Tiga kata sederhana namun membutuhkan nyali dan kesungguhan hati untuk mengatakan secara langsung kepadamu. —Lovesick Bear.
"Clek..." Tiba - tiba Ruang Musik menjadi gelap. Bulu kuduk Luna berdiri. Mau tak mau, ia membangunkan Robbie yang tidur disampingnya. Dibantu oleh cahaya dari lampu ponsel, ia mendekat pada Robbie. "Rob! Rob! Bangun" Luna menggerak-gerakan tubuh Robbie yang sedang tertidur di sudut Ruang Musik. Tangannya menggenggam ponsel, telinganya ditutup oleh headphone, dan matanya terpejam. Tak ada reaksi darinya, tubuhnya masih tetap kaku. "Robbie. Rob!" Luna mencoba usahanya lagi. Kali ini ia berjongkok di samping Robbie dan menepuk-nepuk pipinya perlahan.
Dari jarak dekat dan dibawah sinar ponsel Luna, wajah Robbie mirip sekali dengan wajah Bobbie namun versi lebih kurus. Tulang pipinya menonjol, tulang rahangnya tegas, bercak kehitaman menyebar di sekitar hidung mancungnya, kulitnya putih pucat, dan terasa dingin ketika disentuh. Matanya mengerjap - kerjap dan perlahan ia membuka mata. Manik mata teduh hazel green memancarkan pesonanya.
Robbie menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan, gelap dan tak ada seorangpun yang tersisa, hanya ada dirinya dan Luna. Ia mematikan musik yang diputar di ponselnya dan melepas headphone dari telinganya. Dari sorot matanya seolah ia bertanya, "Kemana yang lain?"
Luna mundur, menjauh dari Robbie. "Tinah dan Abel mencari air minum. Sisanya pergi ke toilet. Aku disuruh untuk tinggal menemanimu." ucap Luna. Robbie segera bangkit dan melangkahkan kakinya untuk keluar. Robbie mendorong grendel pintu keluar. Usahanya gagal, pintu Ruang Musik terkunci dari luar. Ia mendorong pintu sekuat tenaganya. Luna yang melihat hal itu mulai panik, "Kenapa?" ujarnya. Robbie diam saja, sesekali terdengar suaranya mendengus kesal. Luna mengambil ponselnya, ia berusaha menelepon Tinah. Tak ada jawaban. Ia mencoba menelepon Abel. Hasilnya sama saja. Tak ada sinyal yang masuk di ponselnya.
Dengan sekuat tenaga, Robbie mendorong pintu Ruang Musik dengan tubuhnya. Berulang kali ia mencoba dan pada percobaan yang kelima, ia masih belum berhasil juga. Luna yang panik berteriak sekuat tenaga, "Tolong! Buka, tolong!" Saking paniknya, ia lupa kalau ruangan tersebut kedap suara.