Lelaki di sebelahnya terbangun. Kepalanya di angkat menjauh dari meja, hodie yang sedang ia pakai, segera ia kibaskan ke belakang. Rambut cepak, hidung mancung, dan kulit berwarna putih terlihat dari jarak dekat oleh Luna. Sekilas mirip sekali dengan Bobbie. Ia mengangkat tangannya tinggi - tinggi.
"Kau? Robbie Cox?" bisik Luna setengah tak percaya.
Robbie memalingkan wajahnya dari Luna. Ia diam, tak menjawab pertanyaan dari Luna. Ia malah menyapukan pandangannya pada pemandangan di luar jendela.
Iris mata berwarna hazel green. Sama seperti milik Bobbie. Siapa dia? Kenapa dari samping sangat mirip dengan Bobbie? Sampai bel istirahat berbunyi, Luna masih tak dapat berhenti memikirkan lelaki yang duduk di sebelahnya. Apa hubungan dia dengan Bobbie?
"Hey, hey, boleh nanya nggak?" Tak ada jawaban dari Robbie.
"Hey, pengen nanya nih." Tetap masih tak ada jawaban kembali. Ia malah pergi begitu saja meninggalkan bangkunya.
Tinah yang mendengar usaha Luna, membalikan badannya, "Percuma, gue udah kenal dia dari SMP. Dia dibuat pake campuran pasir sama semen beda sama kita. Mending ikut kita ke kantin, yuk!"
Luna mengikuti Abel dan Tinah keluar kelas. Mereka bertiga berjalan beriringan menuju kantin. Sampai akhirnya tangan Tinah memaksa tangan Abel dan Luna untuk masuk ke kedua tangan Tinah yang berpegang pada pinggang.
Seluruh mata kembali tertuju pada mereka bertiga, membuat Abel dan Luna menjadi salah tingkah. Berbanding terbalik dengan Tinah. Ia malah asik berjalan melenggak bak model. Tubuhnya yang lentur, meliuk-liuk ke kanan dan kiri. Bisik-bisik siswi yang mengatainya tak ia gubris.
"Kamu kenal sama Robbie?" tanya Luna pada Tinah yang sedang menyeruput kuah bakso.
Dengan mulut yang penuh Tinah menjawab," Heem... Santai aja ngomongnya. Kenapa kaku gitu sih pake aku kamu? Berasa kita pacaran aja. Tinah kan nggak doyan yang kayak Luna."
"Okey, ulangi. Lo kenal sama Robbie?"
"Lo penasaran sama dia ya? Nggak usahlah. Dia itu lebih sepi dari kuburan. Ya, kali. Kuburan kalo musim ziarah juga ramai. Dia, aduh. Uhuuk... uhuuk..." Tinah tersedak bakso yang sedang ia kunyah. Ia langsung menyedot es teh yang sudah ia pesan sebelumnya.
"Enggak deh Lun. Dulu kita panggil dia The Black Statue, mesthi pake baju item-item, terus kayak Pancoran gitu, diem aja di pojokan. Dia beda banget deh, sama kembarannya. Kembarannya itu, cucok banget, fangirl-nya banyak. Tipe gue banget pokoknya. Punya gue malah. Awas ya kalian, jangan ada yang nyerobot punya gue!" Tinah kembali mengoceh, setelah berhasil menelan baksonya. Jemarinya menunjuk - nunjuk Luna dan Abel, mengancam.
"The Black Statue. Um... Sebentar, tadi kata kamu kembaran?" Luna menyadari ada kejanggalan dari cerita Tinah. Abel yang duduk di samping Tinah hanya mendengarkan pembicaraan mereka tanpa berkomentar.
"Iya. My sweetheart, the one and only. Bobbie." Jawaban Tinah kembali membuat Luna kaget. Es jeruk yang ada di dalam mulutnya muncrat keluar, ia berusaha menutup mulutnya dan membersihkannya dengan tissue yang ada di meja.