Love Story of El Panthera

awod
Chapter #13

Kandang Sapi

Matahari siang itu lumayan terik meskipun sesekali meredup terhalang awan. Angin sepoi-sepoi di lereng gunung cukup untuk menyingkirkan hawa panas yang menyengat. Jefri berjalan keluar gerbang pesantren. Menyusuri sungai kecil berair bening. Diambilnya sebatang rumput dan diselipkan di ujung bibirnya, ia terus berjalan menuju ladang. Di bawah salah satu pohon besar rindang, ia duduk menghadap ke arah gunung. Tidak jauh kelihatan seorang pria paruh baya sedang merapikan gundukan tanah di ladang. Sesekali pria itu memandang ke arahnya lalu mengangguk tersenyum. Jefri pun membalas senyum itu.

Pandangan Jefri menyapu kawasan terasering pesawahan yang luas yang baru ditanami benih padi. Baru sekarang ia merasakan tenteramnya hidup tanpa kebisingan. Hanya gemeresik air dari sungai kecil yang terdengar. Tak lama sayup-sayup terdengar suara azan. Jefri mendengarkan sambil jarinya memainkan ujung batang rumput yang terselip di ujung bibirnya.

Meski keindahan alam di sekitar pondok pesantren membuatnya kagum dan tenteram, namun kebosanan masih menjalarinya. Tak terasa matahari yang dari tadi tertutup awan kini menyembul dari balik awan. Sinarnya menyengat kaki Jefri yang sedang asyik duduk berselonjor. Ia geserkan duduknya ke bagian yang teduh. Di saat yang sama perutnya mulai keroncongan. Ia berdiri dan menepuk-nepuk celana belakangnya, lalu berjalan menuju kandang sapi di sebelah selatan ladang.

Di dekat kandang, sapi-sapi tampak santai mengunyah rumput. Ada yang duduk santai menjelepok, ada pula yang berdiri melenguh pelan.

Jefri mendekat dan berdiri di samping kandang. Dipandanginya sapi-sapi itu.

"Oi, sapi… enak banget hidup lo ya, kerjaannya cuma makan, tidur, berak."

Sapi itu menoleh sebentar lalu lanjut mengunyah.

Jefri mendengus. "Kalau dipikir-pikir gue di sini malah kayak tahanan. Gak bisa kemana-mana. Cuma sekitaran sini doang. Gak ada listrik, gak ada hiburan, gak ada balapan. Tiap hari cuma ngobrol sama orang-orang religius." Ia melipat tangannya di atas pagar kayu kandang.

"Pengen balik gak bisa. Sebenernya sih bisa cuma gak ada yang nganterin. Mana kaki gue masih ngilu dikit. Masa gue harus jalan kaki ke kota."

Jefri menghela napas panjang, lalu tertawa kecil. "Sial, udah seminggu lebih di sini, gue malah curhat sama sapi."

Sapi itu masih tetap mengunyah santai, matanya sesekali melirik ke arah pagar.

Jefri menggeleng. "Lo ini emang pendengar yang baik, Bro. Gak motong omongan, gak nge-judge. Cuma diem doang."

Jefri angkat salah satu kakinya ke atas pagar papan yang bawah. "Eh, gue juga ketemu ustazah di sini. Cantik, tapi nyebelin. Seumur-umur gue belum pernah liat cewek cantik banget kayak dia. Nyebelin tapi cantik. Cantik tapi nyebelin."

Lihat selengkapnya