Aku sudah menguap sekitar tiga kali. Rasa kantuk ini tak bisa ku hindari lagi. Sudah beberapa kali aku memejamkan mata kemudian membukanya lagi, melakukan itu beberapa puluh kali berharap rasa kantuk akan hilang.
Ban-ban bus yang meluncur di jalan bagai ayunan yang membuat ku terbuai untuk tidur. Aku ingin sekali memejamkan mata tapi ketakutan tempat tujuan ku terlewat begitu saja memenuhi kepala ku. Akhirnya ku putuskan menghirup napas dalam-dalam teringat kata-kata dosen bahwa kantuk disebabkan karena kurang oksigen dalam otak. Aku berharap mengambil napas dalam akan mencoba membuat banyak oksigen masuk kedalam otak hingga aku tak mengantuk lagi.
Di tengah rasa kantuk sesuatu mengejutkan terjadi. Seorang pria tua tiba-tiba saja jatuh tak sadarkan diri tepat di dua bangku di depan ku. Beberapa orang sibuk mengerumuni pria tua yang tak sadarkan diri. Aku bahkan melihat beberapa orang sibuk mengguncangkan tubuh pria tua yang tak merespon.
Aku buru-buru menghampiri pria tua yang tak sadarkan diri. Aku mencoba menerobos keramaian yang ada. Setelah sampai di kerumunan paling depan dan menghadap pria tua yang masih tergeletak dilantai aku buru-buru menekan dada pria tua yang tak sadarkan diri, dan tak merespon.
Aku mengecek nadi karotis, nadi yang ada dileher, hasilnya tak terasa denyutan. Aku pun memeriksa apakah pria tua ini masih bernapas dan hasilnya juga tak ada. Aku meminta salah satu orang yang ada di samping ku untuk memanggil ambulan. Aku buru-buru melakukan CPR atau Cardiopulmonari Resusitation - Resusitasi Jantung Paru, pertolongan pertama jika seseorang tiba-tiba berhenti bernapas dan jantungnya tak berdetak.
Aku melakukan kompresi atau tekanan selama tiga siklus dan masih saja pria tua ini tidak merespon. Aku mengecek napas dan masih saja belum ada napas yang keluar pria tua ini. Aku pun melakukan napas buatan yang pernah diajarkan dosen ku. Setelah tiga kali memberi napas buatan akhirnya pria tua itu batuk dan ketika aku meraba nadinya sudah teraba.
"Ambulannya sudah ada" ucap seseorang membuat ku menghela napas lega. Beberapa pria dengan badan cukup besar mengangkat pria tua tadi menuju ambulan.
Beberapa orang memandangi ku dan memberikan pujian karena aku menolong pria tua tadi. Aku hanya tersenyum kemudian kembali tempat duduk ku. Aku menyandarkan tubuh ku ke kursi, menghilangkan penat setelah melakukan pertolongan pertama pada pria tua tadi.
"Lengan kurang lurus ketika melakukan pijatan dan melakukan napas buatan tanpa mempertimbangkan keamanan diri lo sendiri" aku menoleh menemukan laki-laki yang duduk di belakang ku berkomentar mengenai apa yang baru saja aku lakukan. Aku tau sekali bahwa apa yang baru saja dikatakan laki-laki ini benar tapi kenapa bukan dia saja yang menolong kalo dia bisa melakukannya lebih baik dari ku.
"Lalu kenapa gak lo aja yang tolong?" tanya ku sinis.
"Karena lo duluan yang nyamperin korban tadi" aku mendesah mendengar jawaban konyol dari mulut laki-laki ini.
"Actually lo bisa suruh gue minggir dan menangani korban lebih baik daripada gue" desis ku.
"Lo mahasiswa kedokteran mana?" aku tersenyum meremehkan ketika ia bertanya padaku. Aku tak mau berkenalan dengan orang asing yang hanya bisa berkomentar saja.
Aku menatapnya kemudian melirik halte bus yang ada didepan. Aku berjalan kearah pintu tak peduli mendengar orang asing yang baru saja membuat ku sebal mengutuk diri ku. Aku turun sambil mendengus kesal memikirkan apa yang baru saja orang asing itu lakukan. Menyebalkan sekali ketika ia hanya bisa bicara bukannya melakukan apa yang ia lakukan.
***
Aku memasuki rumah sakit ini, aku benar-benar bosan memasuki rumah sakit. Setiap hari bolak-balik rumah sakit selama dua bulan ini membuat ku sedikit bosan suasana rumah sakit. Pagi, siang dan malam selama dua bulan ini melakukan ritual bolak-balik kerumah sakit. Bahkan hari minggu aku masih setia masuk rumah sakit.