Prolog: Jackpot
Jackpot!
Seseorang melakukan transaksi koin kripto senilai lima ratus juta rupiah. Roy mengacungkan tinjunya ke udara. Hampir saja ia berteriak saking girangnya. Untung saja ia dapat menguasai diri. Roy memandang sebuah layar monitor yang menunjukkan angka dan grafik-grafik rumit. Tampaknya hanya Roy yang membaca dan memahaminya di ruangan itu. Roy memang menyukai angka, terlebih jika angka itu dapat membuatnya kaya.
Mata Roy masih terus menatap layar itu sambil memutar-mutar kursi kerjanya. Kursi yang nyaman ini membuatnya betah bekerja sehari semalam. Roy memang sudah lama menginginkan kursi gaming GT Racing Pro seri terbaru, termahal, dan ternyaman untuk punggung serta pantatnya itu. Bulan lalu, Bos Arman tiba-tiba mengirimkan kursi ini ke ruangannya.
“Hadiah karena mencapai target bulan ini,” ujar Arman dengan santai.
Tentu saja hadiah ini membuat Roy semakin loyal pada bosnya yang satu itu. Arman beberapa kali membelikan barang yang ia inginkan. Belum lama ini Arman juga membelikan Nintendo Switch yang sudah lama ada di keranjang belanjanya tapi tak kunjung ia bayar. Roy kini dapat memainkannya sambil meletakkan punggungnya di sofa ketika sedang break. Mungkin Arman sengaja membuat Roy tidak beranjak dari ruangan itu, kecuali untuk mengisi dan mengeluarkan isi perut.
Ruangan Roy tidak terlalu besar, setidaknya begitu baginya. Ada tiga monitor besar, diletakkan melengkung mengikuti bentuk mejanya. Roy melakukan setup multi-monitor sendiri untuk menjalankan berbagai proses yang dikerjakannya sekaligus. Roy juga memasang server di ruangan itu. Keyboard mekanik yang tampak elegan dan mahal juga terletak di atas meja kerjanya.
Ruangan ini sengaja dibuat redup. Kadang cahaya di ruangan itu hanya bersumber dari layar monitor atau LED berwarna di sekitar meja kerja Roy. Saras, salah satu rekan kerja Roy pernah mencelanya. Menurut Saras, pencahayaan ruangannya seperti ini akan membuat kaca mata Roy semakin tebal. Untung saja Arman, bosnya, membela Roy. Arman bilang ruangan ini memang harus redup agar siapapun yang mengintip dari luar, tak bisa benar-benar tahu isi di dalam ruangan itu. Mendengar pembelaan Arman, Saras hanya manyun dan Roy merasa menang.
Sebenarnya tak satu pun orang di sana, selain Arman, yang berani masuk ruangan ini tanpa izin Roy. Arman juga memasang kamera CCTV untuk melihat siapa saja yang mendekat ke ruang kerja Roy. Untuk masuk ke ruangan ini pun harus menggunakan sidik jari.
Roy tadinya bekerja di kubikal luar, bersama anak-anak lain yang direkrut sebagai admin. Tidak banyak. Hanya enam sampai tujuh orang saja. Namun, Arman merasa perlu memberikan Roy ruangan sendiri. Akhirnya ia menggunakan satu-satunya ruangan yang kosong di kantor itu.
Roy menggeser sedikit kursinya ke samping kiri. Cukup hati-hati agar tidak menginjak salah satu kabel ethernet yang berserakan di bawah mejanya. Untuk hal ini, Saras juga berkali-kali mengomelinya untuk segera merapikan kabel-kabel, router, modem, USB, dan segala alat-alatnya. Termasuk untuk membuang sampah botol minuman energi dan cup mie instan, serta mencuci cangkir-cangkir bekas kopi. Namun, tetap saja omelan Saras hanya masuk lewat kuping kiri dan keluar dari kuping kanan Roy.
Ia membuka kulkas kecil di sebelah mejanya, lalu mengambil sebotol soda. Mata Roy masih tak lepas dari dashboard rumit di monitornya. Setelah menegak beberapa teguk, Roy tertawa keras sekali. Beberapa anak admin yang masih bekerja dapat mendengar suara Roy dari luar. Mereka menengok ke arah ruangan Roy. Namun, Roy memberikan isyarat pada anak-anak itu untuk mengabaikannya.
Roy lalu meraih ponsel dari atas meja untuk menelepon seseorang. Hanya beberapa dering, telepon itu langsung diangkat.
"Halo, Bos. Mateo sepertinya sukses besar untuk misi kali ini!” ujar Roy girang.
***
Mateo memencet tombol reject berulang kali. Ia sedang tak ingin mengangkat telepon dari Calista. Jarinya kemudian mengetik pesan bahwa ia sedang sibuk. Tentu itu hanya alasan agar Calista berhenti meneleponnya. Padahal, ia sedang santai menonton netflix sambil merangkul Olivia, gadis yang baru ditemuinya minggu lalu.
