Barang siapa memberikan pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian dari (pahala)-nya. Dan barang siapa memberikan pertolongan dengan pertolongan yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian dari (dosa)-nya. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
--QS AL-Nisa (4):85
Sebagai pendakwah besar, Rasulullah Saw. tidak diragukan lagi pasti memiliki pikiran yang tajam dan perasaan yang halus. Hal itu terbukti dari sikap dan tingkah laku beliau yang pandai menyelami jiwa para sahabat dan orang-orang yang akan didakwahinya. Karena itu, bagi kita dan siapa saja yang berminat menjadi “juru dakwah”, dituntut untuk melatih diri agar mempunyai pikiran yang tajam dan perasaan halus seperti Rasulullah Saw. Untuk itu, cara yang terbaik ialah dengan menelusuri sikap Nabi Muhammad Saw. dalam bergaul dan mendakwahi manusia.
Salah satu sikap Rasulullah Saw.yang bijak dalam menghadapi manusia, di antaranya ialah senantiasa memperhatikan orang lain, baik itu kebutuhan lahir maupun kebutuhan batinnya. Beliau senantiasa bersikap ramah kepada setiap orang, seakan-akan lupa untuk memperhatikan dirinya sendiri. Dan ternyata, dengan sikap seperti itu, dalam tempo yang sangat singkat beliau telah berhasil mendapat banyak sahabat.
Bagaimana dengan kita? Bukankah lebih banyak memperhatikan diri sendiri dan kebutuhan pribadi daripada kebutuhan orang lain dan orang banyak? Tidakkah Anda mempunyai perasaan ingin selalu diperhatikan orang, sementara Anda sendiri kurang berminat untuk memperhatikan orang? Apakah dengan sikap seperti itu, menurut pendapat Anda, akan mudah mendakwahi orang?
Memang kita mengenal banyak orang yang melakukan kesalahan, yang dengan segala cara berusaha menarik perhatian orang lain. Orang lain sama sekali tidak menaruh minat untuk memperhatikan mereka, kecuali tentang keburukan dan kelemahannya. Cobalah Anda menceritakan sesuatu yang dianggap “hebat” tentang diri Anda, maka pada umumnya orang akan menanggapinya dengan, “O … ya, saya pun pernah demikian, begini, begitu, malah lebih dari itu … dst.”
Mereka tidak akan berusaha mendengarkan uraian Anda sepenuh hatinya sampai selesai, melainkan mereka akan menunjukkan bahwa dirinya pun demikian, bahkan lebih hebat daripada Anda. Karena itu, sulit untuk menarik perhatian orang dengan menarik perhatian orang, jika bersedia untuk memperhatikan setiap orang.
Menyadari akan hal tersebut, dalam menyampaikan ajakan untuk berbuat baik pun, Rasulullah Saw. senantiasa memperhatikan kecenderungan jiwa dan keperluan setiap manusia. Salah satu contoh, walaupun shalat harus lebih diutamakan daripada hal-hal lain, tidak pernah ditekankan kepada orang yang akan atau sedang makan, sebagaimana sabdanya, “Apabila seseorang di antaramu sedang makan, janganlah tergesa-gesa hingga selesai melakukannya sekalipun telah dibacakan qamat!” (HR Al-Bukhari). Dan, “Tidak sempurna shalat seseorang yang di mukanya telah tersedia makanan …” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud yang diterima dari ‘A’isyah).
Jika kita semata-mata berusaha untuk mendapatkan kesan baik di mata orang lain atau hanya berusaha untuk menimbulkan perhatian orang terhadap kita, sementara kita sendiri kurang bersedia untuk memperhatikan orang lain, kita akan sulit mendapatkan sahabat-sahabat sejati. Sahabat, atau kawan sejati, tidak mungkin kita peroleh dengan cara demikian. Karena itu, marilah kita alihkan perhatian untuk orang lain. Hal itu mengingat bahwa setiap orang sangat memperhatikan dirinya, sehingga apabila lewat di depan kaca rumah, etalase toko, atau melihat foto bersama, yang pertama kali dilihat adalah tampang dirinya.
Sehubungan dengan itu, marilah kita melatih diri agar dapat memberikan perhatian untuk orang lain dan mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri.
Bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Tidaklah berkasih-kasihan dua orang pada jalan Allah, melainkan yang lebih mencintai Allah di antara keduanya, maka dialah yang paling mencintai sahabatnya.” Rasulullah Saw., jika selesai mengimami shalat berjamaah, segera membalikkan tubuhnya dan menghadapkan wajahnya kepada jamaah untuk melihat (dan memperhatikan orang lain), siapa yang tidak hadir saat itu. Jika ternyata ada yang tidak hadir, beliau pun menanyakan kepada para sahabat yang hadir, apakah ia sakit. Demikian besarnya perhatian Rasulullah Saw. terhadap orang lain, dari Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, diceritakan ada seorang wanita yang mempunyai kebiasaan menyapukan masjid dikabarkan meninggal dunia, sedangkan Rasulullah Saw. tidak mengetahuinya. Ketika hal itu diberitahukan kepada beliau, berkatalah Rasulullah, “Kalian telah mengecewakan saya, mengapa saya tidak diberi tahu sehingga tidak sempat menshalatinya? Tunjukkanlah segera kuburannya!” Maka Rasulullah pun segera datang ke kuburnya dan melakukan shalat mayat di sana.