Kamu seperti gelembung sabun. Tak bisa kusentuh, hanya dapat kunikmati dalam diam kemudian hilang entah kemana. -Lovesick Bear.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Tinah dan Abel sudah pulang. Tinggal Luna yang masih di dalam kelas, ia hendak berusaha sekali lagi untuk menghapus tulisan itu. Ia menggosoknya dengan ujung kukunya. Lapisannya yang tebal membuat kukunya terasa nyeri, padahal masih jelas terlihat tulisan itu.
"Lun!" suara itu kembali lagi terdengar. Bobbie masuk ke dalam kelas yang sudah sepi.
"Stop! Aku yang akan keluar. Kau diam di situ saja!" Luna berusaha menghentikan langkah Bobbie. Ia tak ingin Bobbie melihat tulisan itu dan membuat hidupnya semakin kacau.
Luna segera berlari menghampiri Bobbie yang sudah masuk ke ruang kelas. Ia menyeret Bobbie secara paksa keluar dari ruang kelas. Ia berjalan ke arah koridor. Sampai di depan loker, Luna terhenti.
"Ehem..." Bobbie berdeham, menahan sedikit tawa yang akhirnya tak dapat tertahan lagi.
"Kamu beneran lucu ya. Tadi siang aja enggak mau aku ganggu, sekarang malah minta di gandeng." ucap Bobbie sambil tertawa.
Luna kikuk. Ia baru menyadari kalau sedari ruang kelas sampai koridor, tangannya masih memegang erat lengan Bobbie. Ia segera melepaskan genggamannya. Semburat merah terlihat dari kedua pipi bulatnya. Ia jadi salah tingkah.
Handphone yang bergetar membuat Luna sadar, ada panggilan telepon dari Pak Gendon. Ia mengangkatnya.
"Hallo, sudah sampai pak?"
"Anu, non. Bapak mendadak enggak bisa jemput. Anak bapak sakit, mau dibawa ke rumah sakit."
"Ya udah pak. Enggak apa - apa, nanti Luna pulang sendiri. Cepet sembuh ya pak."
"Aduuh, Bapak minta maaf ya, non. Makasih."
Luna memutus sambungan telepon dengan Pak Gendon. Mulai berpikir bagaimana cara ia pulang. Ia belum pernah sama sekali. "Ah, nanti mencari taksi atau memesan ojek online," pikir Luna.
"Biar aku antar, Lun." Luna lupa kalau sedari tadi ada Bobbie di sampingnya. Ia seperti cenayang, bisa membaca pikiran Luna. Ia hanya tersenyum kepadanya.