Lovesick Bear

sudarnowati
Chapter #18

Makan Siang

Rasanya menjadi aku, sama dengan jalanan yang kau lewati untuk sampai ke sekolah. Begitu saja, selalu sama tiap harinya dan kamu hanya lewat. —Lovesick Bear.


Luna memoles memarnya dengan alat make up. Samar, sudah tak tampak lagi. Luke? Setelah Tinah dan Abel pulang kemarin, Luna sudah menyogoknya, dengan membelikannya game PC yang ia pilih sendiri. Itu sangat menguras uang saku Luna. Tak apalah, dari pada ia menceritakan semuanya kepada Sophia dan timbul kekacauan dalam rumah yang damai ini.

Tak ada kabar dari Bobbie. Bolak - balik Luna memeriksa notifikasi ponselnya. Sama sekali tak ada. Kenapa sebenarnya dirinya? Tiba - tiba menghilang begitu saja. Yang utama, tak ada barang aneh, nyasar ke lokernya pagi ini. Semua aman terkendali.

Waktu istirahat tiba, Luna, Tinah, dan Abel sudah berada di kantin. Cacing di perut Tinah sudah kelaparan, ia tak sempat sarapan dan terus berceloteh sejak jam pelajaran pertama. Ketiganya berdiri di tengah kerumunan, dengan memegang nampan berisi makanannya masing-masing, mereka mencari tempat kosong. Pada jam segini, mencari tempat kosong seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Susah.

"Luna!" teriak seorang lelaki memanggil nama Luna. Entah siapa lagi kali ini. Ia melambai-lambaikan tangannya dan berdiri di atas kursi. Pemandangan itu membuat iri siswi lainnya. "Ayuuk!" ajak Tinah. Mereka bertiga menghampiri lelaki itu. "Duduk sini, Lun. Sebelah aku." pinta salah seorang lelaki. "Sini aja, Lun. Jangan di situ. Banyak lalat!" kata salah satu lelaki lain.

Mereka adalah Road Runners. Adrian duduk di paling pojok, asyik menikmati makanannya dan memperhatikan kedua kawannya yang memperebutkan Luna. Terdapat empat kursi kosong dari delapan kursi di meja tersebut. Satu lagi sudah di isi oleh sosok yang tak asing lagi bagi Luna. The Black Statue. Ia duduk berhadapan dengan Adrian. Mejanya bersih, hanya ada segelas cairan hijau tua kental yang sedang ia nikmati.

"Udah, udah. Biar Tinah aja yang di tengah." seloroh Tinah. Lewi tak mau tahu, ia langsung mendorongnya menjauh dan merebut nampan yang Luna bawa. Ia meletakan nampan itu di antara Thomas dan dirinya. Dengan wajah yang kesal, ia mengalah. Ia duduk di depan Luna. Abel duduk bersebelahan dengan The Black Statue.

"Enggak apa - apa aku duduk disini, paling enggak aku bisa menikmati ketampanan wajah kalian." ujar Tinah menggoda Lewi dan Thomas.

"Tinah, yang ada es jeruk gue tambah asem waktu lihat lo." balas Thomas.

"Ooh, begitu ya. Harusnya kalian berterima kasih sama Tinah yang cantik ini. Kalau enggak, Luna mana mau duduk disini."

"Hai, Luna!" sapaan Bobbie memotong perbincangan mereka. Sudut bibir Luna merekah. "Wah, lengkap deh kalau begini. Ada Bobbie dan Road Runners. Tinggal pilih, Lun!" komentar Tinah. Refleks, Luna menghentakan kakinya dan mengenai kaki Tinah, "Aduuh." Suara Tinah mengaduh, malah ditertawai oleh semuanya. Wajah Luna memerah, ia menggaruk - garuk belakang kepalanya.

Lihat selengkapnya