Markus Diringkus
Pagi itu, Leoni terbangun dengan kepala yang terasa berat dan suhu tubuh yang panas. Ia terbaring lemah di kamarnya. Leoni mengambil termometer yang tak jauh dari tempat tidurnya. ia mengukur suhu tubuhnya sendiri. Tiga puluh tujuh derajat. Cukup tinggi. Ia menyandarkan diri di dinding.
Masih terdapat banyak coretan di papan tulis miliknya itu. Di sana ia menuangkan semua ide-ide tulisan. Masih ada beberapa potongan artikel dan foto-foto hasil liputannya. Di samping kasur, laptopnya terbuka dengan beberapa tab berita yang masih tertinggal dari malam sebelumnya.
Sambil menyeka keringat di dahi, Leoni meraih ponsel di meja samping tempat tidur dan menatap kontak Olivia. Dia merindukan sahabatnya, tapi pertengkaran besar beberapa minggu yang lalu membuat mereka berhenti berkomunikasi. Tak ada telepon tiba-tiba ketika Calista sedang bekerja. Tak ada bombardir chat whatsapp ketika ia tak sempat membalas pesannya. Ternyata hal itu membuat hari-harinya jadi kosong.
Dengan suara serak, Leoni bergumam, "Ah, Olivia, kapan kita bisa ngobrol lagi tanpa drama?"
Beberapa hari ini Leoni menyibukkan diri dengan liputan padat tentang vaksin. Deadline yang silih berganti cukup menguras tenaga dan pikirannya agar tidak memikirkan Olivia. Walau ia tetap bersikap penuh selidik terhadap situs Koinova. Ia menyelam ke berbagai sosial media dan platform menulis seperti quora, tumblr, sampai medium. Mencari tahu apakah ada yang pernah menulis soal ini. Ia ingin menghubungi dan mencari tahu lebih banyak tentang situs yang membuat hubungannya dengan Olivia retak.
Namun, pagi itu ia benar-benar tak bisa bangun. Dia mencoba menghubungi rekan-rekannya di Sorot Media. Namun, satu per satu teman-temannya memberikan jawaban yang sama.
"Maaf, Leoni, lagi di lapangan. Deadline aku nanti sore. Jadi aku kayaknya nggak bisa nemenin. Apa nggak mau coba pakai aplikasi haidokter aja?" balas Yovi, rekan setimnya.
“Ah oke, Yov. Nggak papa. Nanti coba,” ujar Leoni tak menampik alasan Yovi karena memang begitu adanya.
"Lenoi, I’m so sorry. Aku pengen banget bantu, tapi lagi siapin presentasi buat rubrik baru," kata Andi dengan nada menyesal. Ia juga akhirnya menutup telepon karena Andi harus rapat redaksi hari itu.
Akhirnya, setelah hampir putus asa, dia melihat nama kontak "Saras" yang baru dia simpan beberapa minggu lalu. Leoni ragu-ragu, tetapi rasa sakit di tubuhnya membuatnya tak punya banyak pilihan. Dengan tangan gemetar, dia menghubungi Saras. Setelah beberapa kali nada sambung, Saras mengangkat teleponnya.
"Halo, Leoni? Kamu kenapa?" suara Saras yang langsung mengangkat teleponnya. Leoni berusaha bangun dari tidurnya. Ia juga tak menyangka Saras akan mengangkat teleponnya secepat itu.
"Halo, Saras... Maaf ganggu. Aku lagi nggak enak badan. Demam tinggi, kayaknya. Biasanya ada Olivia tapi kamu tahu kan kalo… ah lupakan. Aku mau minta tolong... boleh nggak kamu nemenin aku periksa?" Leoni terbata-bata mengatur kata-katanya. Baru kali ini ia minta tolong ke orang yang baru dikenalnya.
“Kamu demam? Sekarang bisa bangun nggak?”
“Bisa, tapi rasanya agak pusing.”
“Kalau bisa bangun, boleh kompres kepala kamu dulu pakai air hangat ya. Kirim alamat kos kamu. Aku segera ke sana." ujar Saras tanpa babibu. Leoni mengucapkan terima kasih sebelum Saras menutup teleponnya. Ia lalu mengirimkan alamat kosnya lengkap dengan denah virtual ke whatsapp Saras.
***
Saras bergegas merapikan barang-barangnya dengan tergesa. Ia memasukkan satu kotak teh chamomile ke dalam tasnya. Di tengah kekalutannya menyortir pelanggan Coffee Truck untuk dijadikan target Arman selanjutnya, Leoni meneleponnya. Jantung Saras serasa berhenti begitu melihat nama Leoni di layar ponselnya. Leoni memintanya untuk menemaninya periksa karena demamnya tinggi dan ia masih tak bisa menghubungi Olivia karena pertengkaran mereka tempo hari.
