Alexa masih duduk dengan tenang didepan meja riasnya sambil merapikan rambutnya yang baru saja selesai ia catok. Walaupun, kemarin ibunya sempat meminta Alexa untuk tidak datang kesekolah dulu dan beristirahat dirumah, tapi Alexa yang merasa bahwa dirinya sudah sangat sehat itu tidak mengindahkan permintaan ibunya dan justru memutuskan untuk tetap pergi kesekolah hari ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi, itu tandanya sebentar lagi Ravi akan datang untuk menjemputnya. Alexa lalu segera beranjak dari kursi meja riasnya dan berjalan kearah meja belajarnya. Alexa segera meraih tas ransel miliknya yang ada diatas meja, dan juga ponselnya yang langsung ia masukkan kedalam saku baju seragamnya.
Alexa berjalan dengan cepat menuruni tangga, karena dia tidak mau penyakit maag akutnya itu kembali kambuh dan menimbulkan masalah, jadi hal pertama yang Alexa lakukan adalah pergi menuju ke ruang makan untuk mengambil roti panggang yang selalu dibuatkan oleh bik Ijah—asisten rumah tangganya itu setiap pagi sebelum Alexa berangkat ke sekolah.
“Bik Ijaah… roti panggangku udah ada kan—”
Alexa langsung menghentikkan ucapannya saat melihat ibu, ayah, dan kakak laki-lakinya itu sudah duduk rapi mengelilingi meja makan yang ada disebelah ruang dapur. Alexa lantas menatap mereka dengan ekspresi bingung, karena ia baru saja melihat suatu pemandangan yang sangat langka dirumah ini—yaitu keluarganya berada dimeja makan pada waktu yang sama. Sebab, biasanya ayah dan kakaknya yang sama-sama berprofesi sebagai dokter itu sudah duluan berangkat kerumah sakit atau bahkan belum bangun dari tidur mereka ketika mendapatkan jadwal praktik malam.
“Loh, tumben banget?” Ucap Alexa sambil menarik kursi kosong yang berada tepat diseberang kursi yang sudah diduduki oleh kakaknya itu saat ini.
“Tumben gimana?” Tanya Adrian—kakak Alexa.
“Iya, tumben banget pada sarapan bareng pagi-pagi gini. Emangnya kakak sama ayah gak ke rumah sakit?”
“Wah, jangan bilang kamu lupa lagi.” Ucap Adrian sambil terkekeh pelan.
“Eh? Lupa apa?”
Tiba-tiba, ibu Alexa yang duduk disebelah putrinya itu langsung menjentikkan jarinya satu kali. Dan ridak lama kemudian, bik Ijah muncul sambil membawakan sebuah kue tart berukuran besar lengkap beserta lilin dengan angka ‘17’ yang sudah dinyalakan itu.
Ayah, ibu, kak Adrian, dan bik Ijah langsung dengan kompak menyanyikan lagu happy birthday dengan penuh semangat. Sedangkan Alexa hanya bisa menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya sambil tersenyum canggung. Bisa-bisanya ia lupa dengan hari ulang tahun sendiri.
Bik Ijah langsung meletakkan kue tart berwarna putih dengan sprinkles berwarna-warni tersebut tepat dihadapan Alexa. Setelah orang-orang selesai menyanyikan lagu happy birthday, Alexa langsung memejamkan kedua matanya dan berpura-pura untuk berdoa. Sebab, dia sendiri belum tahu apa keinginannya diumurnya yang ke-17 ini.
“Selamat ulang tahun, Alexa.” Ucap ibunya yang langsung mengecup kening putrinya tersebut sambil mengelus-elus kepala Alexa dengan lembut.
“Selamat ulang tahun, anak papah.” Susul ayahnya yang ada diujung bagian tengah meja makan sambil tersenyum lebar kearah Alexa.
“Happy sweet seventeen, Lex.” Sambung Adrian.
“Thank you, mah, pah, mas Adrian…” Alexa lalu mengalihkan pandangannya kearah bik Ijah, yang masih berdiri dibelakang kursi yang ditempati oleh ibunya saat ini. “Bik ijah juga, makasih ya!”
“Iya non, selamat ulang tahun, ya!” Jawab bik Ijah dengan logat jawanya yang terdengar sangat kental itu, sambil mengacungkan kedua ibu jarinya kearah Alexa.
“Lex, kamu yakin gak mau dirayain? Ini sweet seventeen kamu, loh.”
Alexa langsung menggelengkan kepalanya cepat. “Kan mamah tau sendiri, Alexa tuh gak suka diraya-rayain gitu.”
“Tapi, kan ini ulang tahun ke-17 kamu, Lex. Bukannya seharusnya malah dirayain besar-besaran?” Sambung ibunya lagi.
“Iya, tapi Alexa gak mau mah—”
“Udah-udah, daripada ributin soal perayaan sweet seventeen,” Adrian langsung menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna biru yang diikat oleh pita berwarna merah tersebut kearah Alexa. “Mending, kamu ambil nih kado dari mas!”
Alexa langsung tersenyum lebar sambil meraih kotak biru tersebut dari tangan Adrian. “Nah, ini baru yang aku tunggu-tunggu! Makasih ya, mas!” Seru Alexa yang kemudian langsung memasukkan kotak tersebut kedalam tasnya.
“Eh, kok langsung dimasukkin tas? Kamu gak pengen tau itu isi dalemnya apa emang?”
“Udah tau! Pasti isinya jam tangan yang sebulan lalu aku share di story Instagram.”
“Loh, kok kamu bisa tau?”
