12. EXT. JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN MAKASSAR. SORE HARI
Gabriel mengemudikan mobilnya. Pikirannya masih terfokus pada pertanyaan ganjil Silvi di cafe tadi.
Gabriel:
(V.O.) “Silvi masih mencemaskanku. Apa yang lain juga begitu? Aku ingin segalanya baik-baik saja. Setidaknya, mereka jangan mencemaskanku lagi. Bagaimanapun keadaanku.”
Ponsel berdering. Gabriel menggeser icon answer pada trackpad.
Gabriel:
“Halo, Pa?”
Prof. Andreas:
(O.S) “Halo, Nak. Kamu dimana?”
Gabriel:
“Di Perintis Kemerdekaan, sebentar lagi aku sampai di klinik Papa.”
Prof Andreas:
(O.S) “Baik, Papa tunggu ya. Hati-hati.”
Gabriel meletakkan handphone-nya ke dashboard. Tiba-tiba teringat sesi hipnoterapinya dengan sang Papa.
CUT TO FLASHBACK
13. INT. KLINIK PROF. ANDREAS. SORE HARI
(Backsound: Afgan-Kumohon)
Setiap hariku mohon agar Kau senantiasa
Memberiku ketenangan dalam hati kekuatan
Menempuhi segala dugaan yang mencoba ini
Pasti punya artinya
Kau beriku harapan
Menjawab segala persoalan
Hadapi semua dalam tenang
Hingga merasa kesungguhan
Ku doa Kau selalu mengawasi segala
Gerak-geriku berkatilah
Ku perlu rahmat dari-Mu
Oh Tuhan terangkan hati dalam sanubariku
Untuk menempuhi segala hidup penuh
Jabaran ini
Oh Tuhan ku berserah segalanya kepada-Mu
Agar jiwaku tenang dalam bimbingan-Mu selalu
Gabriel dan Prof. Andreas duduk bersebelahan. Proses hipnoterapi akan dimulai.
Prof. Andreas:
“Setelah sesi hipnoanalisa, sekarang kita masuk ke tahap hipnosis. Kamu siap, Nak?”
Gabriel:
“Siap, Pa.”
Prof. Andreas:
“Bagus. Pertama, Set-Up. Ingat: ya Allah, walaupun saya, saya ikhlas saya pasrah.”
Gabriel:
“Ya Allah...walaupun saya mengidap Osteosarkoma, saya ikhlas saya pasrah.”
Prof. Andreas terus membantu Gabriel melakukan teknik Set-Up. Setelahnya, mereka mencoba tahap kedua, yakni tune in.
Prof. Andreas:
“Mungkin ini agak berat, tapi percayalah. Setelahnya, fisik dan psikismu akan lebih ringan. Pusatkan pikiranmu pada rasa sakit itu. Rasakan sakitnya, buat rasa sakitnya berkali-kali lipat.”
Teknik tune in berhasil. Gabriel benar-benar kesakitan. Prof. Andreas menghela nafas, tak tega melihat anak satu-satunya kesakitan.
Prof. Andreas:
“Tapping. Kita coba teknik terapi yang ini. Tahan sedikit lagi Gabriel, Papa percaya kamu pasti kuat.” (mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya, mengetuk dengan lembut 12 titik meridian di tubuh Gabriel)
Gabriel terenyak. Perlahan-lahan rasa sakitnya berkurang.
Prof. Andreas:
(bersandar ke kursinya, pelan mengusap punggung Gabriel) “Cepat sembuh, anakku. Allah bersamamu.”
FLASHBACK TO CUT
14. EXT. JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN. SORE HARI
Gabriel menghela nafas. Mencengkeram erat setir mobilnya.
Gabriel:
(V.O) “Semoga ini yang terbaik. Aku dan Papa sudah berusaha, segalanya kami serahkan pada-Mu, Ya Rabb.”
15. INT. CAFETARIA RS. STELLA MARIS. SORE HARI
Alia:
(menyesap pelan choco float-nya) “Jadi gimana? Kita nggak mungkin kembalikan Chika sama Oma-nya.”
Alisha:
“Jangan, Kak Alia. Sudahlah, biar kita yang rawat Chika.”
Kamal:
“Tapi masalahnya, siapa yang akan rawat dia? Biar gimana pun, Chika harus punya orang yang bertanggung jawab sama dia.”
Anastasia:
“Kamal benar. Kalian punya idde?”
Najwa:
“Bagaimana kalau Chika diadopsi Gabriel? Dia punya sebelas anak angkat yang semuanya pengidap AIDS. Terbukti dia ayah yang penyayang. Dia pasti nggak keberatan mengadopsi satu anak lagi. Chika pasti senang punya ayah seperti Gabriel.”
Dicky dan Kalis:
“Boleh juga...”
Dani:
“Nggak boleh! Dari pada Chika jadi anak Gabriel, lebih baik aku saja yang addopsi dia!”
Semua mata tertuju pada Dani. Beberapa mengangkat alis mereka, kebingungan.
Anjas:
(meletakkan gelas green tea-nya, membungkuk di depan meja dan berkata pelan) “Apa kamu cemburu, Dani? Ada yang salah sama Gabriel?”
16. INT. KAMAR ZIA. MALAM HARI
Gabriel:
(membenahi selimut milik Zia, salah satu anak angkatnya) “Jadi, Chika itu pasiennya Dicky yang kecelakaan sewaktu kabur dari rumah Oma-nya?”
Najwa:
“Iya, Gabriel. Kasihan...kami nggak akan biarkan dia kembali ke tempat orang yang jahat padanya. Kamu tahu? Tadi diskusinya alot sekali.”
Gabriel:
“Wajar, Peri Kecil. Aku sendiri bersimpati pada Chika, walaupun belum melihatnya.”
Najwa:
“Kamu baik sekali. Ah, sejak dulu kamu memang malaikatku. Tapi, ada yang aneh.”
Gabriel:
“Aneh kenapa?”
Najwa:
“Dani sepertinya tidak menyukaimu. Kenapa pria berhati malaikat sepertimu begitu tidak disukai, ya? Padahal, kamu dan Dani kan baru kenal.”
CUT TO
17. INT. RUANG KELUARGA RUMAH SINGGAH ANAK-ANAK PENGIDAP AIDS. MALAM HARI
Gabriel memainkan piano. Ia lalu menyanyikan lagu.
Sayangku