Lovesick Bear

sudarnowati
Chapter #4

Dari Mata

Lelaki bersuara bariton dari balik pintu loker membuat Luna kaget. Pintu loker sempat terbanting akibat pekikan itu. Luna membalikan badannya, mencari sumber suara. Mata Luna menatap pada mata orang yang memanggilnya. Mata meneduhkan berwarna hazel green, seperti tak asing lagi bagi Luna. Seperti ia pernah melihat sebelumnya.

Mereka saling bertatapan selama beberapa detik. Kerumunan orang yang lalu lalang di koridor tak dihiraukannya. Dunia terasa milik mereka berdua.

"Tek!" suara jentikan jari menyadarkan Luna dari dunianya sendiri.

"Hai!" sapa Luna gelagapan.

Bola mata indah kembali menatap wajah Luna. Rona wajah Luna memerah. Luna dibuat salah tingkah dengan tatapan itu.

"Hey, pipimu memerah seperti plum!" ledeknya sembari mencubit kedua pipi Luna dan diiringi tawa. Luna tak sempat menghalau kedua tangan yang mendarat lembut di kedua pipinya.

"Bobbie. Kamu Luna Lugo, siswi dengan topi hijau menyala yang kemarin juga terlambat?" Bobbie menyodorkan tangannya yang berotot. Wajahnya berhias senyum yang khas, sebuah lekukan tergurat dari pipi kanannya.

Dengan malu - malu, Luna menerima salam perkenalan dari Bobbie. Ia masih tak berani menatap mata Bobbie kembali. Tak ada nyali untuk melakukannya.

"Masuk kelas apa?" tanya Bobbie usai berjabat tangan.

"Am...M1-3." Luna menjawab dengan terbata, ia masih kikuk bertemu dengan siswa yang mengambilkan topi kerucut hijaunya kemarin.

Bobbie tertawa senang," Kamu cantik." pujinya.

Perasaan Luna semakin campur aduk. Degub jantungnya semakin kencang. Tubuhnya mematung. Pikirannya dibuat melayang oleh pujian dari Bobby. Suara keramaian berubah menjadi paduan suara romantis di telingannya. Kelopak bunga mawar bertebaran di sekelilingnya berdiri. Ia tak ingin momen ini cepat berlalu begitu saja.

"Aku M2-2. Kelas kita berdekatan, aku bisa mengantarmu kalau kamu mau." tawar Bobbie.

"Hmm...Boleh, biar aku menyimpan beberapa barang dulu." Luna mengiyakan tawaran Bobbie, suaranya sedikit bergetar namun dalam benaknya kapan lagi ia mendapatkan kesempatan ini. Buru - buru ia menaruh beberapa barang dari tas untuk disimpan dalam lokernya. Usai itu, ia kembali menutup loker.

Bobbie menautkan tangan kanannya ke tangan Luna. Mereka berdua mulai berjalan beriringan menuju ke ruang kelas. Luna belum cukup hafal dengan sekolah barunya. Ia masih memegang gambar denah sekolah yang kemarin dibagikan. Untung saja ia bertemu pangeran tampan, Bobbie, yang mau mengantarnya ke ruang kelas.

Tatapan tajam para siswi, seperti hendak mencakar wajah Luna. Seolah mereka iri padanya. Seorang gadis seperti Luna dapat berjalan bersama pria pujaan mereka, Bobbie. Tak seperti para siswi yang menatap tajam Luna, para siswa malah asyik menggoda Luna. Ada yang memanggil genit, melempar senyum atau bersiul - siul, bak cacing kepanasan yang menggeliat menahan panasnya mentari.

"Akhir minggu ini akan ada pameran ekskul. Tim basket kami juga akan membuka stand. Mampirlah kesana kalau kamu sempat."

"Kamu? Tim basket?" Luna tersentak.

"Ada yang salah?" Bobbie menyatukan kedua alisnya, manik matanya menatap wajah Luna yang tersentak.

"Tak ada yang salah. Pantas para siswi tak terima kalau aku berjalan denganmu. Sedari tadi mereka menatapku tajam. Apa mereka semua penggemarmu?" ujar Luna, setengah berbisik. Bobbie hanya tertawa geli mendengar komentar dari Luna.

"Ngomong-ngomong, kenapa dari tadi aku, kamu?"

Bobby menghentikan langkahnya. Ia kembali menautkan kedua alisnya dan sedikit memiringkan kepalanya. Luna gelagapan. Ia mengelengkan kepalanya. Ia menjadi semakin salah tingkah.

"Enggak apa-apa juga sih. Biar kayak orang pacaran. Tapi by the way, kamu enggak punya pacar, kan?" Tawa kecil Bobby semakin menjerat hati Luna. Tak tahu apa lagi pertanyaan kejutan yang akan terlontar dari Bobby. Luna memaksa bibirnya untuk tersenyum.

"Yes, oke deh kalo gitu Lun." Ujar Bobby kegirangan.

Lihat selengkapnya