Udara masih dingin dengan sisa kabut tipis menyelimuti pondok pesantren pagi itu. Ketika Jefri selesai mengembalikan penggaris kepada Hilman, ia melihat santri-santri yang sedang mengantre di jajaran kamar mandi. Di salah satu sudut, seorang santri senior terlihat sedang mencukur rambut temannya dengan gunting kecil.
Jefri melangkah mendekat. Beberapa santri terlihat bingung menatapnya. Mereka tidak mengenali tampang barunya. "Wah kebetulan nih. Boleh dong akang minta dirapihin rambutnya?"
Santri yang sedang mencukur agak bengong. Ia mengangkat alis terdiam menatap lekat-lekat wajah Jefri yang sudah tak berkumis dan tanpa brewok itu.
"Kang Jefri? Saya kira siapa. Hampir saja saya tidak mengenali Akang. Kasep oge Kang Jefri." Santri itu terkekeh setelah mengenali kembali Jefri. "Boleh Kang. Ayo sini saya rapihin rambutnya. Biar tambah poll gantengnya." Jefri tertawa diikuti para santri yang menyaksikan mereka.
Setelah dicukur, Jefri menatap pantulan dirinya di cermin kecil yang dipegangnya.
"Hmm... Lumayan juga."
Setelah sarapan, dengan wajah klimis dan rambut lebih rapi, Jefri kembali ke masjid untuk melanjutkan membersihkan sisa-sisa puing dan merapikannya. Saat sedang membereskan reruntuhan di sekitar masjid, Abah tiba-tiba datang menghampiri.
Kiai itu memperhatikan Jefri dengan senyum menggoda. "Ini siapa ya? Sepertinya Abah kenal, tapi lebih ganteng?" Ujar Kiai itu.
Jefri tertawa malu. "Ah, Abah bisa aja."
Abah melirik buku "Ikhlas" yang dibawa Jefri, lalu melihat ada selembar kertas terselip di dalamnya.
"Sudah dibaca bukunya?" tanya Abah.
Jefri mengangguk. "Sudah, Bah. Tapi banyak yang tidak paham."
Sambil menunjuk halaman empat, Jefri bertanya tentang salah satu bagian yang membahas makna keikhlasan dalam menerima ujian kehidupan. Abah menjelaskan dengan sabar, lalu matanya tertuju pada kertas yang terselip di dalam buku itu.
"Kertas apa ini?" tanya Abah penasaran.
"Ini kertas gambar. Cuma iseng saja, Bah." Jawabnya sambil garuk kepala tidak gatal.
Abah membuka lipatan kertas itu. Mata tua itu langsung membelalak. Di kertas itu tergambar sketsa masjid dua lantai. Rapi, detail, dan lengkap dengan denahnya. Di belakang sketsa, tertera angka-angka berjajar seperti tabel, dan di barisan terbawah tertera agak besar tulisan angka: "3 MILYAR".