Love Story of El Panthera

awod
Chapter #20

Penguntit

Meskipun listrik sudah menyala, pagi di pondok pesantren tetap berjalan seperti biasa. Setelah Shalat Subuh berjamaah, Jefri keluar dari masjid sambil mengedarkan pandangan. Namun, tak terlihat sosok Ustazah Sania.

"Hmmm... dari kemarin gak kelihatan di mesjid. Biasanya habis Shalat Subuh dia lewat sini," gumamnya dalam hati.

"Ah, bodo amat!" katanya dalam hati sambil berjalan ke kamarnya. Sesampainya di kamar, ia duduk di atas dipan kayu, meraba-raba dagunya yang penuh kumis dan brewok tebal.

"Kayak manusia purba nih gue!" keluhnya sambil bercermin di kaca kecil yang menggantung di dinding. Ia pun mencari alat cukur yang kemarin ia beli di warung saat mengambil kayu bakar.

"Lah?! Mana kerokannya?" Jefri mengobrak-abrik laci kecil di samping tempat tidurnya. Ia memeriksa celana yang tergantung, memeriksa bawah ranjang dan meja. Tetap saja ia tidak menemukannya.

"Hmm... Jangan-jangan jatuh di warung waktu beli? Atau waktu ada jambret? Atau ketinggalan di lumbung kayu?" Jefri menghela napas panjang, lalu menggaruk kepala. Pandangannya masih menyapu seluruh ruangan.

"Udahlah, besok coba cari di lumbung, atau beli lagi. Sekarang gue biarin aja brewokan begini."

Dengan malas, Jefri keluar kamar dan menuju rumah Abah. Di serambi rumah, kiai itu terlihat sedang duduk santai menikmati ubi rebus dan secangkir teh serta menghisap rokok kretek sambil melihat ponselnya.

Jefri mendekat lalu mengucap salam. "Assalamualaikum, Abah," panggilnya pelan.

Abah menoleh, menatap Jefri dengan tenang. "Wa’alaikumussalam. Kenapa, Jef? Sini duduk di sini." Abah menunjuk kursi di sebelah meja.

"Kamu mau teh? Sebentar Abah buatkan." Abah menawarkan.

Jefri langsung melambaikan kedua tangan di depan dadanya. "Tidak usah Bah. Terima kasih. Saya cuma sebentar tidak mau mengganggu Abah." Jefri menghela napas, lalu mengusap lehernya yang terasa kaku.

Lihat selengkapnya