“Iyalah! Mas Adrian kan emang harus dikode-in setiap aku pengen ultah! Kurang kreatif kalo mas yang pilih kado sendiri!” Jawab Alexa sambil menjulurkan lidahnya kearah Adrian.
“Bener sih, hahaha!” Balas Adrian sambil terkekeh kencang. “Yaudah, kalo gitu lain kali gak usah kode-kode di instagram, langsung ngomong aja sama mas pengen kado apa!”
“Sip!” Jawab Alexa dengan cepat sambil menyodorkan sebelah ibu jarinya kearah Adrian.
“Nah, kalo gitu sekarang giliran kado dari mamah dan papah.” Ucap ibu Alexa sambil menepuk tangannya satu kali. “Nih, spesial buat Alexa!”
Alexa lantas menarik perlahan sebuah map coklat yang sudah disodorkan kearahnya tersebut oleh ibunya. Entah kenapa, perasaan Alexa tiba-tiba berubah menjadi tidak enak. Dengan penuh keraguan, Alexa segera membuka map tersebut dan mengeluarkan beberapa lembaran kertas putih yang ada didalamnya.
Kedua mata Alexa lantas membaca tulisan besar yang terpampang jelas dibagian atas salah satu lembaran kertas tersebut; ‘Netherlands International Private Medical School’. Setelah membaca tulisan tersebut, Alexa langsung mengalihkan pandangannya kearah ibu dan ayahnya secara bergantian.
“Itu hadiah dari kita, setelah lulus nanti kamu gak usah pikirin harus ambil jurusan kedokteran di universitas lain. Kamu tinggal ikut tes di NIPM, setelah itu lanjut studi kesana.” Ucap ibunya penuh semangat sambil memasang ekspresi sumringah.
“Mamah sama papah udah memutuskan untuk daftarin nama kamu dari sekarang, karena kamu tau kan susahnya masuk NIPM? Yang penting nama kamu udah masuk dulu sebagai salah satu peserta tes disana,” Sambung ayahnya kemudian.
Alexa hanya bisa diam seribu kata, ia lalu kembali melihat kearah kertas tersebut dan memikirkan reaksi apa yang harus ia berikan sekarang. Bahkan, orang tuanya tidak merasa perlu untuk bicara mengenai hal ini dulu kepadanya. Dan sekarang, tiba-tiba mereka memberikan ini sebagai hadiah ulang tahun untuk Alexa?
“Gimana Alexa? Kamu kok diem aja?” Tanya ibunya lagi sambil mengusap bahu Alexa pelan.
Alexa langsung menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum kembali melukiskan senyum lebar diwajahnya. Ia lalu mengangguk pelan sambil melihat kearah ibu dan ayahnya secara bergantian. “Iya, makasih ya, mah, pah. This is amazing!”
“Sama-sama sayang.” Jawab ibu Alexa yang langsung mengelus kepala putrinya itu perlahan.
Alexa lalu menghembuskan nafasnya berat, ia sempat melihat kearah Adrian yang sudah menatapnya dengan pandangan penuh makna. Alexa lantas kembali tersenyum kecil kearah Adrian sambil menganggukkan kepalanya beberapa kali, mengisyaratkan kepada kakak laki-lakinya itu bahwa dirinya baik-baik saja saat ini.
Tiba-tiba, terdengar suara klakson mobil dari luar rumah Alexa. Entah kenapa, Alexa merasa sangat bersyukur karena Ravi datang disaat yang tepat dan menyelamatkan Alexa dari situasi yang tengah dihadapinya saat ini. Alexa lantas segera mengambil sepotong roti panggang dari atas piring yang ada dihadapannya itu, lalu dengan cepat memasukkan map coklat tersebut kedalam tas sekolahnya.
“Mah, pah, mas, Alexa berangkat sekolah dulu ya!” Ucap Alexa sambil mencium tangan ibunya lalu segera beranjak dari kursinya dengan gerakan yang begitu terburu-buru. Ia lalu mengitari meja makan untuk kemudian mencium tangan ayahnya.
“Loh, ini belum jam enam loh? Apa kamu gak mau ajak Ravi sarapan bareng dulu? Ini nasi gorengnya masih banyak juga!” Seru ibunya sambil melihat kearah Alexa.
“Gak bisa, hari ini aku ada ulangan, jadi mau belajar dulu!” Jawab Alexa penuh kebohongan. Setelah mencium tangan mas Adrian, Alexa lalu segera mengencangkan tali tas ranselnya dan tersenyum lebar kearah ibu dan ayahnya.
“Makasih ya perayaan ulang tahunnya pagi ini, Alexa berangkat dulu ya! Daaah!”
“Alexa, jangan lupa—”
“Iya-iya, nanti aku salamin ke Ravi!” Potong Alexa sebelum ibunya itu sempat untuk menyelesaikan ucapannya barusan.
Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya itu, Alexa langsung memutar tubuhnya kebelakang lalu bergegas meninggalkan area ruang makan. Satu-satunya yang ia inginkan di hari ulang tahunnya saat ini, adalah melangkah keluar dari rumahnya. Dan Setidaknya, ia berhasil bernafas lebih lega sekarang.
***
Mobil Ravi melaju pelan memasuki gerbang SMA Pambudi Nusa yang terlihat sudah mulai ramai oleh siswa-siswi yang juga baru sampai disekolah. Seperti biasa, Ravi selalu memarkirkan mobilnya ditempat parkir khusus untuknya disekolah ini tanpa ia minta; itulah salah satu privilege sebagai anak pemilik Yayasan sekolah. Setelah memastikan bahwa mobilnya telah terparkir dengan sempurna, Ravi dan Alexa secara bersamaan membuka sabuk pengaman mereka masing-masing.
“Thank you, Rav!”