Mimpi Bersama Cinta
Kantor Sorot Media tempat Leoni bekerja sering terasa sesak dengan berbagai kegiatan. Mulai dari reporter yang sibuk mengetik laporan hingga rapat redaksi yang intens. Orang-orang bergerak cepat. Ada aura kesibukan yang konstan, dengan percakapan telepon yang terus bersautan, staf yang bolak-balik mengumpulkan informasi, dan deadline yang menghantui setiap orang.
Sebagian besar kantor ini menggunakan konsep ruang terbuka. Tujuannya tentu untuk menciptakan kolaborasi yang mudah antara jurnalis dan tim lainnya. Tidak ada sekat tinggi, melainkan meja panjang yang dibagi untuk beberapa orang. Setiap meja dihiasi dengan laptop, alat tu lis, dan mungkin beberapa catatan tempel warna-warni di monitor atau dinding.
Alih-alih ikut sibuk seperti yang lain, Leoni justru duduk termenung di kursi kerjanya. Leoni tak menulis laporan seperti biasanya. Pagi tadi ia baru saja merilis laporan kasus KDRT yang terjadi pada ibu rumah tangga yang suaminya stress karena terkungkung lama di rumah selama pandemi. Setelah laporan itu disetujui pimpinan redaksi tim desain visual akan membuat ilustrasinya. Leoni hanya tinggal menunggu berita itu dirilis sembari menunggu tugas baru diberikan kepadanya.
Leoni menarik napas panjang. Sekarang yang dilakukannya hanya menatap halaman situs Koinova yang terpampang di layar monitornya. Situs itu menyita pikirannya dari sebulan yang lalu. Namun, ia terlalu sibuk dengan liputan dan pekerjaan yang menumpuk sehingga baru sempat mengulik situs itu lagi setelah deadline-nya selesai. Ia mencoba mencari-cari informasi mengenai situs ini tapi nihil. Situs itu sepertinya tak mempunyai sosial media untuk alat promosi. Di zaman yang semuanya serba digital ini, hal itu hampir mustahil. Leoni bertanya-tanya, bagaimana Olivia bisa langsung percaya situs itu begitu saja?
Tiba-tiba Andi, salah satu reporter dari desk ekonomi, menghampiri Leoni untuk mengajak makan siang. Leoni melihat arlojinya. Sudah menunjukkan jam makan siang memang.
“Mau makan di mana deh?” tanya Leoni yang sebenarnya belom terlalu lapar.
“Kantin aja. Aku lagi pengen nasi ayam geprek nih,” ujar Andi yang terdengar tak bertenaga karena lapar. Leoni setuju. Ia merogoh tasnya, mencari dompet.
“Eh, bentar, bentar. Koinova? Kamu ngapain buka situs ini?” Andi melirik monitor Leoni dengan penuh selidik. Leoni menatap Andi dengan terperangah. Ia seperti baru menyadari bahwa profesinya adalah seorang jurnalis. Tentu ia punya teman jurnalis lain yang mengulik masalah-masalah bidang ekonomi. Akhirnya ada orang yang bisa ia tanyai tentang ini. Kenapa ia baru sadar sekarang?
Leoni menarik salah satu kursi asal milik rekan satu divisinya yang kosong karena ditinggal makan siang. Ia memaksa Andi untuk duduk. Andi yang kebingungan hanya bisa menurut. Leoni memperlihatkan situs itu ke hadapan Andi.
“Pernah denger situs ini?”
“Koinova? Sebenernya aku nggak pernah denger tentang situs ini, sih. Tapi kalau situs yang mirip-mirip kayak gini, pernah.”
“Situs yang mirip-mirip?” tanya Leoni.
“Iya. Situs untuk trading atau jual beli aset kripto. Kan kripto sekarang lagi jadi tren banget. Banyak bener orang yang fomo.” ujar Andi. Leoni masih tak mengerti.
“Kenapa banyak banget yang fomo sama kripto, sih?”
“Soalnya sejak pandemi, minat orang-orang terhadap investasi alternatif tuh tinggi. Keadaan ekonomi waktu pandemi jadi pelajaran mereka buat lebih melek investasi. Nah, aset kripto ini punya potensi keuntungan yang tinggi dibanding instrumen investasi lain kayak emas, reksa dana, atau saham. Jadi, jumlah investornya terus nambah.” jelas Andi. Leoni menyaring kata-kata Andi. Otaknya berputar cepat. Jadi, fenomena investasi kripto ini memang sedang menjamur di kalangan masyarakat. Apa hanya dia yang ketinggalan ya di sini? Mungkin memang investasi kripto ini bukan hal yang aneh.
“Kamu tertarik investasi kripto? Saranku sih jangan lewat situs-situs begini,” ujar Andi. Ia menggulirkan kursor ke atas dan ke bawah, menjelajahi isi situs. Membukanya satu per satu.