“Mau ke mana?” tegur Arman, begitu melihat Saras hendak keluar markas. Saras menghentikan langkahnya sejenak. Saras tampak menimbang-nimbang sedikit tentang alasannya keluar markas kali ini.
“Ke Coffee Truck sebentar. Baristanya masih baru. Markus belum masuk. Jadi kadang suka lupa harus kasih promo ke orang yang datang. Belakangan, yang tag akun kita sedikit. Jadi aku kesusahan nyisir target baru, Mas,” ujarnya cepat. Arman mengangguk paham. Ia memberikan isyarat dengan menunjuk pintu; artinya Saras boleh keluar dari sana.
“Thanks, Mas,” ujar Saras, meninggalkan ruangan itu dengan cepat. Alasan yang dipakainya masuk akal untuk Arman. Karena Armanlah yang menerapkan metode menjaring target seperti ini.
***
Arman sangat suka kopi. Ia mendirikan kedai kopi keliling yang ia beri nama Coffee Truck. Kopi ini viral di kalangan anak muda karena enak dan konsepnya unik. Coffee Truck tidak punya tempat dan waktu paten untuk berjualan karena Arman membuat ini sebagai Coffee Truck keliling.. Pelanggan yang ketagihan minum kopi dari Coffee Truck harus setia menunggu update dari sosial media. Setiap Coffee Truck buka, antusiasnya selalu tinggi. Jadi, pelanggan akan dapat kejutan kapan dan di mana Coffee Truck akan jualan hari itu.
Yang unik lagi, Coffee Truck akan selalu memberikan potongan harga jika pelanggan memposting dan menandai akun mereka di instagram. Dari situlah Saras mulai menyisir satu per-satu pelanggan mereka. Ia akan menyortir dari pelanggan yang terlihat good looking. Lalu setelah itu Saras akan masuk ke tampilan instagramnya dan menganilisis keadaan ekonomi mereka dari sana. Termasuk apa pekerjaan mereka, siapa saja temannya, tinggal di lingkungan seperti apa, hobinya apa, sampai dengan bagaimana aktivitasnya sehari-hari. Saras dapatkan semua hal itu dari postingan sosial media mereka. Setelah itu, Saras akan memilih yang paling mungkin mereka jadikan target besar.
Daftar kandidat target akan diserahkan ke Arman. Arman akan melakukan analisis dengan caranya sendiri. Jika sudah memutuskan, Arman akan menyerahkan target itu ke Mateo. Sebelum itu, Roy akan memoles citra Mateo. Setiap mendekati target, Mateo akan punya sosial media baru yang dibuat oleh Roy, dengan beragam latar belakang, pekerjaan, dan hobi, tergantung siapa yang jadi targetnya. Setelah menyelesaikan satu misi, Roy akan menghapus semua jejak Mateo dari korban. Ia akan membuang nomor telepon Mateo, menghapus sosial medianya, dan memblokir segala akses mereka ke Mateo. Setiap ganti target, ganti pula persona Mateo.
Karena Mateo mengerjakan target-target besar, sisa target lainnya dari pengunjung Coffee Truck akan dilempar ke tim di bawah kendali Cakra. Itulah mengapa Cakra kadang sangat sinis dengan Mateo.
***
Taksi itu berhenti tepat di sebuah rumah berpagar coklat. Saras memapah Leoni yang masih lemas setelah turun dari taksi. Ia memegang lengan Leoni agar tidak terjatuh ketika menaiki tangga menuju kamar kosnya di lantai dua.
“Begini emang kalau sewa kamar di lantai dua. Kalau sakit agak repot,” ujar Leoni, dengan nada meminta maaf. Saras tak menghiraukannya. Ia hanya ingin memastikan Leoni bisa melangkah sampai atas dan tidak terguling. Tadi hasil swab mengatakan bahwa Leoni negatif covid. Demam tingginya mungkin karena daya tahan tubuhnya turun karena terlalu kelelahan dengan pekerjaannya. Dokter meresepkan obat penurun demam dan vitamin.
Mereka masuk ke kamar Leoni yang sederhana namun tampak rapi. Kamar kosnya terdiri dari tiga petak. Di depan digunakan untuk kursi ruang tamu dan meja kerjanya, tengah untuk kamar tidur dan meja kerjanya, di belakang untuk kamar mandi dan dapur kecil. Ada balkon kecil juga untuk menjemur pakaian.