Love is (not) War

Aulia Fitrillia
Chapter #1

Bab 1. Love is Over

Nana tidak tahu bagaimana harus merespons. Cewek itu terpaku dalam-dalam, hingga nyaris tak dapat kembali ke dunia nyata. Gak mungkin! Pasti cuma mimpi! Jadi dia mencubit lengannya untuk memastikan.

Saat kembali, yang ada di otaknya hanya: Okta telah mengkhianatinya!

Nana menatap Okta yang tampak lesu. Ucapan Ibu Huda mengangkat wajah cowok itu. "Oke, jadi Nana sama Okta, ya, yang mendaftar pemred."

Bagaimana mungkin? Nana sudah memastikan bahwa hanya dia yang mendaftar pemred tahun ini. Kok bisa malah pacarnya sendiri yang luput dari pengawasan? Pantas saja Okta menghindarinya dari pagi tadi. Tidak, bahkan sejak beberapa hari lalu waktu mereka membahas pemilihan ini.

"Kamu tau 'kan dari kelas sepuluh aku udah ngincer posisi ini. Semua anak di WartaCipta juga tahu!" Nana menjelaskan sudah berpuluh-puluh kali. "Aku juga udah nanya temen-temen. Aku, sih, optimis bakalan menang mutlak soalnya kandidatnya cuma aku!"

Okta mendengarkan.

Pemred itu sendiri singkatan dari pemimpin redaksi. Di sekolah, pemred biasanya orang yang memimpin tim redaksi majalah sekolah, mading (majalah dinding), buletin, atau media lain yang dikelola sama organisasi. Jadi, pemred yang bertanggung jawab atas kualitas dan isi media yang bakal diterbitkan.

"Semoga berhasil, Nana."

Ugh! Nana tidak menyangka ucapan Okta bakal jadi bumerang buatnya. Seharusnya Nana menyadari lebih awal. Bukankah kalau hanya dia yang menjadi kandidat, Okta mestinya mengatakan selamat?

Apa di mata Okta, impian Nana tidak ada artinya? Sekilas mereka saling tatap, lalu cowok itu lekas mengalihkan pandang. Di ruang rapat itu, hanya Nana yang tampak tegang.

Detik-detik sebelumnya, semua berjalan lancar. Ibu Huda menyampaikan pemberitahuan.

"Seperti yang kita tau kalau masa jabatan Lisa sebagai pemred akan segera berakhir. Oleh karena itu, hari ini kita akan membahas siapa yang akan menggantikannya. Apakah ada yang ingin mengajukan diri?"

"Saya, Bu!" Nana berkata dengan semangat. Sekilas impiannya menjadi pemred semakin tampak nyata.

Ibu Huda mengangguk dan tersenyum. "Nana, bisa jelaskan alasanmu ingin menjadi pemimpin redaksi WartaCipta."

Nana berdiri dan terdiam beberapa saat. "Emmm ..., karena saya merasa sudah cukup mengenal alur kerja tim selama setahun ini. Saya juga punya ide-ide yang kreatif untuk pengembangan karya-karya di WartaCipta. Selain itu, saya siap untuk lebih banyak belajar lagi, Bu!"

"Bagus, Nana." Ibu Huda mengapresiasi bersamaan Nana yang duduk kembali. "Selanjutnya, ada yang ingin mendaftar?"

"Saya, Bu."

Suara itu, Nana sangat mengenalnya.

Lihat selengkapnya