Alexa dan Sarah sama-sama memperhatikan ban belakang mobil Sarah yang sudah terlihat sangat kempes itu dengan tatapan bingung bercampur pasrah. Suasana jalanan komplek tempat mereka berada sekarang itu juga terlihat begitu sepi, bahkan tidak ada satupun kendaraan yang melintas.
Walaupun mereka saat ini berada tidak jauh dari sekolah, tapi tetap saja tidak mungkin untuk Alexa dan Sarah dapat kembali lagi ke sekolah dengan keadaan ban mobil Sarah yang sudah sangat memprihatinkan itu. Sedangkan, mereka juga tidak bisa meninggalkan mobil Sarah ditempat ini begitu saja.
Sarah sibuk menggigiti ibu jarinya sambil tetap memperhatikan ban mobilnya itu dengan serius. “Kenapa tiba-tiba bisa kempes gini, ya?”
“Mungkin lo ngelindes paku kali tadi pas dijalan?” Jawab Alexa yang juga masih fokus memperhatikan ban mobil Sarah.
“Tapi gue gak ngerasa ngelindes apapun, tuh?”
“Ya, mungkin emang gak berasa aja kali?”
“Ahhh, ada-ada aja sih lo! Pake kempes segala!” Sarah lalu menendang ban mobilnya itu dengan sekuat tenaga. Setelah melakukan hal tersebut, cewek berambut panjang itu lantas merintih kesakitan dan seketika menyesali perbuatannya barusan.
“Jangan sampe kaki lo ikut-ikutan kempes, deh! Ntar gue yang repot!” Tegur Alexa sambil menggelengkan kepalanya heran setelah melihat kelakuan ceroboh yang baru saja Sarah lakukan tadi.
Sarah hanya bisa menunjukkan ekspresi jengkelnya sambil melihat kearah Alexa, cewek itu kemudian merogoh saku roknya dan langsung mengeluarkan ponselnya yang saat ini tengah berdering nyaring itu.
“Halo, mah? Oh? mobil dereknya udah dijalan kesini? Iya-iya aku tungguin disini kok, ada Alexa juga. Oke, nanti ketemuan dibengkel aja ya? See you, mom!”
Setelah Sarah memutus panggilan tersebut, Alexa langsung melirik kearah sahabatnya itu. “Telfon dari tante Terre?”
“Iya.” Jawab Sarah sambil mengangguk. “Nyokap gue katanya udah telfon mobil derek, sekarang mobil dereknya lagi otw kesini.”
“Oh, yaudah bagus deh kalo gitu!” Jawab Alexa penuh semangat.
“Duh, Lex, gue jadi gak enak nih sama lo! Bukannya lo ada les piano tiap hari senin? Ini udah sore banget lagi, lo balik aja duluan ya? Gue pesenin taksi, deh!”
“Apaansih, gak usah! Lagian kan, gue juga yang nebeng pulang sama lo.” Alexa langsung menghentikan Sarah yang berniat untuk kembali mengambil ponsel miliknya tersebut dengan tujuan memesankan taksi untuk Alexa. “Gue temenin lo dulu aja disini sampe mobil dereknya dateng, les piano gue gak usah dipikirin. Nanti gue tinggal kabarin miss Vivian kalo gue balik kerumah telat, biar jam les gue juga bisa diundur.”
Tiba-tiba saja ditengah percakapan keduanya, terdengar sebuah suara knalpot motor yang cukup besar—suara itu berhasil membuat Alexa dan Sarah langsung mengalihkan pandangan mereka secara bersamaan untuk melihat kearah sumbernya. Motor sport besar berwarna hitam yang dikendarai oleh satu orang itu kemudian melipir dan berhenti tepat disamping mereka berdua.
Alexa dan Sarah masih berdiri diposisi mereka masing-masing sambil berusaha menerka-nerka siapa pengendara motor sport tersebut. Sebab, pengendara motor itu terlihat mengenakan helm full face dengan kaca filmnya yang berwarna hitam pekat, dilengkapi dengan jaket jeans hitam yang juga membalut tubuhnya, sehingga Alexa dan Sarah sama sekali tidak bisa melihat wajah cowok itu dengan jelas. Namun, hanya satu yang bisa mereka pastikan, cowok itu pasti salah satu siswa sekolahnya. Satu; karena celana abu-abu yang dikenakan oleh cowok itu, dua; karena hanya ada satu gedung sekolah didalam perkomplekan ini.
Beberapa detik kemudian, cowok itu lantas membuka kaca helmnya. Kedua mata yang terlihat lumayan familiar itu langsung menatap Alexa dan Sarah secara bergantian.
“Mobil lo kenapa?” Tanya cowok itu sambil melepaskan genggaman tangannya dari setang motornya.
“Eh? Itu ban-nya, kayaknya sih bocor.” Jawab Sarah sambil mengarahkan jari telunjuknya kearah ban mobil belakangnya yang sudah terlihat semakin kempes itu.
“Lo gak ada ban cadangan?”
Sarah menggelengkan kepalanya cepat. “Itu ban cadangan gue, sebelumnya ban aslinya juga udah sempet bocor juga.”
“Wah, terus gimana? Padahal kalo ada ban cadangannya gue bisa bantu pasangin.”
“Tenang aja, udah ada mobil derek kok yang lagi otw kesini.” Sahut Alexa sambil terus memperhatikan cowok itu dengan pandangan serius bercampur dengan ekspresi curiga. “Tapi, ngomong-ngomong lo siapa ya?”
“Oh, iya.” Cowok misterius itu langsung menyentuh helmnya dengan kedua tangan dan tidak lama kemudian ia langsung membuka helm yang semula menutupi seluruh wajahnya tersebut. Cowok itu lantas meletakkan helm miliknya diatas tangki gas motornya dan segera merapikan rambutnya yang terlihat lumayan berantakan itu.
“Darrian?” Ucap Sarah sambil mengarahkan jari telunjuknya kearah cowok itu.
“Iya, ini gue, Darrian. Sorry ya, bikin lo berdua pasti bingung barusan!”
“Darrian? Mantan ketua osis tahun lalu?” Tanya Alexa sambil melirik kearah Sarah dan kembali lagi ke cowok itu.
Sebenarnya kalau boleh jujur, Akexa tidak terlalu familiar dengan wajah cowok bernama Darrian itu. Mungkin, karena saking banyaknya jumlah siswa di SMA Pambudi Nusa? Jadi wajar saja kalau Alexa tidak mengenali wajah cowok itu bukan? Ya, setidaknya Alexa ingat kalau wakil ketua osis disekolahnya itu bernama Darrian.
“Iya.” Jawab Darrian sambil tersenyum. “Lo Alexa kan? Anak 12 IPA 2?”
Alexa sempat kaget setelah mendengar jawaban Darrian barusan. Ini pertama kalinya seseorang tidak mengenalinya sebagai tunangan dari ‘Ravindra Pierre’—melainkan siswi kelas 12 IPA 2 bernama Alexa. Ia jadi merasa sedikit bersalah karena tidak mengenali wajah cowok itu sekarang, sedangkan cowok bernama Darrian itu bahkan tau namanya hingga nama kelasnya.
“Dan lo Sarah? 12 IPA 3?” Sambungnya sambil mengalihkan pandangannya kearah Sarah.
“Wah, jangan bilang lo hapal semua nama anak-anak SMA Pambudi Nusa sampe kelasnya juga?” Jawab Sarah sambil melihat kearah Darrian dengan ekspresi takjub.
Darrian lalu tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. “Gak semua kok, sebagian aja.”