Love Of Rayya

Aizawa
Chapter #2

Perhatianmu

"Ottoke ..., ottokeeeeee ...." Aku meracau dengan suara nyaris tak terdengar.

"Mbak Rayya ngapain?" Tika--adik kost di kamar sebelah--bertanya saat melihat aksiku nguyel-nguyel di kasur sambil meracau, ketika ia lewat depan kamar yang pintunya terbuka.

Ihh, ngapain juga jadi macam orang gila seperti ini. Mending ngobrol 'kan lebih asyik. Ahh, bisa jadi Tika tahu lagu yang kemarin aku dengar di Bus. Maklumlah, sejak hijrah, aku sudah lama meninggalkan lagu-lagu sejenis. Ya, walaupun belum 100%, setidaknya bertahap, daripada tidak sama sekali. Iya, 'kan, hehehe .... Entah kenapa itu lagu bikin penasaran jadinya. 

"Mau ke WC, Ka? Tebakku. Kebetulan toilet ada di sebelah kanan kamarku, sedang kamar Tika di samping kiri kamar ini. kost-an kami berbentuk memanjang, terdiri dari 4 kamar, dilengkapi dg 1 toilet bersama. Kost yang hanya diperuntukkan bagi perempuan. 

"Mbak tunggu di kamarmu ya. Ada yang mau Mbak tanyain?"

"Hmm, pasti soal kemarin." Tika mengerling. "Gimana, gimana?" tanyanya. Malah masuk ke dalam kamar, alih-alih berjalan ke WC.

"Gak jadi ke WC nya?" Tika nyengir, dan berlalu dari kamarku.

Aku menunggu di kamar tika. Saat Tika sudah berada di kamarnya sekembali dari toilet, kuceritakan tentang lirik lagu yang kudengar.

Tuh, bener 'Kan. Mahasiswi Jurusan Matematika ini pasti tahu sama lagu itu. Ia termasuk sering mendengarkan radio di hape, maupun winamp di komputer.

"Ooh, itu. Aku Masih Sayang, penyanyinya ST12." Tika menjawab setelah mengingat-ingat.

Lalu mengalirlah ceritaku tentang kejadian kemarin. Namun, soal air mata yang keluar tanpa kupinta saat di Bus akibat lirik lagu yang diputar, tidak kuceritakan pada Tika.

"Memangnya, Kakak yang jadi cinta pertama Mbak Rayya itu siapa, sih?"

"Ada deh. Mbak ceritain juga gak akan tau siapa orangnya." 

"Ya, pake rahasia segala. Mbak Rayya gak seru." Bibirnya manyun sepuluh senti hingga bisa diikat, dan aku ngacir ke kamarku.

Sendiri di kamar, membuat ingatanku semakin kuat padanya. Pun rasa yang ingin kukubur dalam-dalam, kembali naik ke permukaan hati.

Kak Gun, apa kabarmu?

***

"Tangannya jangan kaku, santai aja. Agak dilemesein." Lelaki yang wajahnya slalu nampak tersenyum itu berkomentar saat melihatku berjalan kaku seperti robot.

Ini pertama kalinya aku berinteraksi padanya secara langsung. Wakil Ketua OSIS SMP Anak Bangsa itu sedang melatihku menjadi pemimpin upacara bendera. 

Sudah kucoba berulang kali, tapi masih kaku juga. Aku malu dilihat langsung oleh pria seperti ini, apalagi sama laki-laki ganteng macam Kakak ini. Gunawan. Satu kata itu tertempel di bagian kanan depan bajunya. Meski tomboy dan lebih banyak teman cowok daripada cewek, tapi situasi ini benar-benar membuatku grogi.

"Baiklah, kita istirahat dulu. Kamu boleh kembali ke kelas. Sejam sebelum jam pulang, kita latihan lagi ya." Tak ada rasa kesal di wajahnya, meski mungkin capek melatihku. Bukan cuma bibirnya, matanya pun ikut tersenyum.

Besoknya, hari sabtu, Kak Gun kembali melatihku. Tidak ada kendala apapun, semuanya berjalan lancar, kecuali satu hal, berjalanku kadang mulus kadang antara kaki dan tangan tidak seirama. Robot manusia tomboy muncul ke permukaan, barangkali begitu yang lelaki tinggi kurus ini pikirkan.

"Sepertinya penyebabnya karena bajumu kebesaran," ucapnya kemudian setelah keningnya berkerut sambil melipat kedua tangannya di dada. Oh, ternyata itu yang ia pikirkan.

Lihat selengkapnya