"Dulu Abah memiliki seorang teman. Sahabat karib waktu kuliah di IAIN Jakarta. Sahabat Abah ini pernah ke pondok pesantren ini dan menetap beberapa bulan untuk menulis Tugas Akhir Kuliah tentang pesantren, judulnya kalau tidak salah apa ya agak-agak lupa."
Jefri tiba-tiba menyela cerita. "Maaf Bah menyela ceritanya. Abah di pondok ini sudah berapa tahun?"
"Hmm... Benar juga. Ceritanya mungkin dari Abah dulu ya."
Abah membetulkan sorbannya. "Bapaknya Abah dulu aslinya orang Garut dan pernah mondok di salah satu pesantren di Garut. Kebiasaan santri zaman dulu biasanya berkeliling-keliling dari pondok ke pondok lain sambil mencari ilmu. Setelah dirasa cukup, lalu berkeliling semakin jauh ke luar daerah, akhirnya tiba di Tasikmalaya ini, berkeliling dari pesantren ke pesantren. Zaman dulu pondok pesantren tidak sebagus sekarang, santrinya juga hanya belasan orang, Bapaknya Abah pada waktu itu termasuk santri yang lumayan pintar dan hebat dalam mengaji. Suaranya sangat merdu sekali saat melantunkan ayat-ayat Al-Quran. Karena suara merdu dan mengajinya bagus banyak pesantren-pesantren yang menginginkan bapaknya Abah untuk mengajarkan kepada santri-santrinya. Suatu hari bapaknya Abah singgah di pesantren ini mengajarkan santri-santri yang ada di pondok ini, berbulan-bulan mengajar hingga para santri pintar mengaji. Kyai pemilik Pondok ini dulu hanya memiliki satu orang putri tunggal, karena tertarik dengan kepintaran dan kesalehan bapaknya Abah, Kyai itu menikahkan putrinya dengan bapaknya Abah. Setelah mertua bapaknya Abah meninggal, bapaknya Abah melanjutkan Pesantren ini dan memiliki dua anak, yaitu Abah dan adik Abah, perempuan. Adik Abah dinikahi oleh pemilik pesantren di Tasik ini juga. Tempatnya agak jauh dari sini. Setelah sekolah dan jadi santri di pesantren ini, Abah melanjutkan kuliah di IAIN Jakarta. Nah... pada saat di IAIN Jakarta itu Abah memiliki sahabat karib orang Jakarta. Orangnya pintar, jenius, disiplin dan enak diajak ngobrol. Suatu hari saat melaksanakan tugas akhir skripsi, karena dia tahu Abah salah satu anak pemilik Pondok di Tasik, sahabat Abah itu memilih pondok pesantren ini untuk menjadikannya sebagai tempat kajian Tugas Akhir Kuliah dengan judul apa ya... abah agak lupa, yang abah ingat tentang Modernisasi Pesantren."
Abah sejenak terdiam, pikirannya kembali mengingat masa mudanya. "Beberapa bulan menetap di pondok ini, sahabat Abah juga ikut sedikit-sedikit membagikan ilmunya mengajar santri-santri. Banyak santri yang menyukainya bahkan ada satu santriwati yang kalau kata istilah bahasa anak sekarang naksir sama sahabat Abah itu. Sahabat Abah juga tahu kalau santriwati itu naksir sama dia. Tapi sahabat Abah tidak bisa, karena dia sudah naksir duluan dan hendak menikahi salah satu Putri pemilik kantin di kampusnya. Setelah lulus kuliah, sahabat Abah itu menikahi gadis pujaannya yaitu Putri pemilik kantin di kampusnya, namanya kalau tidak salah yang Abah ingat itu dia dipanggilnya Ijah. Sahabat Abah itu diterima kerja mengajar di salah satu sekolah, kejeniusannya mengantarkan sahabat Abah itu menjadi pegawai Departemen Agama bagian pengembangan riset. Sedangkan Abah setelah lulus kuliah kembali ke Tasik dan mengurus Pondok ini. Memajukan Pondok ini. Abah teringat pada tugas akhir sahabat Abah itu tentang modernisasi pesantren. Abah lalu pergi ke Jakarta, kebetulan pada saat itu ada perkumpulan kiai-kiai pondok pesantren di Jakarta. Sahabat Abah menelepon katanya putrinya telah lahir dan ingin Abah mampir ke rumahnya mengisi pengajian sekaligus memberikan doa untuk acara Aqiqah anaknya. Abah pun mampir ke rumahnya setelah acara pertemuan kiai-kiai pondok pesantren. Abah masih ingat nama anak itu karena sahabat Abah itu memberi nama anaknya Hikmah, karena dia terinspirasi dari nama masjid di pondok pesantren ini, Al-Hikmah."