Dalam sekejap, kedua motor melesat bagaikan anak panah. Ban belakang sedikit menggesek aspal sebelum mencengkeram dengan sempurna, mengeluarkan suara mendesis yang khas, ditimpal oleh jeritan dan teriakan para penonton.
Jefri langsung membuka gas penuh, merasakan dorongan mesin yang menggetarkan seluruh tubuhnya. Willy tidak kalah cepat, motor miliknya melaju dengan agresif di samping Jefri.
Kecepatan mereka terus meningkat. 60 km/jam… 100 km/jam… 140 km/jam. Angin malam menusuk wajah mereka di sela-sela kaca helm fullface, tapi Jefri tetap fokus. Ia bisa melihat Willy mencoba mendekatinya dari sisi kanan.
"Lo gak bakal menang semudah itu, Jef!" teriak Willy, meski suaranya hampir tenggelam oleh suara mesin.
Jefri melirik sekilas, lalu tersenyum tipis. "Kita lihat aja!"
Kecepatan mereka berkurang ketika hampir mendekati belokan. Tepat di belokan keduanya berpepetan. Willy mencoba menutup jalur Jefri. Jefri yang mengetahui gaya balap Willy mengendurkan tarikan gasnya dengan sedikit rem lalu secepat kilat ia langsung ambil jalur kanan Willy. Willy yang berniat menutup jalur merasa kecele karena ternyata Jefri justru mengendur dan menyalip di kanannya. Jefri langsung tarik gas begitu dapatkan posisinya di trek lurus. Ban depan motor Jefri terangkat setengah jengkal saking tingginya akselerasi. Begitu pula Willy yang setengah meter di belakang samping kirinya membetot gas sekuat tenaga. Keduanya berada di trek lurus jalanan dengan aspal mulus itu. Saling menyalip ketika tarik tuas kopling. Eror sedikit saja dalam memainkan tuas kopling atau injak gigi kopling serta tarikan gas maka kekalahan di depan mata. Jefri dan Willy sudah jago dalam hal tersebut. Kecepatan semakin meningkat hingga menjelang finis. Dan dalam beberapa detik kemudian keduanya melintasi garis bersamaan.
Siapa pemenangnya?
Suara deru mesin masih menggema di antara ruko-ruko yang sudah tutup dan pepohonan yang berjajar di median jalan. Di ujung jalan lurus yang beberapa puluh meter setelah garis finis, dua motor berhenti dengan mesin masih meraung, berusaha menenangkan diri setelah berpacu secepat angin.
Jefri menoleh ke kiri, Willy juga menoleh ke kanan. Napas keduanya memburu di balik helm full face yang menutup wajah mereka.
“Siapa duluan?” tanya Willy, sambil membuka kaca, suaranya tertahan oleh helm.
Jefri menggeleng, kaca helm diangkat ke atas “Gak tahu.”
Lalu keduanya memutar motor menghampiri kerumunan di garis finis. Puluhan penonton yang tadi bersorak kini berdesakan mendekati Andi yang menjadi wasit. Ada yang sibuk memperhatikan rekaman di smartphone masing-masing. Sebagian masih bingung menentukan siapa pemenangnya.
Andi yang jadi wasit memperhatikan video hasil rekaman balapan di smartphone. Beberapa kali ia menekan dan mengusap layar smartphone. Di samping Andi berdiri Jefri dan Willy ikut menonton video hasil balapan. Andi Lalu mengangkat tangan memberi aba-aba bahwa keputusan sudah ditentukan.
"Balapan sudah selesai dan gak ada kecurangan. Dan pemenangnya adalah Jefri."
Seketika riuh suara teriakan dan tepuk tangan penonton bersahutan. Sebagian menghampiri Jefri dan Willy. Mereka berdua melakukan tos dan bersalaman penuh tawa.
"Gila lo Jef. Hebat. Gokil. Selamat ya." Ucap Willy menepuk bahu kiri Jefri.
Jefri membalas tepukan bahu Willy. "Lo mestinya yang menang kalau di belokan tadi gak nginjek rem terlalu dalam."
Jefri menerima uang hasil taruhan dari Andi. Ia mengangkat uang itu dan mengibaskannya, disambut sorakan dan siulan penonton. Andi menerima persenan dari uang taruhan. Lalu keduanya melakukan fist bump. "Thanks, Jef!" Ucap Andi.
Teman-teman Jefri berkerumun di sekeliling dia. Uang taruhan diberikan ke Kevin. Kevin menerima uang itu lalu mengambil 10 lembar. "Gue ambil uang yang 1 juta aja. Sisanya buat lo Jef."
Jefri menerima uang yang diberi Kevin. Ia berpikir sejenak lalu memandangi teman-tema yang mengelilinginya. "Kita nongkrong bareng. Nyetting motor bareng. Uang ini buat bareng-bareng. Gimana kalau malam ini kita makan bareng. Udah lama nih gue gak makan bebek Goreng Cak Rohidin di deket alun-alun.” Jefri usap-usap perutnya. “Yang gak mau makan angkat tangan!"
Cuma satu orang yang angkat tangan, Bimo. Semua menatap Bimo. Arul yang di sampingnya melongo lalu menyenggol tangan Bimo dengan sikutnya. "Lo gak ikut makan? Gak lapar?"
Bimo gelagapan. "Hah..! Gue ikut makan lah. Kan tadi bilang yang mau ikut makan bebek goreng angkat tangan."
Sontak teman-teman Jefri tertawa terbahak. Arul langsung rangkulkan tangannya di atas bahu Bimo. "Dasar ceking. Budek lo. Makanya kalau nyetting motor kuping jangan di deketin ke knalpot."
Jefri dan teman-temannya makin bergelak tertawa. Lalu mereka tunggangi motor masing-masing menuju warung bebek goreng Cak Rohidin yang terkenal lezat di dekat alun-alun.
***
Siang itu, dapur rumah Mak Siti sudah selesai dari kesibukannya. Sisa-sisa aroma kelezatan masakan masih mengambang di dapur itu. Gulai ayam, tumisan buncis wortel, dan sambal terasi bercampur menjadi satu, menggugah selera siapa saja yang mencium baunya.