Love Story of El Panthera

awod
Chapter #26

Jaga Hati

Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Jefri berbaring di atas ranjangnya, mencoba memejamkan matanya namun sulit. Sesekali dimiringkan tubuhnya ke kiri kadang ke kanan. Bayangan Sania seolah-olah menari di pelupuk matanya. Semakin ia mencoba pejamkan matanya semakin jelas bayangan ustazah cantik nan anggun itu.

PLAKK..!!

Jefri duduk di tepi ranjang, menampar pipinya sendiri. "Gila!!” Ia membatin sambil mengusap wajahnya. "Jangan-jangan gue beneran jatuh cinta sama dia. Tapi apa dia juga cinta sama gue? Hadehh... ke GE'ERan gue nih. Siapa gue siapa dia. Gue Shalat aja bolong-bolong." Jefri membatin. Di geleng-gelengkan kepalanya, rambutnya yang acak-acakan semakin acak-acakan. Lalu ia kembali berbaring. Namun kali ini yang terngiang ucapan Ustaz Ibrahim. "Lagi pula kamu kan kalau bangun kesiangan terus." Dan ucapan Abah. "Manusia tidak memilih di mana ia lahir dan dalam keadaan apa. Tapi manusia selalu punya pilihan ke mana ia akan pergi. Kamu kehilangan ayah, ibu, dan kakek. Tapi Allah tidak pernah meninggalkanmu. Allah yang memberikanmu nenek, bibi, dan saudari sepupu yang menyayangimu. Allah yang memberimu kesempatan untuk jatuh, lalu bangkit kembali. Dan sekarang, kamu ada di sini."

Suasana semakin hening. Matanya berkaca-kaca mengingat ucapan itu. "Gue udah diselametin, ditampung, dikasih makan, tempat tinggal. Mereka cuma tahu nama dan asal gue. Tapi mereka baik banget." Jefri miringkan tubuhnya ke kiri. Air mata mengalir menembus bantal. Tak terasa ia pun tertidur.

Suara azan subuh kali ini mengagetkan Jefri. Ia pun langsung ke kamar mandi lalu ikut berjamaah Shalat subuh. Seperti biasa selepas subuh ia keluar masjid menunggu bidadari pujaannya lewat. Dan benar saja, ketika Jefri keluar pintu mesjid, di antara kerumunan santriwati ia melihat Ustazah Sania masih mengenakan mukena putih berjalan menuju rumahnya. Sambil mengusap-usap brewoknya ia tersenyum memandangi gadis itu dari kejauhan.

Tiba-tiba. "Jefri." Suara pria paruh baya terdengar di sampingnya sambil menepuk bahu. Ia terkejut. Mukanya sedikit pucat ketika ia mengenali suara itu. Suara Ustaz Ibrahim.

"Ke bengkelnya jam berapa, Jef?

"Biasanya bengkel buka jam 8 pagi Ustaz. Ya mungkin jam 8 atau jam 9 saya ke bengkel." Jefri menerangkan.

"Baiklah nanti ke rumah saja. Minta kunci motor ke ibunya Sania. Soalnya jam segitu saya sedang mengajar. Tolong belikan oli juga. Sekalian diganti olinya."

"Baik, Ustaz." Jefri mengangguk pelan.

Matahari sudah mulai naik ketika Jefri tiba di rumah Ustaz Ibrahim. Udara pagi masih sejuk, aroma masakan dari dapur rumah itu menggoda hidungnya.

"Assalamualaikum." Jefri mengetuk pintu perlahan.

Dari dalam terdengar suara jawaban salam. "Wa’alaikumussalam." Sania sedang membantu ibunya yang sedang sibuk memasak di dapur.

"Itu pasti Jefri mau pergi ke bengkel. Lekas buka pintu dan berikan kunci serta uang yang di rak buku itu." Ujar ibunya.

"Baik, Bu." Sania mencuci tangan dan bergegas ke luar. Pintu terbuka. Ustazah itu muncul mengenakan gamis biru muda dan kerudung motif bunga.

"Wa’alaikumussalam," jawabnya singkat, matanya menatap lelaki itu dengan ekspresi datar. "Udah siap berangkat ke bengkel?"

Jefri mengangguk.

Lihat selengkapnya