"Hei, berhenti menyemprotku!”
Natt berlari di tengah-tengah kerumunan. Berdesakan dengan orang-orang yang nyaris seluruh tubuhnya basah dan wajahnya penuh dengan coretan bedak tepung. Seakan-akan seluruh penduduk Thailand, baik lokal maupun turis asingnya, tumplak di Khao San Road ini. Sebagian besar mereka membawa pistol air dengan berbagai ukuran dan sebagian lainnya membawa bedak tepung. Natt terus berlari, menyusuri jalanan yang semakin basah dan penuh dengan tepung itu. Ember-ember berisi air tergeletak di pinggiran jalan. Dan, di beberapa sudut, Natt melihat bule-bule memakai baju pantai warna-warni yang pastinya sudah mereka persiapkan khusus untuk acara festival ini. Ah, hampir saja dia menabrak seekor gajah yang sedang menyemprot orang-orang dengan belalainya, kalau saja Natt tidak dengan refleks melompat dan menghindar. Bagi Natt, bukan cuaca panas di bulan April saja yang membuatnya sebal, tetapi juga semprotan air dan colekan tepung yang diarahkan kepadanya oleh orang-orang di sekelilingnya. Dia terus berlari. Dan, suara tawa serta teriakan gembira terdengar di sepanjang jalan. Perang air dimulai!
“Can, aku benci air!” seru Natt sambil menghindari air yang disemprotkan Can.
“Kalau begitu aku akan membuatmu menyukai air,” kata Can. Cowok berkaus putih itu menembakkan air lagi.
Dasar cowok licik, batin Natt. Tabung berisi air di punggung pistol Can lumayan besar, sedangkan Natt tak membawa senjata apa pun. Dia menyesal tidak mempersiapkan semuanya untuk hari pertama festival ini.
“Hentikan, Bocah!” seru Natt.
Natt berusaha melarikan diri dan matanya menemukan Mai di ujung jalan sana. Cewek berponi itu membawa pistol air yang cukup besar. Natt mendekatinya, lalu menyambar pistol air di tangan Mai, sedangkan Can terus mengekorinya di belakang.
“Hei, itu punyaku,” protes Mai, tetapi Natt sudah menjauh.
“Pistolku lebih besar, Can,” kata Natt, lalu mengarahkan pistol itu ke Can. Wajahnya congkak.
Can tertawa. Sepasang lesung pipitnya yang imut, hampir saja membuat Natt lupa kalau cowok ini “musuhnya” sekarang. “Jadi, kau benar-benar menantangku berperang air?” Tubuh Can yang basah itu mendekati Natt. Langkahnya pelan, tetapi cukup membuat Natt merasa terintimidasi.
“Aku tidak takut padamu, Can.” Natt menunjukkan tampang tak mau kalah. Dan, begitu dia tahu kalau ternyata air dalam tabung pistol Can habis, Natt berseru, “Aha!”
“Natt!” teriak Can, tetapi cewek berbaju oranye di hadapannya itu langsung menyemprotnya tepat di wajah. Kemudian, Can buru-buru menjauh.
“Hei, jangan lari!”
Buk!
“Sialan.” Can meringis. Cowok berkulit putih itu terjatuh sehabis menabrak Kris yang berdiri di belakangnya sejak tadi. Kris tertawa melihat kelakuan kedua orang itu.