Para santri yang sedang berkerumun di depan kelas maupun yang di lapangan langsung masuk kelas ketika bel tanda masuk berbunyi. Jefri seperti biasa melakukan rutinitas paginya menuju dapur pondok mengambil sisa potongan sayuran yang tak dimasak untuk pakan ikan di empang. Langit cerah, udara sejuk, dan aroma dedaunan basah menguar di sekitar pondok pesantren.
Saat hendak masuk dapur, dari kejauhan matanya sempat menangkap tiga sosok di depan kantor Asatiz (kantor guru). Ustaz Ibrahim, Ustaz Khalid, dan Ustazah Aisyah sedang berdiri membentuk setengah lingkaran berbincang serius.
Perhatiannya buyar saat melihat Alex dari dalam kantin dengan tawa lebar sambil melambaikan tangannya seolah memberi isyarat agar ia main ke kantin.
Jefri mengangkat tangan menyapa, lalu menjawab dengan isyarat melambaikan tangan menolak karena masih ada pekerjaan, kemudian ia masuk ke dapur. Tanpa berlama-lama, ia membawa dua kantong plastik besar berisi kulit-kulit sayuran, daun kol yang layu, batang bayam, dan sisa sayuran lain yang tidak dimasak. Ia mengambil jalan lewat belakang dapur menuju empang kecil di dekat kandang sapi.
Sambil menuangkan rumput dan konsentrat ke palung makan sapi, ia mengelus kepala salah satu sapi.
“Kamu tahu enggak, bro?” ucapnya ke sapi itu. “Ustazah Sania kayaknya marah gara-gara aku main ke rumah Kartika, padahal aku cuma bantu betulin motor adeknya. Pas dia lihat aku, waduh, tatapannya tuh kayak halilintar mencari sasaran. Menggelegar menghujam dadaku..."
Sapi itu menggeram pelan sambil terus mengunyah.
"Sepertinya dia cemburu," Jefri hanya tersenyum menatap atap kandang. Pikirannya teringat saat kejadian di rumah kartika, "Berarti dia ada rasa, ya?”
Jefri cengengesan sendiri sambil geleng-geleng kepala, ia kemudian melangkah ke dekat empang, melempar pelet dan sisa-sisa sayuran yang dibawanya dari dapur. Ikan-ikan berebut makanan sambil menciptakan riak kecil di permukaan air.
Selesai dengan urusannya memberi makan sapi dan ikan, Jefri pun menuju kantin. Seperti biasa ia masuk ke dalam kantin dan berbincang dengan Alex. Baru beberapa menit mengobrol, bel tanda istirahat berbunyi. Para santriwati berhamburan menuju kantin untuk jajan. Jefri kemudian bersembunyi di balik lemari, diambilnya satu majalah jadul dan membacanya.
Suasana kantin riuh dengan suara santri yang membeli jajanan. Alex sibuk sendiri melayani. Sesekali terdengar canda dari Alex yang humoris. Setelah kantin agak sepi, dua ustazah muda masuk ke kantin, Ustazah Sania dan Ustazah Aisyah. Keduanya membeli camilan.
“Beli gehu dua, pisang satu,” kata Sania singkat.
"Kang Alex, nanti hari Sabtu para santri akan melakukan kegiatan pramuka di Curug," terang Ustazah Aisyah sambil memilih gorengan di nampan di atas etalase, "mau ikut?"
“Mau banget ikut!” seru Alex spontan.
Alex menoleh ke kanan-kiri, lalu bertanya, “Kalau Kang Jefri, boleh ikut juga?”
Sania tampak terdiam sebentar, lalu Aisyah menjawab ringan, “Boleh.”
Alex menoleh ke arah lemari di mana Jefri sedang berada di baliknya. "Boleh ikut katanya, Kang." Ujar Alex dengan tawa kecil sengaja agak meninggikan suaranya.
Sania dan Aisyah yang sedang duduk di bangku sambil menikmati gorengan mendadak terdiam. Mereka tidak menduga kalau Jefri ada di dalam kantin. Keduanya saling bertatapan dan menahan tawa sambil mengunyah gorengan.
