Hari ini aku sudah tidak di UGD yang artinya aku tak harus bertemu Revan. Laki-laki itu sering sekali mengejek ku dan menggoda ku. Meski aku sudah pura-pura sabar dan tak menggubris tetap saja ia senang sekali membuat ku kesal.
"Hai sepertinya seminggu kedepan kita bertemu lagi" ia tersenyum manis padaku membuat ku ikut tersenyum terpaksa. Aku baru saja mengucap syukur karena takan bertemu dengannya tapi lihat kini ia ada dihadapan ku bersama dua orang temannya.
"Hei kemari" dokter senior memanggil dokter muda seperti Revan dan dua temannya. Mereka berlarian sebelum dokter senior mendamprat mereka.
Seorang perawat senior memanggil ku untuk melakukan skin test (test yang digunakan untuk melihat apakah seseorang alergi terhadap obat atau tidak) pada pasien di kamar sepuluh. Aku pun menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan seperti kapas alkohol dan jarum suntik yang sudah diisi obat yang akan di uji pada pasien.
Aku memasuki kamar nomer sepuluh dan menemukan Revan. Aku tersenyum pada dokter senior yang ada disana dan kepada Revan dengan sangat terpaksa. Aku meminta izin melakukan tugas ku dan dokter senior mempersilahkan aku melakukan tugas ku.
"Kamu tau gimana caranya pasang EKG (alat yang digunakan untuk melakukan rekam jantung, biasanya dilakukan pada pasien dengan kelainan jantung)" aku melihat Revan mengangguk dan mengambil alat EKG yang ada disampingnya.
Aku melirik Revan yang sibuk memasang alat EKG ketubuh pasien. Ada yang salah dalam pemasangan alat EKG yang Revan lakukan. Aku mencoba memberi tahu Revan namun sepertinya ia terlalu sibuk dengan alat EKG.
"Kamu yakin itu benar?" tanya dokter senior dan Revan mengangguk.
"Menurut kamu itu benar?" dokter senior tanpa terduga bertanya padaku. Aku menggeleng dan bilang bahwa ada yang salah dengan pemasangan alat EKG yang dilakukan Revan.
"Perawat aja tau masa kamu gak bisa" aku bisa melihat Revan menatap ku tajam aku hanya menaikan kedua bahu ku. Bukan salah ku jika ia salah memasang EKG.
Aku pamit pada dokter senior. Aku meninggalkan ruangan dan sedikit senang bisa membuat Revan malu. Aku kan sudah berusaha memberitahunya tapi ia saja yang tak melihat ku. Salah sendiri begitu sombong.
Aku baru saja duduk di meja menulis beberapa tugas milik ku ketika Revan menatap ku tajam. Aku melirik kesana-kemari dan ternyata ruangan ini kosong. Rekan-rekan ku entah kemana dan perawat senior tak ada yang terlihat. Aku sedikit takut kerena laki-laki dihadapan ku sepertinya menahan marah.
"Bangga lo bisa malu-maluin gue" aku memicingkan mata tak suka dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya.
"Maaf dok, tadi dokter Yusuf cuman tanya saya dan saya menjawab. Gak salah kan" ucap ku kemudian meninggalkannya.
"Awas aja lo" aku berbalik menghadapnya tak terima diperlakukan seperti itu.
Aku ingin sekali memaki namun ku tahan karena tak ingin membuat keributan. Aku tak mau nilai ku berkurang hanya karena bertengkar dengan dokter muda yang kekanak-kanakkan. Yang tak terima disalahkan atas apa yang ia lakukan.
***
Aku tengah sibuk mengisi rekam medis pasien ketika romobongan Revan dan teman-temannya datang. Mereka datang bersama dokter Yusuf. Mereka tengah sibuk mengecek rekam medis pasien yang ada didepan meja ku.
Aku bisa mendengar pembicaraan dokter Yusuf dengan Revan dan rekan-rekannya. Mereka tengah membicarakan mengenai salah satu pasien di kamar sepuluh. Dokter Yusuf terlihat tengah memberi test dadakan pada Revan dan teman-temannya. Sebenarnya pertanyaannya cukup mudah karena aku saja tau tapi tidak ada diantara Revan dan teman-temannya yang menjawab pertanyaan. Mungkin itu karena mereka lupa karena mereka baru saja semalaman berjaga disini. Entahlah aku tak ingin ikut campur urusan para dokter muda.
Ketika dokter Yusuf pergi aku menemukan hanya Revan yang ada dihapan ku. Aku menatapnya sedikit takut karena ia melotot padaku sekarang. Aku tak tau apa salah ku hingga ia bertindak kasar seperti itu.
"Puas lo gue gak tau jawaban dari pertanyaan dokter Yusuf?" aku mengerutkan kening karena aku sendiri tak berkata apa-apa semenjak dokter Yusuf datang.
"Maaf dok saya kan gak bilang apa-apa" ucap ku sesopan mungkin namun tetap saja Revan menatapku tajam dan seperti ingin cari gara-gara. Ia menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya kematanya dan beralih kemata ku. Seakan ia ingin bilang bahwa ia akan mengawasinya.