“Oh, memangnya kenapa?”
“Tapi disclaimer dulu. Ini aku bukan ahlinya dan nggak mau bikin kamu takut sebenernya,” ujar Andi sambil menaikkan kedua tangannya.
“It’s okay. Tell me,” jawab Leoni tak sabar.
“Situs ini kayaknya palsu,” ujar Andi.
Deg. Jantung Leoni serasa berhenti tiba-tiba. Baik firasat ataupun cara berpikirnya ternyata dari tidak salah. Dari awal Leoni sudah skeptis dengan keberadaan situs ini. Hanya saja, tak ada orang yang membahasnya. Ia sudah menjelajahi internet dan sosial media untuk mencari tahu tentang situs ini. Namun berakhir tak menemukan apa pun.
“Kenapa aku bilang palsu? Gini, jadi ada beberapa hal. Pertama, tampilan website ini nggak terlalu menarik. Beberapa bagian juga aneh. Mereka banyak pakai testimoni dan klaim di bagian depan. Kita nggak bisa jamin ini testimoni asli. Kalimatnya mirip-mirip kayak bisa mendapatkan keuntungan yang besar dalam waktu singkat, dengan persentase pengembalian investasi yang terlalu bagus untuk dipercaya. Nih ada yang bilang keuntungan tiga ratus persen dalam satu minggu! Gila kali. Nggak masuk akal!” ujar Andi. Ia menunjuk kolom testimoni di situs itu dengan kursornya.
Leoni menelan ludah. Kemarin, Olivia benar-benar menarik uangnya dari website ini. Keuntungan Olivia hampir seratus persen. Penjelasan Andi dan situasi Olivia terlihat tak sama. Ini terasa membingungkan untuknya.
“Tapi gimana kalo itu beneran? Maksudku… aku kenal orang yang investasi koin kripto di sini. Dia beneran dapet profit dan uangnya bisa mereka withdraw ke rekening. How do you think?”
“Itu bisa jadi teknik pancingan. Investor biasanya akan membeli koin dengan jumlah kecil. Kalau rugi, mereka nggak akan merasa begitu kehilangan. Kalau untung, mereka akan tarik uangnya. Tentu mereka akan pancing dengan profit yang fantastis. Untung membuat orang-orang investasi lebih banyak,” ujar Andi.
“Jadi, orang-orang berpikir, kalau dengan nominal sedikit aja mereka bisa untung tinggi, apalagi dengan jumlah yang besar? Lalu mereka akan investasi lebih banyak lagi. Gitu kan?”
“Exactly. Satu lagi. Mereka tuh sering kasih link yang seolah menuju ke lembaga resmi. Tapi lihat, kalau kita klik, yang muncul malah halaman yang nggak relevan. See? yang muncul malah link affiliate toko oren,” ujar Andi lagi. Ia masih sibuk mengulik isi situs itu, seolah lupa akan rasa laparnya tadi.
“Biar lebih meyakinkan, mereka juga masang logo-logo perusahaan blockchain terkenal kayak gini. Ngapain coba?” Andi menoleh ke arah Leoni. Leoni hanya bisa mengangkat bahu.
“Jadi, mending hati-hati deh. Situs tipu-tipu nih kayaknya,” ujar Andi. Ia bangkit dari duduknya. “Yuk makan yuk! Laper banget nih!”
Leoni akhirnya berjalan mengikuti langkah Andi menuju kantin. Pikirannya terus berkecamuk. Apakah pacar baru Leoni benar-benar merekomendasikan situs itu?
***
“Apa? Ketemu Mateo?” tanya Olivia. Ia baru saja mengganti baju dan hendak pulang dari klinik ketika Leoni meneleponnya.
“Iya. Aku penasaran sama kripto. Aku pengen belajar aja. Katanya pacar kamu jago?” ujar Leoni dari seberang telepon.
“Ya boleh aja sih. Nanti kita atur waktunya, ya!” Olivia menutup teleponnya karena Mateo sudah datang menjemputnya. Ia melangkah dengan langkah cepat. Tak sabar bertemu dengan kekasih hatinya itu.
Mateo sudah menunggunya di parkiran depan klinik. Ia tampak sedang menghisap sebatang rokok. Ketika Olivia datang, ia cepat-cepat mematikan dan membuang putung rokoknya di tempat sampah yang tak jauh dari sana. Ia merentangkan tangannya, seolah mempersilahkan Olivia menghambur ke arahnya.
“Sori ya, aku agak bau rokok,” ujar Mateo begitu mereka berpelukan.
“Nggak kok.” Olivia membenamkan dirinya di pundak pria itu. Aroma pria itu khas sekali. Wangi aquatic dan woody yang merebak tipis-tipis dari leher Mateo masih dominan daripada bau rokok yang disebutkannya tadi.