"Nana!" seru Lulu melambaikan tangan.
Nana menghentikan langkah. Di depan kelasnya, Lulu dan Danu berdiri dengan antusias. Di belakang mereka, Aru menyandarkan diri ke dinding seolah sudah menunggu cukup lama.
"Hasil setor naskah gimana?" tanya Danu dengan mata berbinar.
Nana tersenyum kecil. "Kayaknya aku udah ngeluarin semua yang kupunya."
"Proud of you, girl! Padahal kamu pas awal keliatan gak meyakinkan banget," balas Lulu setengah mengejek.
"Terima kasih." Nana enggak tersinggung sama sekali, malah merasa sedang dipuji.
Aru berjalan mendekat. "Berarti udah selesai, ya?"
"Iya. Btw, makasih banyak, Aru. Kalo gak ada kamu, layout-nya gak mungkin sebagus itu."
Aru cuma mengangguk pelan, tapi bagi Nana sudah lebih dari cukup.
"Momen kayak gini harus dirayain gak, sih?" ungkap Lulu tiba-tiba, "sayangnya gak ada makanan."
"Aku, deh, yang traktir." Nana tersenyum lebar. Dia emang udah ada niat dari awal. "Ini sebagai ucapan terima kasihku karena udah banyak dibantuin."
Mereka beranjak menuju kantin Pertiwi setelah Nana mengambil dompet di tas. Meja yang tersisa menghadap langsung ke lapangan dengan suara-suara siswa sebagai latar yang khas.
"Pilih aja yang kalian mau." Nana menawarkan, lalu meminjam pulpen Aru untuk mencatat pesanan.
"Beneran, Na?"
"Iya."
"Kebetulan banget aku belum jajan." Danu sangat bersemangat. "Aku mau mie ayam pake telor, sama es teh."
"Oke."
"Aku pengen nasi goreng, Na. Gak pake timun." Lulu memberi jeda. "Minumnya es jeruk."
Nana mencatat dengan cepat. "Aru?"
Cowok itu tampak mikir. "Soto ayam."
"Oke. Soto ayam." Nana mengulangi pesanan. "Terus minumnya?"
"Air mineral."
"Kamu sendiri pesan apa, Na?" tanya Lulu kemudian.
Nana membaca ulang semua pesanan. Biasanya dia cuma makan gorengan. Tapi ngeliat teman-temannya makan berat jadi pengen ikutan.
"Sama, deh, kayak kamu. Udah lama juga enggak makan nasi goreng," terang Nana.
Aru tiba-tiba bangkit. Suaranya datar, tapi ringan. "Aku bantu pesenin juga biar cepet. Punyaku sama Danu."