Love Story of El Panthera

awod
Chapter #21

Jurus Cakar Harimau

Malam minggu di pondok pesantren ada suasana berbeda dari biasanya. Seusai Shalat Isya berjamaah, hampir seluruh santri menyerbu aula utama, membawa sarung yang diselempangkan ke bahu, siap menonton pertandingan Liga Indonesia: Persib vs Bali United.

Sorak-sorai, tepuk tangan, dan bahkan teriakan terdengar keras saat wasit meniup peluit tanda pertandingan dimulai.

Jefri, yang tidak terlalu tertarik dengan sepak bola hanya duduk di pinggir, menyaksikan tingkah para santri yang begitu bersemangat menyaksikan tim jagoan mereka bertanding.

Ada yang berdiri sambil mengepalkan tangan, ada yang berteriak-teriak memanggil nama pemain, dan ada juga yang berdebat sengit soal strategi.

Yang berbeda dari biasanya adalah di bagian belakang aula, Abah duduk di kursi ditemani beberapa ustaz. Mereka menonton dengan lebih tenang, sambil sesekali mengobrol santai ditemani ubi rebus dan teh panas serta kepulan asap dari rokok kretek.

Di tengah riuhnya suasana, Abah tiba-tiba menoleh ke arah Jefri yang sedang duduk santai sambil senyum-senyum sendiri melihat kehebohan para santri.

"Nak Jefri," panggil Abah dengan suara lembut tapi tegas.

Jefri menoleh cepat, lalu berjalan mendekat dengan sedikit bingung. Ia menghampiri lalu duduk di dekat kiai itu.

Abah tersenyum kecil sambil sedikit menggoda, "Abah dengar ‘gosip’ dari para santri, katanya Nak Jefri bikin babak belur dua jambret di kampung bawah."

Jefri yang sedang merapikan duduknya langsung kaget.

"Hah?!"

Ustaz Khalid dan ustaz-ustaz lain tersenyum penuh arti.

Jefri garuk-garuk kepala, lalu tertawa kecil. "Ehh... anu, Bah. Itu... cuma kebetulan saja."

Abah mengangguk pelan, matanya tetap tajam mengamati Jefri.

"Kamu bisa silat juga ternyata," tambahnya.

Sebelum Jefri sempat menjawab, Ustaz Ibrahim, seorang ustaz berusia 50 tahun yang duduk di sebelah Jefri, tiba-tiba meraih tangannya. Ia memegang dan mengurut telapak tangan Jefri, memperhatikan dengan seksama.

Jefri sedikit kaget dan agak bingung, tapi diam saja. Setelah beberapa detik, Ustaz Ibrahim tersenyum.

"Belajar silat di mana, Nak Jefri?" tanyanya lembut, matanya penuh rasa ingin tahu.

Jefri merendahkan diri, menggeleng pelan. "Ah, tidak seberapa, Ustaz. Cuma dikit-dikit saja."

Abah terkekeh pelan, lalu menatap Jefri dengan tatapan penuh makna.

"Abah tahu sejak pertama kali mengobati lukamu kalau kamu sebenarnya menguasai ilmu bela diri."

Lihat selengkapnya