Waktu itu, Mateo mengunjungi sebuah klinik kecantikan untuk konsultasi perawatan kulit wajahnya yang kering. Mateo adalah salah satu orang yang percaya bahwa pria juga perlu merawat diri, bukan hanya wanita saja yang perlu melakukannya. Ia biasanya pergi ke klinik kecantikan untuk sekadar facial atau perawatan kulit kepala. Tak heran ia selalu tampak bersih dan tampan.
Sebenarnya, Mateo sudah punya klinik langganan yang terpercaya untuk perawatan. Akan tetapi, Mateo ingin mencoba sebuah klinik yang sangat terkenal di sosial media. Klinik tersebut menawarkan promo akhir bulan. Di klinik itulah Mateo bertemu Olivia yang bekerja sebagai dokter.
Ketika melihat Mateo mengunjungi kliniknya, Olivia langsung tersenyum lebar. Sebenarnya itu bukan kali pertamanya bertemu dengan Mateo. Beberapa waktu sebelumnya, Olivia membeli kopi di sebuah Coffe Truck yang ada di taman kota. Ia melihat sosok Mateo paling mencolok di antara orang-orang yang datang membeli kopi. Pria ini sangat menarik bagi Olivia. Tinggi badan, postur tubuh, wajah tampan, penampilan, bahkan pilihan kopinya. Mateo menjatuhkan pilihan kopinya pada es amerikano ukuran reguler. Olivia sempat mendengar ia meminta ekstra es. Memang cocok sekali diminum di cuaca seperti ini.
Saat itu, matahari sedang tinggi. Mateo mengenakan kemeja hitam yang lengannya digulung hingga siku dengan celana jeans dan ikat pinggang kulit. Olivia sudah dapat membayangkan wangi parfum pria itu walau hanya melihat dari kejauhan. Menurut Olivia, daya tarik utama Mateo adalah matanya yang seperti elang. Tajam dan memikat.
Hanya sebatas itu saja. Olivia tak berani menyapa atau mengajak Mateo berkenalan. Ia sudah cukup senang bisa cuci mata di tengah kesibukannya sebagai dokter di klinik kecantikan. Masalah kulit pasiennya dari hari ke hari ada-ada saja.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Olivia tentu tak menyangka bahwa pria tampan itu datang ke kliniknya beberapa hari kemudian. Olivia bersikap senormal mungkin walau sebenarnya hatinya berbunga-bunga. Mateo tampak tidak menyadari kalau mereka sudah pernah bertemu satu sama lain ketika membeli kopi. Jadi Olivia tidak akan mengungkitnya. Biarlah Mateo berpikir pertemuan pertama mereka terjadi di klinik kecantikan tempat Olivia bekerja.
Mateo sangat ramah. Olivia kesulitan menyembunyikan ketertarikannya. Mereka mengobrol cukup banyak ketika sesi konsultasi. Sayangnya Olivia harus menghentikan obrolan ringan mereka karena ada antrean pasien selanjutnya. Tanpa ia duga, Mateo meninggalkan pesan di secarik kertas ketika selesai perawatan. Ia menitipkan pesan itu di meja resepsionis klinik. Isi pesannya dapat membuat Olivia tersenyum lebar. Sebuah ajakan untuk bertemu lagi di luar konsultasi kulit. Mateo bahkan menyertakan username instagramnya: @maliksurya. Kesempatan itu ternyata disambut hangat oleh Olivia. Ia langsung mengikuti akun instagram tersebut dan mulai berselancar, melihat foto pria yang mencuri hatinya itu satu per satu.
Mereka akhirnya bertemu beberapa kali ketika pulang bekerja. Mateo mengajaknya makan di nasi goreng gerobak pinggir jalan. Olivia sebenarnya jarang makan di kaki lima. Namun karena Mateo yang mengajak, ia tentu senang makan di mana saja. Di antara pria yang berkencan dengannya, hanya Mateo yang mengandarai mobil sekelas BMW 5 Series tapi tetap mengajaknya makan di warung tenda pinggir jalan. Pria lain akan berusaha keras untuk membuat impresi pertamanya bagus dengan mengajak Olivia fine dining di restoran dengan pemandangan city light. Tapi Mateo tidak.
Betapa kagetnya Olivia ketika menyantap satu sendok pertama nasi goreng kambingnya kala itu. Rasanya sangat enak sekali. Harusnya dijual di hotel bintang lima. Mateo tertawa mendengar pendapatnya.
“Kamu kalau makan biasanya di mana?” tanya Mateo ketika itu.
“Biasanya sarapan sama makan malem di rumah. Udah ada mbak yang masakin. Tapi kalo lunch biasanya janjian sama yang lain ke resto deket klinik,” jawab Olivia sambil mengunyah nasai gorengnya.
“Bukannya kamu tinggal sendiri?”
“Iya. Tapi Mama ngotot mau kirim Mbak ke apart. Mama tuh takut kalau aku sibuk di klinik, apartemen jadi berantakan. Aku juga ada riwayat asam lambung. Mama nggak mau aku telat makan atau makan sembarangan. Jadi ya gitu deh. Tiba-tiba dia kirim mbak ke rumah buat masak makanan sehat sama bersih-bersih,” jelas Olivia. Ia lalu menegak air minumnya. Pertanyaan Mateo singkat. Tapi kenapa ia menjawabnya panjang lebar?