Pagi sekali Leanna terbangun dalam kebingungan, karena seingatnya dia tertidur di sofa ruang santai saat sedang menyelesaikan gaun yang dibuatnya. Sekarang Leanna justru sudah berada di kamarnya.
“Apa aku berjalan sambil tertidur, ya?” gumam Leanna pelan kemudian segera bangkit untuk bersiap-siap berangkat kerja.
Setengah jam kemudian Leanna sudah ada di dapur membantu Bu Tia menyiapkan sarapan. Sekalipun Bu Tia menyuruhnya duduk saja namun wanita itu lebih suka ikut membantunya memasak dan menyiapkan peralatan makan. Hingga tak lama kemudian Reynald dan Fiona telah duduk bergabung mengelilingi meja makan.
“Kalian mau minum apa? Kopi atau teh?” tanya Leanna sambil menyiapkan cangkir kopi atau teh.
“Kopi,” jawab Reynald dan Fiona bersamaan. Dengan sigap Leanna menuang kopi ke dalam dua buah cangkir putih lalu memberikannya pada Reynald dan Fiona.
“Selamat pagi cucuku semua!” sapa Kakek saat tiba di ruang makan kemudian duduk di kursinya. Pagi ini Kakek terlihat lelah tak seperti biasanya. Mungkin semalam Kakek memeriksa beberapa dokumen hingga larut malam.
“Apa Kakek baik-baik saja?” tanya Leanna khawatir mendahului Fiona yang hendak bertanya juga.
“Hey ... seharusnya itu pertanyaanku!” gerutu Fiona yang merasa kalah cepat.
“Kakek tak apa. Terima kasih karena kalian telah mengkhawatirkan Kakek,” kata Kakek sambil tertawa kecil.
“Apa benar Kakek tak apa-apa? Kakek jangan lupa kontrol dengan Ardant siang ini, ya!” kata Reynald yang terlihat serius memperhatikan kondisi Kakek.
“Iya, Kakek tidak akan lupa. Nico sudah mencatat semua jadwal Kakek kok!” kata Kakek sambil menepuk pelan tangan Reynald yang duduk di sebelahnya. “Oh ya Leanna, kamu berangkat bareng Rey saja. Dia juga kan ada jadwal syuting pagi ini.”
“Loh kenapa harus dengan Kakak? Kakak kan sudah janji akan mengantarku ke bandara!” kata Fiona jengkel.
“Kamu kan bisa diantar oleh Pak Sugio. Lagipula Leanna kan baru sembuh, Kakek takut terjadi apa-apa padanya.”
“Tapi Kek ....” Fiona hendak melayangkan protes, tetapi Leanna lebih dulu bertindak.
“Aku bisa berangkat sendiri kok, Kek. Tak perlu khawatirkan aku!” kata Leanna yang merasa tak enak hati.
“Sudah tak perlu ribut! Semua akan aku antar!” kata Reynald menengahi ketegangan antara kedua wanita ini dan kakeknya. Lagipula tadi dia sempat melihat kaki Leanna yang masih sedikit kaku saat berjalan, tidak mungkin dia membiarkan wanita itu berangkat menggunakan bis umum dengan resiko kakinya akan terinjak oleh orang lain. Kalau sampai kejadian, Kakek bisa murka padanya dan Reynald tak ingin itu terjadi.
“Bagus! Nah itu baru cucu kesayangan Kakek!” kata Kakek sambil tersenyum senang pada Reynald yang sedang fokus menyelesaikan makannya.
“Aku sudah selesai. Ayo berangkat!” kata Reynald bangkit dari duduknya kemudian mengambil snelli yang digantungnya di punggung kursi. Dengan langkah panjang pria itu bergegas menuju pintu depan di mana mobil kesayangnya telah disiapkan oleh Pak Sugio, sopir keluarga Maheswara.
Fiona pun segera menyusul kakaknya kemudian duduk di samping Reynald yang tengah siap di balik kemudi. Sedangkan Leanna dengan ragu-ragu mendekat ke arah mobil hitam mewah itu karena Fiona menatapnya tajam.
“Kenapa kamu diam? Cepat masuk!” kata Reynald pada Leanna hingga membuat Fiona sedikit mengerucutkan bibir mungilnya.
“Ba ... ik.”
Selama perjalanan menuju bandara, Leanna hanya duduk diam memandangi jalanan dari bangku belakang. Sedangkan kakak adik di depannya sedang asik mengobrol tentang banyak hal. Dari yang serius sampai yang lucu. Sungguh kakak adik yang kompak menurut Leanna.
“Kak, jaga Kakek baik-baik, ya. Aku tak akan lama kok di Paris. Aku pergi dulu ya!” pamit Fiona sambil memeluk Reynald dan sempat membuat Leanna kikuk melihat pemandangan tersebut karena Fiona terlihat sangat manja kepada kakaknya. “Dan kamu, Leanna! Jangan macam-macam dengan Kakak kesayanganku!”
“Iya, aku tahu!” jawab Leanna pelan.