Kalau Tuhan memberi waktu kamu hidup 100 hari, aku akan memohon sekuat tenaga kepada-Nya agar aku hidup 99 hari saja, agar tak ada satu hari pun, aku hidup tanpa dirimu.
—Lovesick Bear.
Kondisi sekolah masih sepi. Paling hanya ada suara sapu yang beradu dengan dedaunan kering dan segelintir siswa yang bermain basket. Tak lups, Luna mengambil beberapa buku pelajaran yang diperlukan di lokernya. Saat ia membuka lokernya, ia kembali menemukan benda aneh. Satu batang lolipop warna - warni berukuran lumayan besar, dengan stiker di tengahnya. Bertuliskan,
You can feel sad, but don't sad for too long. You deserve to be happy and all of it is over. —Lovesick Bear.
Luna memandangi lolipop yang berada di tangannya. Siapa orang yang sudah datang sepagi ini untuk menaruh lolipop di lokernya. Ini benar - benar tak masuk diakalnya. Luna memandangi sekelilingnya, koridor penuh loker berjajar yang sepi. Tak ada seorang pun yang lalu lalang. Luna mengambil buku yang diperlukannya hari ini, memasukkannya ke dalam tas bersama dengan lolipop yang baru ia dapat. Ia menutup loker. Sejenak terdiam, memeriksa pintu loker yang ia pakai. Tak ada tanda - tanda dibuka secara paksa. Apa mungkin Bobbie yang melakukannya? Selama ini, ia yang selalu di belakang Luna ketika ia membuka loker.
Luna segera berjalan menuju ke kelas. Ia pikir lebih baik duduk di sana dan memikirkan siapa pelakunya di kelas. Benar saja, ruang kelas masih kosong. Lampu kelasnya pun belum dinyalakan. Luna berusaha mencari saklar lampu. Sepanjang dinding kelas ia telusuri namun tak ia temukan. Sampai akhirnya ia pasrah, memutuskan untuk menunggu seseorang yang datang dan meminta tolong padanya untuk menyalakan lampu kelas.
Luna duduk termenung di bangkunya dalam kegelapan dan keheningan kelas. Ia memandangi lapangan basket dari bingkai jendela kelas. Tampak Bobbie, memakai kaos berwarna hitam mendrible bola. Ia mirip sekali dengan Robbie bila memakai pakaian serba hitam seperti itu.
"Sebentar, kemana tulisan itu menghilang?" Luna berdiri dari tempat duduknya. Menyadari kalau tulisan kotor di atas mejanya, telah tiada. Menenggok ke beberapa meja di sekitaran sana. Memeriksa apakah mejanya ditukar dengan meja yang lainnya. Ternyata tidak, semua meja bersih.
"Tik...tik...tik..." tetes hujan turun membasahi lapangan basket yang ada di belakang jendela besar. Tak butuh waktu lama, hujan yang semula gerimis semakin deras. Siswa yang bermain basket, lari tunggang langgang menyelamatkan dirinya dari derasnya air hujan. "Untung aku sudah sampai, kalau tidak jalanan akan semakin macet dan aku harus berlarian dari gerbang." pikir Luna.
"Ngiiik," suara engsel pintu ruang kelas terbuka. Belum terlihat siapa yang masuk. Suara langkah kaki terdengar.