Di balik lemari, Jefri hanya garuk-garuk kepala sambil cengengesan, bergumam "Dasar Alex." Kemudian dengan suara agak keras ia menyahut. "Okey."
***
Suasana pondok pesantren siang selepas zuhur itu agak berbeda dan terasa lebih ramai dari biasanya. Para santri sibuk menyiapkan perlengkapan mereka. Tas ransel, peralatan makan, dan perlengkapan pramuka lainnya.
Jefri berdiri di depan aula, mengamati para santri yang lalu-lalang. Ini pertama kalinya ia ikut acara pramuka seperti ini. Sementara itu, Alex duduk di dekat tangga sambil mengunyah kerupuk.
"Kang Jefri, yakin kuat naik gunung?" Goda Alex.
"Yakinlah! Ini cuma ke bumi perkemahan, bukan ke puncak," balas Jefri.
"Hmm... kita lihat nanti." Alex menyeringai.
Ustaz Khalid dan Ustazah Sania serta Ustazah Aisyah memeriksa daftar perlengkapan para santri.
"Semua sudah siap?" seru Ustaz Khalid.
"Siap, Ustaz!" Jawab para santri serempak.
Setelah berdoa bersama, rombongan pun berangkat. Mereka berjalan melewati perkampungan lalu memasuki ladang-ladang di lereng gunung kemudian jalan setapak dalam barisan rapi dipimpin santri senior. Jefri terpukau oleh pemandangan hutan hijau dan udara segar yang berbeda dari kesehariannya.
"Masya Allah, indah banget," gumamnya.
"Baru pertama kali ke gunung?" tanya Ustaz Khalid.
"Iya, Ustaz. Ternyata lebih indah dari yang dibayangin." Jawab Jefri sambil tersenyum.
Mereka melanjutkan perjalanan sambil sesekali bercanda dan menikmati pemandangan.
Setelah hampir dua jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di bumi perkemahan. Lokasinya cukup luas dengan rerumputan hijau dan pepohonan rindang. Tak jauh dari situ, gemuruh air terjun terdengar jelas.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga!" Seru beberapa santri.
Para santri duduk beristirahat sambil minum air dan mengatur napas. Alex langsung membuka tas dan mengeluarkan sebungkus nasi.
"Baru aja nyampe kamu udah makan, Lex?" tanya Jefri heran.
"Naik gunung butuh tenaga, Kang," jawab Alex santai sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
Setelah beberapa saat beristirahat, para ustaz serta beberapa santri senior berdiskusi tentang pembagian tugas.
"Kita mulai dengan pelajaran morse dan baris-berbaris dulu, setelah itu P3K." Ujar Ustaz Khalid.
Santri senior mulai mengajarkan kode morse kepada santri kelas satu.
"Kode morse itu penting dalam komunikasi darurat. Contohnya, titik-titik dan garis ini berarti SOS," jelas seorang santri senior sambil menuliskan kode di tanah, serta mempraktikkan dengan senter dan peluit.
Dari kejauhan, Jefri memperhatikan dan mencoba mengingat kode yang diajarkan. Alex yang ikut memperhatikan dari jauh juga ikut-ikutan mempelajari morse.
"Kang, coba kirim kode 'Halo' pakai senter," tantang Alex.
Jefri mengernyit. "Eh... gimana tadi?" Ia tertawa sendiri.
Ustazah Sania dan Ustazah Aisyah serta Ustaz Khalid tertawa. Alex menggeleng. "Kayaknya kamu butuh banyak latihan."
“Emang kamu bisa, Lex.” Ujar Jefri menantang.
Dengan wajah serius Alex mencoba mempraktikkan kode morse. “Sama. Aku juga kayaknya butuh banyak latihan.” Semua orang di sekeliling pun tergelak melihat Alex.
Setelah Ashar, mereka melanjutkan latihan baris-berbaris dengan penuh semangat.
Saat sesi P3K, para santri diajarkan cara membalut luka, menangani keseleo, dan teknik resusitasi.