“Ray dia siapa?” tanya Arumi. Gadis remaja itu menatap sinis pada kedua orang yang berdiri tidak jauh di hadapannya.
Seorang murid perempuan terlihat sedang tersenyum manis kepada Ray dan menatap cowok itu dengan tatapan lembut, tampak sebuah buku digenggamannya.
“Rui bertanya apa aku bisa mengajarinya perlajaran yang baru kami pelajari tadi. Ada beberapa poin yang tidak dia pahami,” jawab Ray santai menanggapi pertanyaan Arumi.
Sementara raut wajah Arumi yang sudah berkedut emosi, tidak terlihat tenang. Gadis itu bahkan kesal saat Ray malah menanggapi perempuan di depannya dengan santai.
“Nggak,” celutuk Arumi cepat.
Membuat keduanya menoleh padanya,“Maksud kamu apa?” tanya Rui tidak mengerti.
Sementara Ray memilih untuk diam. Dengan jam terbang yang cukup lama bersama Arumi, dia belajar banyak hal, salah satunya adalah tidak ada gunanya berdebat dengan cewek yang sedang marah.
“Aku sudah menjawab pertanyaanmu barusan yang kamu katakan kepada Ray, jawabannya tidak!” tegas Arumi dengan nada tajam.
Rui yang tampak bingung dengan apa yang barusan Arumi katakan, menatap kedua pasangan itu secara bergantian.
“Sudah, kan? Aku sudah menjawab pertanyaannya, sekarang ayo pergi Ray!” desak Arumi. Gadis itu menarik tangan Ray agar segera pergi.
“Tunggu! Ap.. apa maksud kamu, kalau aku nggak boleh belajar bareng Ray?” tanya Rui tidak percaya.
“Oh akhirnya pikiranmu jalan juga. Ya benar, Ray tidak bisa pergi denganmu dan dia tidak akan pergi dengan siapapun!” tegasnya lagi.
“Hah!” Rui mendengus sambil menatap Arumi sinis. “Aku bertanya pada Ray bukan kamu!” ucap Rui tidak terima.
“Lagian aku cuma meminta waktunya sedikit untuk mengajariku, dia juga belum menjawab apapun. Kenapa malah kamu yang sewot!” lanjutnya. Rui berpaling menatap Ray, matanya penuh pengharapan, setengah memohon kepada cowok itu. Namun, tidak digubris sama sekali oleh yang bersangkutan. Ray tetap berdiri santai dengan pandangan kedepan, memilih untuk tidak terlibat pertengkaran dengan kedua cewek itu.
“Heh! sejak kapan Ray harus mengajarimu segala? Kenapa kamu nggak minta orang lain yang di kelasmu saja, seingatku peringkat pertama di kelas kalian itu cewek, minta ajarin dia aja! Malah sok-sok-an mau ngedekatin Ray, kamu pikir aku nggak tahu niat busukmu!” bentak Arumi kesal.
“Mengajari katanya? Memangnya dia pikir aku bodoh! Lihatlah tatapan menggodanya pada Ray tadi! Memang ya perempuan-perempuan sejenis ini selalu ada dimana-mana!” batin Arumi.
Rui menatap tajam Arumi yang dibalas balik oleh Arumi tanpa goyah sedikitpun. “Aku bertanya pada Ray, biarkan dia yang menjawab bukan kamu! Kamu pikir kamu bisa terus-terusan menggendalikan hidup orang lain! Aku ingin mendengar jawaban darinya. Lagian aku hanya meminta tolong dia untuk mengajariku saja, memangnya sesusah itu?” lirih Rui, suaranya berubah sendu.
Beberapa orang yang melewati koridor depan keas mereka terlihat tertarik menonton pertengkaran mereka, sembari berbisik-bisik satu dengan yang lainnya.
Wajah Rui semakin sendu dan kelopak matanya tampak berkaca-kaca membuat Arumi semakin gerah dan kesal.
“Ini cewek bisa nggak sih akting nangisnya nanti saja, mana jam istirahat cuma sebentar. Aku bahkan belum ada membuka buku yang ingin kubaca hari ini! Haruskah aku membuang-buang waktuku disini dengan meladeninya?” Arumi mendelik kesal dalam hati.
“Jadi bagaimana Ray, kamu akan ikut atau dia?” tanya Arumi kesal.
“Aku akan pergi dengamu.” Jawab cowok itu singkat dan jelas.
“Nah kamu udah dengar kan? Aku akan selalu bersama Ray dan dia juga akan bersamaku, jadi dia tidak punya waktu untuk meladenimu. Aku sarankan sebaiknya kamu hilangkan niat terselubungmu itu!” jelas Arumi.
“Aku hanya ingin berteman dengannya… Kenapa kamu harus memperlakukanku seperti ini?” ucap Rui sambil bersungut-sungut, memancing suasana semakin melankolis.
“Astaga, lihatlah drama queen yang satu ini! Sebentar lagi dia pasti akan berpura-pura menangis,” lirih Arumi tak habis pikir.