Bukankah Anda demikian memperhatikan nama sendiri? Dan sesungguhnya setiap orang pun demikian. Karena itu, jika Anda ingin disenangi orang, ingat-ingatlah nama panggilan setiap orang yang pernah Anda kenal dengan sebaik-baiknya. Setiap kali Anda bertemu dengan kawan baru, tanyakanlah nama dan nama kecilnya, serta bagaimana sebaiknya Anda memanggil dia. Jika suatu ketika Anda berjumpa lagi dengan orang tersebut, meskipun setahun kemudian, jabatlah tangannya dengan ramah dan sebutlah panggilan yang paling disukainya, tanyakanlah keadaan yang pernah diceritakannya dulu ketika pertama kali bertemu. Ini yang dilakukan Soekarno pada masa mudanya, sehingga dia memiliki pengaruh demikian besar, yang menghantarkannya menjadi Presiden Pertama Republik Indonesia.
“Apabila Anda mencintai seseorang, tanyakanlah namanya, nama ayahnya, neneknya, keluarganya, serta nama tempatnya. Dan jika ia sakit, jenguklah. Jika ia banyak pekerjaannya, berikanlah bantuan kepadanya.” Demikian sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Al-Khariathi dan Al-Baihaqi.
Kadang-kadang Anda diperkenalkan seseorang kepada orang lain. Maka, usahakanlah mengingat nama mereka.
Ingat, kalau Anda tak dapat mengingat nama orang, Anda telah menimbulkan rasa bahwa ia tidak penting dalam pandangan Anda. Ketahuilah bahwa orang-orang besar bila pernah bertemu seseorang, walaupun sudah berminggu-minggu, mereka masih ingat dengan baik siapa orang itu. Karena itu, belajarlah untuk mengingat orang-orang yang diperkenalkan kepada Anda. Sebab, dengan demikian sudah barang tentu Anda akan dapat memperluas khazanah sahabat-sahabat Anda. Janganlah sekali-kali Anda melupakan atau berpura-pura lupa dengan nama orang lain. Jangan pula Anda memanggil nama orang dengan panggilan yang sangat tidak disukainya. Ikutilah selalu jejak Rasulullah Saw. Beliau tidak pernah memanggil para sahabatnya dengan panggilan yang tidak menyejukkan hatinya. Sampai kepada para budak dan hamba sahaya pun beliau melarang manusia untuk memanggilnya dengan panggilan yang menghinakan, sebagaimana sabdanya, “Janganlah salah seorang di antara kalian memanggil 'abdî (hambaku) atau amatî (budakku), hendaklah menyebutnya fatâya (putraku) dan fatâtî (putriku), dan ghulâmî (putraku).”
Demikianlah, beliau memanggil Anas (budaknya) dengan fatâya. Dan kalau kita perhatikan, ternyata Rasulullah Saw. memanggil murid-muridnya “sahabat”, sehingga harga diri mereka tetap terpelihara di hadapan beliau. Akan tetapi, bagaimanakah dengan para guru dan kiai zaman sekarang? Bukankah tidak begitu memperhatikan hal itu.