teman. Sedangkan gue hanya tau sekolah dan kerja. Temen gue saat itu hanya Eve. Gue kehilangan masa kecil gue, karena Mama. Mama sering bohongin gue. Bilang hari ini nggak ada shooting, ternyata dia ambil jadwal dadakan. That’s why I hate liars! Gue sempet nanya sama Tuhan, kenapa Mama nggak ikut mati aja sama Papa Eve? Gue ngerasa, Eve yang membebaskan gue dari cengkraman Mama.” Dee bercerita dengan sedih.
“ Skandal kemarin sama Mia, sebenernya gue udah putuskan buat berhenti dari dunia entertainment ini. Gue ngerasa, Mama masih ngerasa bahagia ngeliat gue berada di dunia yang dia buat untuk gue. Tapi, saat ketemu lu, gue ngerasa seperti ketemu Eve yang dulu, Eve yang bisa bikin gue semangat untuk membuktikan sesuatu. That’s why gue putuskan tanda tangan pembaharuan kontrak itu.” Gue merasa sangat bersalah ketika Dee membahas tentang pembaharuan kontrak “Selama 12 tahun Mama dipenjara, gue nggak berani sekalipun tengok Mama. Ada bagian dari diri gue yang nggak mau Mama bebas. Walau hati kecil gue tau, Mama nggak mungkin bunuh Papa Eve..” air mata Dee mulai mengalir dan Dee terdiam.
“ Gue jahat ya..” kata Dee lagi dan dia menunduk menangis, seperti menyesal.
Saat ini gue nggak tau harus bilang apa. Gue menggenggam tangan Dee dengan hati-hati, sambil gue pun menahan rasa sakit dikulit gue. Gue biarkan Dee menangis, mengeluarkan perasaannya. Setelah beberapa saat gue ngomong ke Dee.
“ Its oke Dee.. just let it out.. lu nggak perlu selalu kuat setiap saat kan? Lagipula disini cuma ada gue, dunia nggak akan tau seorang Dean Ivander menangis tersedu-sedu “ canda gue ke Dee.
Dee tersenyum getir. Matanya masih basah. Gue happy karena Dee bisa mencurahkan perasaannya ke gue.
“ Anyway, setelah Mama dipenjara, gue keluar dari rumah Eve, tanpa membawa warisan sepeser pun. Media bilang gue bergelimang harta warisan, itu bohong. Eve marah karena gue keluar dari rumahnya. Gue sempet super desperate saat putus sama Eve. Lu tau kan gimana rasanya cinta pertama?” tanya Dee.