Hari sudah larut malam, gadis dengan cardigan panjang selutut yang menutupi gamis hitamnya itu berjalan menuju sebuah kafe. Entahlah, ia sendiri tak tahu kenapa masih berkeliaran di luar seperti ini.
Lonceng yang menggantung diatas pintu berbunyi ketika ia mulai memasuki kafe tersebut. Kemudian, ia pun duduk disebuah kursi lalu melipat kedua tangannya diatas meja dan menenggelamkan wajahnya disana.
Azzahra Carolina Febyola, panggil saja Zahra. Gadis berwajah manis dengan hidung mancung serta bibir yang tipis itu kerap kali menjadi bunga sekolah. Siapa saja pria yang melihatnya, pasti akan jatuh cinta.
Drrt..
Ponselnya bergetar sekali, menandakan sebuah pesan masuk. Zahra pun meraih benda pipih itu dan mulai memperhatikannya. Rupanya, itu adalah pesan dari Alex, yang merupakan pacar virtualnya. Iya, sebelum ia pindah ke kota ini. Namun sekarang ia sudah bisa bertemu dengan pria itu karena lebih tepatnya, Zahra satu sekolah dengan Alex.
"Gak ada senengnya sama sekali, orang sampe sekarang manusianya belum ketemu kok."
Sangat tidak sabaran, padahal ia baru pindah kemarin. Sesaat kemudian, lonceng pun kembali berbunyi, menandakan seorang pelanggan masuk. Zahra yang masih menelungkupkan wajahnya tak peduli, ia benar-benar tidak ada niat untuk pulang. Padahal, ia sendiri tahu Kakaknya sudah pasti akan marah nanti.
"Pesen americano dua ya."
"Siap, Mas."
Zahra menghela napasnya panjang, memperhatikan jam ponsel sejenak lalu kembali bergelut dengan pikirannya sendiri. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.47, sementara ia merasa lebih tenang berada disini.
Tak lama kemudian, sepasang kaki lantas berhenti didekatnya lalu orang itu duduk dikursi yang ada di depan Zahra. Alisnya mengernyit bingung dan hati yang bertanya-tanya. Zahra pun langsung saja mengangkat kepalanya lalu menatap pria tersebut.
Wajah cowok itu dingin, terlihat sangat tampan dan sepertinya berdarah campuran tionghoa. Hidungnya sangat mancung bak prosotan, bibirnya juga tipis.
Ia menatap Zahra datar dan berkata sambil memberikan segelas kopi americano yang ia pesan tadi, "buat lo satu."
"Makasih, tapi gue lagi gak haus." tolak Zahra spontan dengan wajah tak kalah datar.
"Gue beliin lo, jangan bikin mubazir."
Zahra menyipitkan matanya menatap pria itu dan bertanya, "mencurigakan banget, lo racunin ya?"