Love Story of El Panthera

awod
Chapter #41

Ustazah Aisyah

Selepas subuh Abah memanggil Sania dan memintanya menggantikan Aisyah mengajar les. Kiai itu meminta cucunya menyampaikan pesan untuk Aisyah agar menghadap kepadanya di rumah Ustaz Ibrahim. Sania yang masih mengenakan mukena putih bergegas menghampiri, wajahnya penuh tanda tanya.

"Ada apa, Abah?" tanyanya lembut.

Abah tersenyum. "Sania, hari ini kamu gantikan Ustazah Aisyah mengajar les ya."

Sania mengerutkan kening. "Kenapa, Bah? Aisyah sakit?"

Abah tertawa kecil. "Tidak, tapi dia ada urusan penting. Nanti juga kamu tahu."

Sania makin penasaran, tapi ia menurut. "Baik, Bah."

Aisyah pun tiba di rumah Ustaz Ibrahim. Ada Abah, Ustaz Ibrahim dan ia duduk di samping Halimah, ibunya Sania.

"Aisyah. Cucu Abah.”

“Iya, Abah.” Jawabnya singkat.

“Apakah kamu sudah punya calon suami?" Tanya Abah dengan suara lembut.

Aisyah agak terkejut mendengar pertanyaan kiai itu. Setelah rasa kagetnya sedikit mereda, ia pun menjawab. "Belum, Abah." Wajahnya sedikit menunduk sambil menggelengkan kepalanya. Hatinya berdesir. Dadanya berdegup kencang.

"Kamu siap menikah jika Abah pilihkan calon suami?"

Aisyah diam sejenak lalu menjawab, "Insya Allah siap, Bah. Maaf Abah. Boleh tahu siapa pria itu?"

Abah tersenyum, "Kamu sudah kenal lama, ia salah satu ustaz di sini. Tapi kalau kamu tidak berkenan, kamu bisa memutuskan tidak menerimanya.”

Aisyah menebak-nebak dalam benaknya. Senyumnya terkulum. Kepalanya tertunduk.

"Karena ini hal baik, maka jangan ditunda berlama-lama. Kamu pulang ke rumah, beritahu nenek dan pamanmu besok jam 10 ada tamu yang akan meminangmu."

Aisyah tampak grogi, lalu mengiyakan ucapan Abah yang sudah dianggap kakeknya itu. Bu Halimah yang duduk di sampingnya, menggamit dan mengelus punggung tangan Aisyah.

"Alhamdulillah, semoga ini yang terbaik buatmu, Nak."

Aisyah mengangguk, mengucap terima kasih lalu berpamitan pulang.

Di sepanjang perjalanan, hatinya berdebar kencang. "Apakah ini benar-benar akan terjadi?"

Ustaz Khalid adalah santri lulusan pesantren Abah. Ia yatim piatu, rumahnya hanya berjarak satu kecamatan dari pondok pesantren. Karena ia waktu sekolah termasuk salah satu santri yang sholeh dan pintar, kiai itu memintanya mengajar di pondok pesantren.

Besoknya Khalid dan Abah ditemani Ustaz Ibrahim menuju ke rumah Aisyah. Ustaz muda itu terlihat gelisah, sesekali mengusap keningnya yang dingin.

Di dalam mobil, Abah tertawa kecil. "Kamu gugup, Lid?"

Khalid terbatuk kecil. "Hehe, sedikit, Bah."

Abah menggeleng. "Kemarin katanya siap, eh sekarang malah gelisah."

Khalid tersenyum kaku. "Bah, saya takut ditolak..."

Abah tertawa lagi. "Kalau ditolak, ya sudah, cari yang lain."

Khalid melongo. "Abah, jangan gitu dong! Saya serius."

Abah menepuk bahu Khalid. "Tenang, Lid. Semuanya sudah diatur Allah. Bismillah."

Setibanya di rumah Aisyah, mereka disambut hangat oleh nenek dan pamannya. Sementara itu Aisyah yang mengetahui kedatangan Abah, Ustaz Ibrahim dan Ustaz Khalid, sendirian menunggu di dalam kamar. Dadanya berdegup kencang. Perasaannya campur aduk meski senyumnya terus menghiasi bibirnya.

Setelah berbincang sebentar, Abah langsung menyampaikan maksud kedatangan mereka. "Kedatangan kami adalah bermaksud untuk membicarakan terkait keinginan Khalid melamar Aisyah."

Lihat selengkapnya