Mereka sampai di gedung teater setelah magrib. Suasananya cukup gelap. Rendy menghidupkan cahaya ponselnya agar Ica bisa melihat seisi gedung. Kursi dengan sandaran berjejer hingga ke belakang. Mereka menaiki tangga menuju panggung yang luas membentang.
“Sempurna,” kata Ica.
“Ndy, hidupin lampunya, dong.”
“Iya, bentar, gue cari dulu. Yuk ke belakang panggung. Kata temen gue kontak lampunya ada di belakang panggung.”
Pelan-pelan Ica mengikuti langkah kaki Rendy sambil memegang ujung kaus Rendy. “Gelap banget, Ndy ....”
“Lah. Lo, kan, biasa gelap-gelapan, Ca. Kan, lo cicak.”
Ica menepuk keras punggung Rendy sehingga teriakan Rendy menggema ke aula gedung teater. Rendy menemukan kontaknya, segera dipencetnya kontak itu dan terlihatlah wajah cantik Ica di depan Rendy.
Ica segera berlari menuju panggung untuk memfoto seluruh isi gedung.
“Ca ...,” lirih Rendy sambil menunjuk kepala Ica.
“Kenapa, Ndy?”